SAS [0.04]

7.9K 421 20
                                    

"Yakin saja, hati tahu dimana tempat yang pantas untuk ia berteduh nan berlabuh."
---

Steve tampak santai menyenderkan punggungnya pada dinding, dengan kedua tangan yang ia masukkan di saku celananya. Lelaki itu saat ini tengah menunggu Sheenaz, di samping pintu kelasnya.

Tak lama kemudian, suara pintu kelas pun terbuka, membuat Steve dengan refleks langsung merubah posisinya. Bu Eva yang mengajar dikelas itu keluar, dengan diikuti oleh beberapa siswa dibelakangnya.

"Bu." Steve tersenyum pada bu Eva, kemudian mencium punggung tangannya.

"Sedang apa kamu disini Steve?"

"Oh, lagi nunggu temen bu." Balas Steve, dan bu Eva hanya beroh-ria. Setelahnya, bu Eva pun pamit untuk kembali ke kantor.

"Ihh gila, baper banget tau ga sih tuh drakor!"

"Banget, banget, banget! Coba aja tadi bu Eva ga dateng, mungkin gue lanjutin nontonnya."

Mendengar suara seseorang dari belakang, membuat Steve membalikkan tubuhnya, menatap ketiga gadis yang baru saja keluar dari kelas.

"Shee?"

Ketiga gadis itu mendongak, menatap lelaki tampan yang kini sudah berdiri dihadapan mereka. Sheenaz, gadis itu tampak terheran mendapati Steve yang saat ini berada di didepan kelasnya.

"Kak Steve? Ngapain?"

"Nungguin lo." Balas Steve santai, sambil tersenyum menatap Sheenaz.

"Nungguin aku?"

"Iya, yuk!" Steve hendak meraih tangan Sheenaz, namun gadis itu lebih dulu mencegahnya.

"Tapi---aku mau pulang sendiri kak, aku-"

"Kita duluan ya, Ta, Ven!" Steve menyela ucapan Sheenaz. Lelaki itu dengan watados nya menarik tangan Sheenaz, membawa ke parkiran dimana mobilnya terparkir disana.

Zetta dan Venta melempar senyum nya. Mata keduanya menatap punggung sahabatnya yang perlahan mulai menjauh.

"Beruntung ya Sheenaz, bisa dapetin cowok ganteng dan baik kayak kak Steve."

"Iya. Udah ganteng, baik, tajir lagi! Kita do'ain aja yang terbaik buat mereka berdua."

•••

Suasana didalam mobil milik Steve tampak canggung. Kedua makhluk yang berada didalam mobil itu terlihat enggan untuk memulai pembicaraan. Sejak mobil yang dikendarai oleh Steve keluar dari area sekolah, lelaki itu terus mengulum senyumnya. Entah harus bagaimana ia menggambarkan situasi saat ini. Yang jelas, ia sangat senang! Senang karena akhirnya Sheenaz mau pulang bersamanya, walaupun ia memaksa.

"Shee?" Steve melirik sekilas kearah Sheenaz.

"I--iya kak?"

"Makasih ya."

"Buat apa?"

Steve kembali tersenyum. Lelaki itu menggelengkan kepalanya.

Kak Steve kenapa sih?

"Oh iya, abis ini kemana nih? Belok kanan atau kiri?"

"Kanan kak."

"Oke." Steve membelokkan mobilnya kearah kanan, sesuai dengan instruksi yang diberikan oleh Sheenaz. Hingga akhirnya, mobil yang dikendarai oleh Steve memasuki sebuah gang kecil yang lebarnya hanya cukup untuk satu mobil.

"Itu kak yang warna dinding nya biru, yang ada toko cupcake di samping kirinya."

Steve mengangguk mengerti. Ia pun mulai melajukan mobilnya menuju rumah yang ditunjuk oleh Sheenaz. Lelaki itu memarkirkan mobilnya disamping kanan rumah biru tersebut, dimana disana ada sebuah lapangan yang ukurannya lumayan besar.

Steve membantu Sheenaz melepaskan seat-belt nya. Setelahnya, ia pun keluar dari pintu kemudi.

"Makasih ya kak." Ujar Sheenaz, menatap Steve yang kini sudah berdiri dihadapannya.

