"Ella!"
Eleanor tersentak dalam lamunannya. Ia menoleh dan mendapati Edward sedang menatapnya dengan khawatir.
"Kamu kenapa? Wajahmu pucat dan terlihat sedang memikirkan ... sesuatu," ujar pria itu sambil memerhatikan Eleanor lekat.
Yang diperhatikan yang bisa tersenyum tipis kemudian menggelengkan kepalanya. "Tidak apa-apa. Hanya ada sedikit masalah."
"Kalau sedang ada masalah lebih baik kamu istirahat dulu saja. Oh iya, ada yang ingin bertemu denganmu, El."
Eleanor menaikan sebelah alisnya. "Andrew?" tanyanya meyakinkan, karena biasanya hanya Andrew yang ingin bertemu dengannya dan sampai saat ini pria itu belum memperlihatkan batang hidungnya.
"Bukan, seorang wanita. Meja sembilan belas," jawab Edward sambil menunjuk meja yang ia maksud dengan dagunya.
Mata Eleanor membola saat melihat sosok yang baru ia temui kemarin. Sosok yang membuat kepalanya pusing sejak kemarin hingga saat ini.
Dengan penuh rasa penasaran sekaligus takut, akhirnya Eleanor menghampiri Valerie setelah berterima kasih pada Edward.
"Selamat siang, uhm ... Nyonya?"
Valerie yang tadinya sedang memperhatikan ponsel pun mendongak kemudian mendengus geli. "Kamu boleh memanggilku Valerie atau aunty."
Eleanor mengangguk tanda mengerti. "A-aunty ingin bicara dengan saya?" tanya gadis itu dengan ragu sambil menggaruk kepalanya yang tidak gatal. Ia merasa sangat canggung berbicara dengan wanita yang ia tau tidak menyukai dirinya.
"Duduk, Ella. Dan tidak perlu bicara seformal itu." Valerie tersenyum kemudian menyilangkan tangannya dengan gerakan anggun.
Setelah mengangguk sekali lagi, Eleanor pun duduk di hadapan Valerie. Dari jarak sedekat ini, ia bisa melihat wajah Valerie begitu bersinar dan cantik walau sudah tidak muda lagi.
"Jadi, sejak kapan kamu dan Andrew bersama?" tanya Valerie langsung pada intinya setelah memastikan gadis di hadapannya duduk dengan nyaman.
Eleanor mengerjap terkejut. Tidak menyangka jika Valerie akan menanyakan itu. "Uhm, mungkin sekitar satu bulan."
"Kalian bertemu di mana?"
"Saat pesta ulang tahun Andrew. Aku diajak oleh Ver—maksudnya temanku ke pesta itu," jawab Eleanor. Senyum tipis muncul di wajahnya saat mengingat awal pertemuannya dengan Andrew yang banyak diwarnai oleh pertengkaran.
"Veronica maksudmu?" tanya Valerie lagi. Wanita itu tidak terlihat terkejut sama sekali.
Pertanyaan itu hanya dijawab dengan anggukan ragu oleh Eleanor. Gadis itu semakin merasa tidak nyaman dengan semua pertanyaan yang diajukan oleh Valerie. Ia merasa seperti sedang diinterogasi karena melakukan kesalahan.
Valerie menghela napas panjang sebelum kembali melanjutkan pembicaraan mereka. "Begini, Ella. Kamu tau kan seorang ibu pasti menginginkan yang terbaik untuk anak-anaknya?" tanya Valerie dengan lembut.
Eleanor kembali mengangguk. Sangat paham dengan maksud wanita di hadapannya itu. Ia hanyalah seorang gadis miskin yang tidak memiliki orang tua. Hanya orang aneh yang akan mengizinkan anak mereka menikah dengan gadis sepertinya.
"Aku sudah melihat foto kebersamaan kalian." Valerie menyandarkan punggungnya, menatap Eleanor dengan lekat seolah sedang menilai gadis itu.
"Aku baru pertama kali melihat Andrew memperlakukan seorang gadis dengan manis. Bahkan tidak jarang aku melihat Andrew tersenyum di foto-foto itu. He looks very happy," lanjut Valerie kemudian menghirup segelas mocktail miliknya.
