+ starlight

25 7 0
                                    

"the starlight that poured late at night,"

"Aku mau ketemu Jena dong," ucapku begitu selesai makan.

Setelah Jeno bercerita, akhirnya kita memutuskan untuk makan malam.  Sederhana, dengan mie rebus dan es kelapa di tepi pantai.

"Udah malem,"

"Ya terus kenapa? Kan cuma mau ketemu, bukan main."

"Maksudnya, aku janji pulangin kamu ke mama gak lebih dari jam delapan." katanya.

"Sekarang baru jam setengah delapan. Belum jam delapan."

"Ai, jarak dari sini ke rumah baru ku aja jauh. Lagian kenapa ngebet banget ketemu sih? Liatin aja aku, orang mirip."

"Siapa suruh kamu selama disana nggak ngabarin aku? Padahal nomorku gapernah ganti."

"Takut diamuk."

Aku yang tadinya lagi ngaduk-aduk kuah mie rebus, langsung natap Jeno tajam.

"Tuh kan," ucap Jeno yang langsung aku cubit pinggangnya.

"Aww!" rintih Jeno. "Ganasnya nggak ilang-ilang, heran." ucap Jeno sambil mengusap-usap pinggangnya.

"Mau ngapain sih kalo udah ketemu Jena?" tanya Jeno masih mengusap-usap pinggangnya.

Hng, sesakit itu?

"Yaa, mau ketemu aja? Kan aku nggak pernah ketemu, kenal juga. Terus sekalian ketemu bunda, udah lama. Ayah juga."

"Ayah udah nggak dirumah, Ai. Ayah sekarang di apart, deket rumah kamu." ucapnya mendadak sendu.

Aileen kenapa bego banget sih? Kenapa harus bahas ayahnya Jeno...

"Ngg, sorry... aku lupa." ucapku nggak enak, Jeno cuma tersenyun tipis lalu bangun dari duduknya.

"Jen! Bayar dulu, jangan ditinggal!!" teriakku melihat Jeno jalan keluar dari warung mie rebus yang sempet kita beli.

"BAYARIN!!"

Sabar, nggak boleh ngomong kasar.

Dengan segera aku menghampiri si ibu penjual.

"Totalnya berapa, bu?" tanyaku.

"Loh, kok bukan pacarnya yang bayar, teh?"

Aku menggaruk kepalaku yang nggak gatal. "Dia bukan pacar saya bu, sahabat."

Si ibu ngangguk aja. "Jadi 44 ribu, teh."

Aku mengeluarkan uang 50 ribuan selembar. "Ini bu, kembaliannya ambil aja ya. Buat anaknya jajan juga. Makasih." ucapku lalu mengejar Jeno yang sudah hampir dekat dengan mobil yang di parkirnya.

Dari belakang, aku tarik rambutnya yang mulai gondrong.

"Kalo nggak bawa duit tuh bilang! Untung aku bawa dompet di tas. Kebiasaan." kataku masih sambil narik rambutnya, lagi lagi Jeno merintih.

"Ai, rambut aku rontok ini nanti!! Lepas dong." mohonnya sambil megangin pergelangan tanganku yang masih narik rambutnya.

Kemudian aku lepas, tapi sebelum aku lepas tarikannya aku toyor dulu kepalanya. Biar nggak kebiasaan. Untung bukan makan di sushi tei, tekor aku yang ada.

"Aku tuh bawa uang, cuma di atm. Hehehehehe," katanya sambil nyengir ke arahku.

"Gausah ngomong sama aku lagi lah. Ngomong sana sama atm kamu."

Jeno ketawa. "Kok ngambek sih?"

"Aku bingung deh, kamu disana hidup gimana ya? Disini aja buat bayar sesuatu lupa. Pasti aku yang bayar. Dari dulu, kalo nggak bawa dompet, ya, uangnya di atm." ujarku.

You've reached the end of published parts.

⏰ Last updated: Aug 11, 2019 ⏰

Add this story to your Library to get notified about new parts!

beautiful time; jenoWhere stories live. Discover now