First Kiss👟

4.7K 690 124
                                    

Sepi... Padahal udah diusahain cepet up-nya☹️

Manis-manis dulu ya ini sebelum puncak konflik😄

Anw, enjoy and happy reading 💙
Sorry for the typos.

***

Sudah tiga hari Andrew tidak pulang ke rumahnya. Ia bahkan tidak pergi ke kantor karena tidak mau bertemu Papa atau Mamanya walau itu secara tidak sengaja.

Persetan dengan pekerjaannya, masih ada Mario yang bisa ia mintai bantuan.

Satu-satunya rutinitas yang masih tetap sama adalah menunggu Ellla-nya selesai bekerja lalu mengantar gadis itu pulang ke rumah atau mungkin mereka akan makan malam dulu sebentar dengan sedikit paksaan dari Andrew pastinya.

Seperti saat ini, Andrew tersenyum tipis saat memandangi Eleanor yang sedang makan di hadapannya.

"Bisa tidak berhenti senyum-senyum begitu?" tanya Eleanor dengan jengah. Bahkan ia terlalu malu untuk menaikan pandangannya karena pasti akan langsung bertemu dengan mata Andrew yang menatapnya lekat.

"Aku suka lihat kamu makan. Makin cantik," ujar Andrew tidak nyambung. Senyum pria itu semakin lebar ketika Eleanor tersedak dan meminum air di gelasnya dengan salah tingkah.

"Belajar gombal darimana kamu? Dulu aku kira bisanya cuma sinis sama ngeselin aja," cibir gadis itu lalu memasukkan suapan terakhir lasagna di piringnya.

"Aku juga bingung kenapa jadi begini." Andrew terdiam sejenak sebelum mengeluarkan kalimat yang membuat Eleanor kembali tersedak. "Lebih suka aku yang dulu atau yang sekarang?"

Gadis itu minum dengan tergesa kemudian tanpa menjawab pertanyaan Andrew, ia pun berdiri dari kursinya.

Andrew hanya bisa mendesah sebelum mengikuti gadis itu keluar dari cafe tempat mereka menghabiskan waktu untuk makan malam.

Eleanor mengusapkan telapak tangannya karena cuaca yang dingin. Matanya mengitari sekitar yang terlihat sepi, bahkan hampir tidak ada orang yang berlalu lalang. Mungkin karena udaranya dingin sehingga orang-orang lebih memilih berdiam diri di rumah, menghangatkan tubuh mereka di dalam selimut.

Dengan sigap Andrew meraih salah satu tangan gadis itu kemudian memasukannya ke dalam kantung jaket yang ia kenakan.

"Aku serius dengan semua ucapanku, El. Semuanya."

Eleanor menghela napas frustasi.

Tiga hari yang lalu, ia tidak menjawab ajakan pria itu. Ia langsung mengalihkan pembicaraan begitu saja karena tidak tau harus menjawab apa.

Seumur hidupnya, Eleanor selalu bekerja keras untuk mendapatkan uang. Tidak pernah berpikir untuk berpacaran atau memusingkan hal tentang laki-laki.

Ia sekolah dari pagi hingga siang lalu sisa harinya dihabiskan dengan bekerja. Begitu seterusnya hingga hutang keluarganya semakin mengecil.

Tapi setelah ia berhasil melunasi sebagian hutang keluarganya pun, Eleanor tetap tidak bisa menghabiskan waktu dengan bersantai. Ia harus memikirkan uang untuk membayar sewa rumah atau membeli barang-barang di dapur yang sudah hampir habis.

Belum lagi jika tantenya meminta uang dengan jumlah yang tidak sedikit.

Begitulah kehidupannya dan mungkin akan selamanya seperti itu. Kehidupannya berbeda seratus delapan puluh derajat dengan pria yang saat ini sedang menggenggam hangat tangannya.

Sampai kapan pun dunia mereka berbeda dan tidak akan pernah menyatu, ia yakin itu. Maka dari itu ia takut untuk menjawab pertanyaan Andrew.

Eleanor merasa tidak pantas bahkan hanya untuk merasakan secuil rasa suka untuk pria itu.

Cinderella With A Converse HighTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang