Bagian 1
Rupanya pertemuanku dengan sosok Kunti Merah itu tidak membuatku akan nyaman dalam melalui malam ini. Apalagi ketika pencarianku terhadap Sukma tak kunjung membuahkan hasil. Bahkan, sedikit jejak saja tak sanggup kutemukan.
Aku terus berupaya menelusuri jalanan di kota ini. Meski kutahu bahwa hari sudah malam. Namun, aku berharap sebelum mataku tertidur nanti –entah jam berapa, aku harus berupaya sedikit lagi sebagai penutup perjalananku di hari pertama di kota ini. Setidaknya aku ingin memiliki harapan yang dapat meyakinkanku jika keesokannya aku dapat menemukan tanda-tanda keberadaan Sukma.
Aku sangat fokus mengawasi jalanan yang tak begitu luas dan ramai. Mendadak, aku mencium aroma yang sangat menggoda air liurku untuk menetes.
I-ni, ini aroma makanan yang lezat!
“Aduh! Aku baru ingat, jika seharian tadi aku belum makan sedikitpun. Bahkan persediaan air minumku sudah habis.”Mataku pun kemudian tertuju pada sebuah warung.
“Sepertinya ini akan menjadi tempat makan pertamaku di kota ini. Kira-kira lebih enak masakan desa atau masakan kota ya?”“Selamat datang, mas!
Silakan untuk memesan makanannya! Ada nasi campur yang enak tiada duanya loh di kota ini. Mas wajib nyobain! Hehe...” seorang ibu pemilik atau penjual makanan di warung itupun menyambutku dengan ramah khas pedagang. Aku pun mendekat.Eh?! Lagi-lagi aku merasakan ini.
Kakiku tertahan ketika sedang berupaya masuk ke warung tersebut. Rasa penasaranku pun tak mampu kubendung, dan pilihanku hanya satu, harus menebus rasa penasaranku saat ini juga.
Kupejamkan mataku dan “terbukalah!”“Ya ampun, serem sekali!” mataku membelalak melihat apa yang kulihat dengan mata batinku. Betul, aku melihat sosok yang membuatku bergidik ngeri bercampur jijik. Karena, ternyata warung ini menggunakan jin penglaris dan jin tersebut mungkin dikenal dengan sebutan Jin Ludah.
Rasanya begitu menjijikan meski aku sudah terbiasa melihat jin. Karena, kali ini aku tidak hanya melihat perawakannya, namun juga apa yang sedang dia lakukan saat ini. Yaitu, meneteskan liurnya tepat di makanan yang sedang disantap dengan lahap oleh seorang pembeli makanan di warung tersebut. “Hiiih!”
Perutku terasa mual. Tapi, aku tidak bisa secara terus terang menunjukkan keadaan ini. Karena, yang kuhadapi bukan persoalan yang kasat mata. Aku berusaha mengurungkan niatku untuk masuk ke warung. Namun, si ibu pemilik warung itu justru mengajakku masuk. Bahkan tak hanya mengajakku masuk, namun juga menawarkan beberapa menu makanan. Sampai yang paling parah adalah dia menunjukkan menu yang disebut sebagai menu andalannya, yaitu rawon.
Jreeng!!!
Terlihat jin lainnya yang berada tepat di dalam kuali tersebut.
Astaga! Ini sangat parah! Bagaimana mungkin ada orang yang menggunakan dua jin sekaligus dalam penglarisannya?!Aku semakin tak sanggup untuk menahan diri. Namun, sangat tidak bagus jika aku menunjukkannya. Maka, dari itu, aku berusaha untuk tidak mencuri perhatian si ibu dan jin besarnya –yang semakin melotot ke arahku.
“Hmm... rawonnya sangat harum aromanya bu. Pasti lezat! Sayangnya dompet saya jatuh bu saat perjalanan ke sini. Kira-kira, apakah boleh ngebon?”
“Ngebon? Kau pikir ini warung emakmu?! Pergi sana! Kau hanya akan membuat usaha sepertiku menjadi bangkrut! Pergi!!”Inilah kesempatan yang kumiliki. Aku pun berhasil kabur dari warung tersebut. Namun, pikiranku sungguh masih belum bisa melupakan apa yang kulihat tadi. Perutku kembali mual ketika mengingat kembali sosok Jin Ludah itu.
Aku tak sanggup membayangkan bagaimana rasanya makan makanan yang sudah ditetesi ludah. Apalagi yang menetesi adalah jin. Berwujud apapun jin itu, aku tetap menganggapnya adalah suatu hal yang menjijikkan.
Deg!
Perasaanku tidak enak lagi dan ini sepertinya... benar! Ternyata, aku dibuntuti oleh jin dari warung itu. Jin Ludah mengikutiku! Apa yang terjadi? Mengapa dia mengikutiku? Bukankah aku sudah berusaha tak melihatnya tadi?Ini gawat! Aku tidak boleh berinteraksi dengannya. Apalagi ini di kota. Tidak hanya aku tak mengenali orang-orang yang ada di sini, namun juga para jinnya. Tentu saja aku tidak mengenali mereka, dan ini adalah sinyal bahaya. Karena, aku bisa saja dikeroyok oleh jin-jin kota.
Aku terus berusaha tidak menanggapi keberadaan jin itu. Bahkan segala upaya kulakukan agar tidak secara langsung berinteraksi dengannya. Namun, dia tidak menyerah begitu saja. Sepertinya, dia ingin mengujiku –apakah aku sungguh tak melihatnya tadi di warung.
Sampai pada suatu momen aku melihat si jin ini mulai mendekati seorang perempuan yang tak jauh dari lokasiku berdiri. Mengapa dia mendekatinya? Apa yang akan dia lakukan?
*-*
"The second part in this chapter (Malam Pertama yang Panjang) was uploaded! Please, swipe up to read! Thanks!" ;)
Tulungagung, 15-18 Juni 2019.
KAMU SEDANG MEMBACA
Hati Baja (Original Story by Agustian Noor in Ciayo Comics)
AventureKisah petualanganku bermula saat temanku yang bernama Sukma, dinyatakan menghilang tanpa kabar di kota. Aku, yang bernama Kheelan, mencoba untuk pergi ke kota mencari Sukma. Namun, ternyata di kota tersebut, aku menemukan banyak rintangan. Bertemu d...