"Bunda, Kaisha pergi dulu, ya," pamitku kepada Bunda.
"Loh, memangnya kamu mau ke mana sore-sore begini?" tanya Bunda.
"Ee... aku mau pergi ke tempat latihan bulutangiks, Bun. Mau latihan," jawabku ragu karena pada dasarnya aku tidak suka bermain bulutangkis.
"Sejak kapan kamu suka bulutangkis?"
"Sejak saat ini, Bun. Hehe, aku pergi dulu, ya Bun," ucapku sembari mencium tangan Bunda.
"Naik apa? Mau main bulutangkis kok gak bawa raket?" tanya Bunda yang membuatku bingung untuk menjawabnya.
"Naik motor, Bun," jawabku singkat dan tak menghiraukan pertanyaan kedua yang dilontarkan Bunda.
Sesungguhnya aku telah berbohong kepada Bunda. Karena tujuanku mengunjungi tempat latihan bulutangkis bukanlah untuk latihan. Tujuanku yang sebenarnya adalah menemui seseorang, yaitu Al.
Dari postingan instagramnya lah aku mengetahui tempat yang biasa Al kunjungi untuk latihan. Tempatnya lumayan jauh dari rumahku, maka dari itu aku nekat naik motor walaupun sebenarnya aku belum mempunyai SIM. Kalau naik sepeda waktuku akan terbuang sia-sia. Kalau diantar Mang Jali bisa-bisa terbongkarlah semua rencanaku ini. Memang naik motor adalah pilhan yang terbaik."Permisi, pak. Em... saya mau cari orang yang namanya Renaldi. Kira-kira dia masih latihan di sini nggak, ya?" tanyaku kepada salah seorang pelatih.
"Oh, Renaldi. Dia masih latihan tuh neng di lapangan belakang. Neng jalan saja lurus terus nanti juga orangnya juga kelihatan," jawab sang pelatih.
"Lurus terus? Oh oke, pak. Terima kasih, ya pak," ucapku sembari bersalaman.
Aku langsung berjalan lurus sesuai arahan pelatih tadi. Aku melihat anak-anak penghuni tempat latihan ini, cara bermain mereka sangat energik. Bisa-bisanya mereka kuat menepok bulu angsa selama berjam-jam. Mungkin bagi mereka hal ini sangat menyenangkan. Tetapi tidak bagiku, hal yang baru saja aku lihat adalah hal yang aneh. Berkeringat memang sehat tetapi capek juga kan?
Sampai pada akhirnya aku telah menemukan seseorang yang aku cari. Al memang sedang berlatih. Ku lihat badannya penuh dengan keringat yang bercucuran. Al sudah kelas tiga, tetapi dia masih bisa meluangkan waktu untuk melakukan olahraga aneh ini. Aku duduk di bangku pojok dekat tembok. Al sama sekali tidak mengetahui kedatanganku. Dia masih saja semangat berlatih. Sampai-sampai dia belum mau menoleh ke belakang untuk melihatku.****
Sekiranya sudah setengah jam aku menunggunya. Ku manfaatkan waktu setengah jam itu untuk sesekali memotret aksinya. Ada yang sedang melompat, mengelap keringat, dan tertawa. Tetapi dia tak kunjung menyadarinya.
Menunggu seseorang memanglah melelahkan dan membosankan. Solusi untuk menghilangkan rasa bosan adalah dengan cara mendengarkan lagu. Ku ambil headseat dari ranselku. Aku sambungkan ke ponsel dan kuputarlah lagu kesukaanku. Sepuluh menit berlalu dan telingaku telah terisi oleh suara merdu dari sang penyanyi itu. Aku memang sengaja berkali-kali memutar lagunya. Supaya rasa bosanku cepat hilang, supaya Al cepat selesai, dan segera melihatku. Ku pejamkan mata selama dua puluh detik. Memang terlihat aneh, tetapi maksud dari dua puluh detik itu ialah supaya Al tiba-tiba berada tepat di depanku. Namun usaha anehku itu sia-sia. Sampai pada akhirnya aku yang mengalah."Al!" teriakku dari bangku sambil melambaikan tangan.
Al langsung menoleh. Namun, dia tak kunjung berhenti dari olahraga aneh itu. Padahal ini adalah kode dariku supaya dia segera menemuiku.
"Al! Hey! Aku di sini!" teriakku sekali lagi dan lebih kencang dari sebelumnya.
"Woy Al! Itu dari tadi ada yang teriak-teriak manggil lo! Cepet gih sono!" kata seorang laki-laki yang tak lain adalah lawan main Al.
KAMU SEDANG MEMBACA
Aku Dilema
Teen FictionAku Kaisha Fariza, wanita yang tumbuh dan berkembang seiring berjalannya waktu. Duniaku berubah sejak aku bertemu lagi dengan cinta pertamaku. Aku juga bertemu dengan lelaki lain yang bisa membuatku lebih tenang dan bahagia. Jantungku berdebar-debar...