Jangan lupa tinggalkan jejak🤗
Enjoy and happy reading📖
Sorry for the typos.***
"Kau belum mengganti sepatumu?" tanya Andrew saat membukakan pintu penumpang untuk Eleanor. Ia menatap kaki berbalut sepatu hak yang pastinya terasa tidak nyaman itu.
Eleanor menggelengkan kepalanya. Ia merasa tidak enak pada Andrew, seharusnya pria itu tidak membelikan sepatu untuknya. "Aku akan mengembalikannya nanti, jadi tidak boleh kupakai."
Sontak saja Andrew berdecak kesal. Ia beralih ke pintu penumpang lain dan membukanya. Meraih sepasang sepatu yang sebelumnya masih terbungkus rapi di dalam kotak.
Setelahnya, Andrew berlutut di depan Eleanor hingga gadis itu panik. "Eh, ka-kamu mau apa?"
"Mengganti sepatumu."
"Jangan! Biar aku sendiri."
"Diam."
Mendengar nada tegas yang dikeluarkan oleh pria itu, Eleanor pun langsung bungkam. Akhirnya ia membiarkan Andrew mengganti sepatunya dengan perasaan canggung dan tidak nyaman. Berharap saja kakinya tidak kotor atau bau karena seharian ini kakinya mengeluarkan keringat akibat rasa gugup dan sakit yang dialaminya.
Setelah selesai, pria itu kembali berdiri dan mengisyaratkan Eleanor untuk segera keluar dari mobil yang langsung dituruti gadis itu.
"Tunggu, kita akan makan di sini?"
Pertanyaan itu hanya dibalas dengan anggukan oleh Andrew. Pria itu menutup pintu mobilnya kemudian menguncinya dengan remote. Setelah itu, ia berjalan lebih dulu sampai sebuah tarikan di ujung kaosnya menghentikan pergerakannya.
"Andrew, apa ini tidak berlebihan?"
Eleanor memandangi restoran di sampingnya dengan gelisah. Bagaimana tidak, Andrew ternyata mengajaknya ke restoran yang ia yakini harga satu makanannya setara dengan gajinya sebulan.
"Lebih baik kita cari tempat lain, yang lebih manusiawi," bisik Eleanor sekali lagi. Tangannya kembali menarik-narik ujung kaos yang digunakan pria di hadapannya.
Mendengar itu, Andrew pun mengernyitkan dahinya kemudian mendengus untuk menahan rasa geli di kerongkongannya. "Manusiawi? Memangnya ada restoran yang mempunyai sikap manusiawi? Jadi itu restoran atau manusia?"
"Maksudku restoran yang harganya masuk akal. Lebih baik kita makan di cafe milik temanku atau di restoran cepat saji. Yang pasti tidak akan membuatku bangkrut."
Andrew meraih tangan gadis yang masih menarik ujung kaosnya itu kemudian menggenggamnya. "Aku yang akan bayar."
Ia menarik Eleanor yang masih terlihat segan dengan perlahan. Baru pertama kali ada seorang gadis yang menolak untuk diajak ke restoran mewah. Bahkan gadis itu malah lebih memilih restoran cepat saji.
"Selamat datang, Pak Andrew." Seorang pelayan pria mengangguk hormat dengan tatapan terkejut. Tidak biasanya pemilik restoran tempatnya bekerja datang berkunjung secara mendadak.
Andrew hanya balas mengangguk dan langsung melengos, meninggalkan pelayan yang nampak ketakutan tersebut.
"Kamu sering ke sini? Bahkan pelayan itu sampai mengenalmu." Eleanor memandangi wajah pelayan itu sebelum kembali memusatkan tatapannya ke depan.
"Apa tidak sopan jika kita langsung masuk seenaknya, Drew?" tanya gadis itu lagi dengan takut. Beberapa pelayan lain ikut memandangi mereka namun anehnya dengan wajah takut. Apa Andrew sebegitu berpengaruhnya hingga tidak ada yang berani menegur mereka?