"Iya sama-sama." Steve mengacak rambut Sheenaz, sambil tersenyum.

"Kakak mau masuk dulu?"

"Boleh?" Steve tersenyum jahil, alhasil, Sheenaz pun ikut menampilkan senyuman tipisnya.

"Ya boleh lah kak, ayok."

Steve mengangguk. Ia pun mengikuti langkah Sheenaz, berjalan menuju gerbang rumah gadis itu.

"Maaf ya kak, rumah aku jelek." Ujar Sheenaz sambil menyengir lebar.

"Ga masalah." Balas Steve, lalu mulai melanjutkan kembali langkahnya yang sempat tertunda.

Tok! Tok! Tok!

Masih belum ada jawaban dari dalam.

Tok! Tok! Tok!

Ceklek!

Pintu rumah Sheenaz terbuka, menampilkan seorang wanita paruh baya dengan celemek yang berada didepan tubuhnya. Wanita itu tersenyum menatap kedua remaja yang kini berdiri dihadapannya.

"Assalamualaikum tante." Steve membalas senyuman wanita dihadapannya, lalu dilanjut mencium punggung tangannya. Sama hal nya yang dilakukan oleh Steve, Sheenaz pun mencium punggung tangan bundanya--Rana.

"Wa'alaikumsalam nak, siapa ya? Pacar Sheenaz?"

"Bunda!!" Rengek Sheenaz, menatap bunda nya kesal. Gadis itu merasakan pipinya memanas.

"Boleh emang tan?" Steve tersenyum jahil.

"Udah yuk, kita masuk." Sheenaz mengalihkan pembicaraan. Gadis itu berjalan lebih dulu meninggalkan bundanya dan juga Steve yang masih berdiri di ambang pintu.

"Ayo nak masuk."

Steve mengangguk, lalu berjalan mengikuti langkah bunda Sheenaz.

"Maaf ya nak, rumah tante dan Sheenaz emang kayak gini."

"Gapapa tan."

"Kamu duduk dulu nak, tante ke belakang sebentar ya."

"Iya tan."

Setelah perginya bunda Sheenaz ke belakang, Steve pun mendudukkan bokongnya di sofa usang berwarna merah yang berada di ruang tamu itu. Steve mengedarkan pandangannya menyapu sekelilingnya. Rumah Sheenaz tidak terlalu besar. Bahkan, jika dibandingkan dengan rumah Steve pun, ukurannya sangat jauh berbeda.

Fyi, dirumah sesederhana ini, Sheenaz hanya tinggal bersama bunda nya. Sedangkan ayahnya? Ayahnya sudah meninggal sejak tiga tahun yang lalu. Bunda Sheenaz mencoba untuk membuka toko cupcake kecil-kecilan, untuk sekolah Sheenaz serta untuk makan sehari-hari. Beruntung, Sheenaz bisa sekolah di sekolah yang sama dengan Steve, karena beasiswa yang diraih dan diterimanya.

"Kak?"

Steve beralih menatap Sheenaz yang kini sudah duduk di sampingnya, dengan pakaian yang sudah ia ganti. Gadis itu memakai kaos berlengan pendek berwarna biru, dengan celana legging panjang berwarna hitam. Rambut hitam sepunggungnya ia biarkan tergerai.

"Cuma ada teh hangat di rumah aku, maaf ya kak."

"Minta maaf mulu, gapapa kali. Gue minum ya."

"Iya kak minum aja."

Steve mengangguk. Lelaki itu meraih gelas yang berada diatas meja, lalu mulai meminum teh hangat yang telah dibuatkan oleh Sheenaz.

"Manis, kayak yang buat." Steve menyimpan gelasnya, menatap Sheenaz dengan senyuman manisnya.

Deg!

Sheenaz merasakan jantungnya berdetak dua kali lebih cepat. Bahkan, ia pun merasakan pipinya memanas. Astaga, apa ini yang dinamakan baper?

"Shee? Kenapa, kok diem? Baper ya?"

"Eh? Eng--engga! Apaan sih!"

•••

Voment😍

STEVE and SHEENAZ (Akan Diterbitkan)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang