BAB 8

16 2 0
                                    

Rendi temanku.
Al siapaku? Dia adalah kakak kelas yang baru saja aku kenal.
Tetapi entah mengapa aku merasa nyaman berada di dekat lelaki yang baru ku kenali itu.
Hanya rasa nyaman belum rasa sayang.

Aku harus membatalkan janji dengan Al. Karena aku harus menepati janji pertamaku, yaitu dengan Rendi.
Aku segera menghubungi beberapa orang yang ku kenal untuk memberitauku nomor ponsel Al.
Sekiranya sudah empat orang yang aku hubungi, tetapi tidak satupun dari mereka memiliki nomor Al.

Mereka tidak memiliki nomor ponsel orang famous  seperti Al?
Ah mana mungkin!
Oh iya! Nesa!

Aku langsung menghubungi Nesa, dan akhirnya dia memiliki nomor ponsel Al. Ternyata mereka saling kenal.

Aduh! Kok aku grogi ya mau telepon Al.
Tenang Kai, Al bukanlah mas-mas penipuan yang awalnya kau kira.
Dia hanya kakak kelasmu yang paling baik.
Aku memberanikan diri untuk menghubungi Al lebih dulu.

Dua kali panggilan dariku yang tak kunjung diangkat.
Aku coba sekali lagi yang artinya panggilan untuk ketiga kalinya.

Ya ampun diangkat!
Apakah aku harus mengatakan halo lebih dulu?
Ah katakan saja!

"Halo Al!"

"Hai Kaisha! Ada apa?"

"Lama sekali kamu tidak menjawab telepon dariku!"

"Iya maaf. Aku baru selesai mandi ada apa, Kai? "

"Aku hanya ingin mengatakan maaf padamu."

"Maaf? "

"Maaf, ya Al. Sebenarnya besok jam satu siang aku juga ada janji terlebih dahulu dengan temanku. Maka dari itu, besok aku tidak bisa jalan-jalan bersamamu. Maaf ya."

"Tidak perlu minta maaf, Kai. Masih banyak waktu untuk kita berdua. Selamat bersenang-senang dengan temanmu. Aku tunggu lain waktu, ya"

Aku langsung mengakhiri telepon terlebih dahulu.
Aku merasa bersalah kepadanya, mungkin bisa dikatakan aku telah mengkhianatinya.
Tetapi Al masih juga bersabar menunggu waktu untuk berdua denganku.
Mungkin yang tepat adalah lain waktu bukan sekarang ataupun besok.

****
Sudah tengah malam dan aku belum bisa memejamkan mata.
Aku beranjak dari tempat tidur dan memandangi benda cantik pemberian Al.
Sebenarnya aku ingin sekali tidur dan memimpikan sesuatu yang indah, yaitu bertemu dengan pangeran berkuda seperti yang ada di cerita dongeng penghantar tidur untuk anak-anak.
Tetapi otakku masih ingin berpikir tentang kejadian hari ini.
Iya, seharusnya aku tidak perlu memikirkan kejadian hari ini dan alangkah baiknya aku memikirkan hari esok dan masa depanku. Tetapi bukankah tidak ada hari esok jika tidak ada hari ini?
Ada baiknya juga memikirkan kejadian hari ini, yaitu kita bisa membenahi apa yang belum berbenah, kita bisa menyempurnakan apa yang belum sempurna, dan mungkin kita bisa menyayangi apa yang seharusnya disayangi.
Mungkin bagi kalian tengah malam seperti ini adalah waktu yang menyeramkan, tetapi tidak bagiku.
Malam yang sunyi, malam yang dingin, dan malam yang penuh angan-angan. Aku suka situasi seperti ini semuanya terasa tenang. Karena yang tenang pasti akan damai.
Ku ambil buku alur hidupku yang berjudul Nanti Kita Cerita Tentang Hari Ini karya Marchella F.P.
Sudah lama aku tak membacanya dan tak mengambil energi postif dari buku ajaib ini. Hingga akhirnya aku lupa sampai mana ku jelajahi buku ini. Ku buka secara acak dan terhenti pada halaman 12.

______________________________
Rasanya semua bergerak
lebih cepat dari biasanya.
______________________________
Tidak hilang masalah dalam semalaman
kalau hanya diputar-putar
dalam pikiran sendiri.
Bicarakan....
_______________________________
Sekali dua kali kita penuhi mimpi.
Kalau berkali-kali ,
bisa jadi kita sedang penuhi ego.
_______________________________
Rasanya tidak seperti biasanya.
Tenang... rasa baru sering buat tidak nyaman.
Tapi nanti juga jadi biasa saja,
seperti biasanya.
______________________________

Aku DilemaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang