Akhir-akhir ini aku merasa minder dengan cerita-ceritaku, apalagi cerita yang baru...😢
Tapi tetap terima kasih buat yang udah mau meluangkan waktu kalian untuk baca cerita-ceritaku ya... Apalagi buat yang udah mau komen dan membuatku moodku membaik, terima kasih banyak🙏🏻
Anw, enjoy and happy reading💙
Sorry for the typos.***
"Pak, itu punya siapa?" Andrew yang sudah akan masuk ke dalam mobil, mengurungkan niatnya saat melihat tukang kebun laki-laki yang bekerja di rumah orang tuanya.
Suara yang dikeluarkan pria itu sedikit berbeda dari biasaya. Tetap datar namun ada kebingungan di dalamnya.
Tukang kebun tersebut sedang memegang sebelah sepatu putih dengan motif kupu-kupu di belakangnya. Pria itu juga balas menatap Andrew dengan bingung. "Saya tidak tau, tadi pagi saya menemukannya di semak-semak halaman belakang, tuan."
"Berikan padaku," ujarnya dengan nada yang sudah kembali datar.
Tanpa bertanya apa pun lagi, tukang kebun tersebut langsung memberikan sepatu itu dengan patuh.
Andrew yang tadinya sudah akan berangkat ke kantor, kembali ke dalam rumah sambil membawa sepatu dekil itu. Untungnya keadaan rumah sedang sepi sehingga ia tidak perlu repot-repot menjelaskan pada Papa atau Mamanya alasan dirinya belum berangkat.
Pria itu masuk ke dalam kamarnya dan meletakan sepatu tersebut di atas nakas. Ia duduk di tempat tidur empuknya tanpa melepaskan pandangan dari sepatu yang ia tendang semalam.
"Jadi kemarin dia tidak bisa menemukan sebelah sepatunya ya." Andrew mendengus geli ketika membayangkan gadis itu mengerang dan mengumpatinya dengan kesal. Pipi putihnya pasti diwarnai rona kemerahan lagi seperti kemarin malam.
Pria itu suka membuat dan melihat gadis itu marah. Sangat ekspresif dan tanpa kepura-puraan seperti gadis lainnya.
Ia harus bertanya pada Mamanya nanti siapa gadis bernama 'Ella' itu. Sekarang ia harus berangkat ke kantor sebelum Papanya memarahinya seharian penuh.
***
"Kerjakan ulang semuanya dari awal."
"Besok pel lantai ruanganku dua kali sampai mengkilat jika gajimu ingin kunaikan."
"Ganti meja ini dengan yang lebih mahal."
"Batalkan perjanjiannya."
Entah kenapa rasanya hari ini seluruh karyawannya selalu membuat kesalahan, atau itu karena dia saja yang ingin cepat-cepat pulang?
Entahlah, yang pasti Andrew merasa kesal sepanjang hari ini. Ia merasa bosan akan rutinitasnya secara tiba-tiba. Pria itu menginginkan sesuatu yang... berbeda.
Akhirnya karena sudah tidak bisa bersabar lagi, Andrew pun meraih ponsel dan menelepon Mamanya. Ia menunggu sambungan hingga akhirnya suara merdu Mamanya mengalun lembut.
"Halo, sayang? Tumben sekali kamu menelepon Mama. Ada apa, hm?"
Tanpa basa-basi, Andrew langsung bertanya pada intinya dengan nada datar. "Siapa teman Mama yang punya anak bernama 'Ella'?"
Tentu saja wanita itu berdecak kesal karena anaknya tidak membalas sapaannya terlebih dahulu. Dasar anak durhaka.
"Ella siapa? Gabriella, Drizella, Isabella, banyak yang bernama Ella, Drew."
Andrew menghela napas frustasi, ia tidak menanyakan nama panjang gadis itu karena pertemuan mereka kemarin memang kurang menyenangkan. Bukan saat yang tepat untuk berkenalan. "Aku tidak tau, Ma."