BAB 7

22 2 0
                                    

Perasaan seseorang bisa berubah-ubah.
Soal rasa...
Rasa tidak hanya satu.
Benci, dendam, marah, cinta, kasih, dan sayang.
Mereka adalah rasa.
Benci menjadi cinta.
Dendam menjadi kasih.
Marah menjadi sayang.
Semuanya bisa berubah.

Jika 'rasa' berwujud manusia?
Akan ada banyak 'rasa'.
Tetapi hanya ada satu 'rasa' yang harus kita jaga.

Setelah lama berbincang-bincang dengannya. Aku langsung pamit pulang kepada Mamanya Al.

Aku merasa senang berada di dekat mereka.
Mamanya Al mengatakan ini kepadaku.
"Kamu satu-satunya wanita yang bisa membuat anak saya menjadi terbuka,"
Maksud dari perkataan itu apa, ya?
Padahal kami baru saja kenal.
Apakah aku membawa pengaruh baik terhadap Al?
Atau malah sebaliknya?
Entahlah aku tidak mengerti.
Jalani saja dulu.

Dreamcatcher ini pemberian dari Al. Aku pasang saja di kamarku.
Aku pandangi di setiap ukiran benda cantik ini.
Memang benar-benar sempurna.
Aku suka.

Tiba-tiba pintuku terbuka dengan suara yang mengagetkan

"Wih! Apaan nih, dek?" tanya Kak Fira penuh heran.

"Astaga! Aku kaget! Woy kalau mau masuk kamar orang bilang dulu dong!" aku kesal.

"Gak perlu lah. Ini apaan, dek?" sambil memegang dreamcatcher milikku.

"Penangkap mimpi. Bagus kan, kak? Katanya kalau benda ini dipasang dikamar, mimpi kita menjadi indah,"

"Ah, masa? Ya sudah gue bawa ke kamar pinjam buat satu malam saja," dengan mimik wajah melankolis.

"Eh! Jangan dong itu kan pemberian dari..." jawabku gugup

"Dari siapa? Pacar lo? Lo punya pacar, dek? Siapa?" Kak Fira kepo.

"Kepo. Ih jangan dibawa dong. Ini punyaku wlek!" menjulurkan lidah.

"Baru masuk SMA aja udah punya pacar. Begayaan lo!" sembari melemparkan boneka ke wajahku

"Ih! Siapa juga yang punya pacar? Dasar mahasiswa sok tau," aku balas dengan lemparan bantal besar.

"Gue pergi ke Singapura sekarang baru tau rasa lo, dek!"

"Pergi saja sana!" bentakku kepada Kak Fira walaupun terdengar tidak sopan.

"Ya udah. Gue tadi pesan pizza,"

"Mau," ucapku sembari menyodorkan tangan dengan raut wajah penuh belas kasih.

"Gak!" jawab Kak Fira melotot.

Dasar kakak menyebalkan. Belum lulus S1 saja sudah petakilan. Semoga saja Singapura memaklumi sifatnya.

****
Aku berangkat sekolah lebih awal. Karena ini jadwal piketku dan aku adalah ketua piket hari ini. Harus disiplin waktu.
Hari ini tidak naik sepeda, melainkan diantar Mang Jali menggunakan mobil.

"Mang, nanti pulangnya aku naik angkutan umum saja, ya," ucapku sembari mengecek kembali isi tasku.

"Eh, jangan, non. Nanti biar saya jemput. Non Fira hari ini juga libur kuliah. Jadi saya bisa jemput Non Kaisha nanti,"

"Tidak perlu, Mang. Saya mau naik angkutan umum saja,"

"Ya sudah kalau itu maunya Non Kaisha,"

Tak lama kemudian aku sampai di sekolah.
Masih sepi karena masih pagi. Hanya ada beberapa anak saja.
Tiba-tiba ada yang menepuk pundakku.

"Hey!"

"Ya ampun!" aku teriak.

"Eh! Jangan teriak-teriak dong. Ini masih pagi," bentaknya.

Aku DilemaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang