SAS [0.11]

5.4K 289 20
                                    

"Aku tidak bisa mengelak, bahwa saat ini aku benar-benar merasa cemburu."
---

"Kak Steve?" Sheenaz menyergit bingung, menatap Steve yang tengah berdiri di depan pintu kelasnya. Beruntung, semua siswa yang tidak melaksanakan piket sudah pulang. Jadi hanya tersisa beberapa siswa saja dikelas, termasuk dirinya yang baru saja selesai melaksanakan piket.

"Hai." Steve tersenyum menatap Sheenaz.

"Kakak ngapain disini? Nungguin aku?"

"Ya jelas lah, yuk pulang."

"Emm--aku gabisa bareng kakak, maaf." Cicit Sheenaz pelan, sambil menggigit bibir bawahnya ragu.

"Kenapa?"

"Sheenaz bareng gue."

Suara bass milik seseorang, seolah mengintruksi Steve untuk menoleh kebelakang. Steve menatap Juan yang tengah tersenyum miring padanya, sambil melangkah mendekati Sheenaz, berdiri di samping gadis itu.

"Kita pulang sekarang?" Senyuman Juan berganti lembut ketika menatap Sheenaz.

"I--iya kak." Sheenaz menjeda. Gadis itu menoleh kearah Steve. "Aku--aku, sama kak Juan pulang duluan ya kak."

Steve hanya mengangguk pelan. Lelaki itu tidak bisa memaksa Sheenaz untuk pulang bersamanya. Lagipula, sepertinya gadis itu senang bersama Juan.

Huh! Sakit sih, tapi mau gimana lagi? Jalani aja, akhir kehidupan sudah ditentukan oleh Tuhan, dan pastinya yang terbaik!

"Gue ikutin mereka deh." Ujarnya, lalu mulai melangkah meninggalkan kelas Sheenaz untuk menuju ke parkiran.

•••

"Kak, jangan liatin aku kayak gitu." Ujar Sheenaz, merasa risih akan tatapan yang diberikan oleh Juan. Semenjak mobil yang dikendarai oleh Juan melaju meninggalkan sekolah, lelaki itu sesekali mencuri pandang pada gadis yang duduk di sebelahnya.

Juan terkekeh pelan. "Kenapa? Lo risih?"

"I--iya."

"Lo cantik Shee. Makanya, gue suka." Juan memfokuskan matanya menatap ke depan.

"Ma--maksud kakak?" Sheenaz sedikit terkejut mendengar ucapan Juan barusan.

"Iya gue suka. Suka sama lo, Sheenaz Brianna."

"Kakak bercanda kan? Ga--ga mungkin kalo kakak su-"

"Apasih di dunia ini yang ga mungkin? Emang salah ya kalo gue suka sama lo? Steve aja bisa, kenapa gue ga?"

"Ya, eng--engga. Lagipula, suka, sayang, atau cinta sama seseorang itu hak kita kok ga ada yang larang."

Juan terkekeh pelan mendengar ucapan Sheenaz. Lelaki itu mengacak rambut Sheenaz sekilas, lalu mulai kembali fokus menyetir.

Tunggu kejutan dari gue Shee. Lo akan jadi milik gue, sekaligus wanita gue!

•••

Dari jarak yang cukup jauh Steve memberhentikan mobilnya. Ia menurunkan sedikit kaca mata hitam yang bertengger di hidung mancungnya, menatap lurus kedepan, atau lebih tepatnya pada sebuah mobil sports hitam yang berhenti didepan rumah Sheenaz.

Seketika, mata Steve membulatkan sempurna, saat matanya menangkap sosok Juan yang tengah mendekatkan wajahnya dengan wajah Sheenaz. Beruntung, gadis itu dengan cepat memundurkan tubuhnya, coba jika tidak? Mungkin Juan berhasil mengambil first kiss nya. Dan jika itu semua terjadi, Steve tidak akan segan-segan untuk keluar dari mobil, menghajar Juan habis-habisan.

"Sial! Ternyata feeling gue selama ini bener, lo bukan cowok baik-baik!"

"Awas lo aja kalo sampe lo berani macem-macem ke Sheenaz lebih dari ini, gue akan kasih pelajaran ke lo, Juan!"

Steve menghembuskan nafas nya lega, kala melihat Sheenaz yang tampak buru-buru membuka pintu gerbang rumahnya. Gadis itu tampak menunduk, mungkin takut pada Juan.

Steve menyalakan mesin mobilnya kembali, menancap gas untuk menuju kerumahnya.

Setelah menyimpan mobilnya di bagasi, Steve langsung saja bergegas memasuki rumahnya.

"Assalamualaikum!"

"Wa'alaikumsalam. Udah pulang bang?"

Steve tersenyum menatap Vandra, yang menyambut hangat kedatangan nya. Ia pun berjalan menghampiri mommy nya itu.

"Mommy, iya nih mom." Ujar Steve, seraya mencium punggung tangan Vandra, sedangkan Vandra mengusap rambut tebal putranya gemas.

"Gih ke kamar, ganti baju, abis itu mandi."

"Iya mom, abang ke kamar yah." Steve menyempatkan diri untuk mengecup kedua pipi mommy nya, sebelum ia pergi ke kamar.

Di dalam kamar, Steve langsung saja melepas seragamnya, hingga tersisa kaos putih polos dengan celana pendek hitamnya. Ia meraih ponselnya yang berada di atas sofa, guna menghubungi seseorang.

"Halo Shee?"

"Assalamualaikum kak?"

"Ah iya sorry, wa'alaikumsalam."

"Kenapa ya kak?"

"Gimana? Lo pulang dengan selamat kan? Gue kagum sama lo, karena tadi lo gesit banget hindarin si brengsek itu."

"Ma--maksud kakak? Kakak tau kalo tadi kak Juan mau-"

"Iya. Dan kalo sampe si Juan ngelakuin hal macem-macem ke lo, gue ga akan tinggal diem Shee. Lo tenang aja."

"Ma--maaf kak, tadi aku nolak pulang bareng kakak, itu karena aku udah janji mau pulang bareng kak Juan."

"Santai aja. Gue tutup dulu ya? Nanti-nanti kalo lo diajak pulang sama Juan, jangan mau! Besok pagi gue jemput, bye!"

Tut!

Steve memutuskan sambungannya sepihak. Ia melempar ponselnya asal diatas sofa, lalu ikut mendudukkan dirinya disana. Hari ini cukup melelahkan bagi Steve. Bertemu dengan si centil Bricia, dan juga harus merelakan Sheenaz pulang bersama Juan.

Ngomong-ngomong tentang Juan, sebenarnya Steve tau jika lelaki itu kurang baik. Dulu, Steve pernah memergoki Juan tengah berada di club malam. Maka dari itu, feeling Steve kuat mengatakan bahwa Juan itu bukan lelaki baik.

"Setelah semuanya terbukti didepan mata gue sendiri, gue jadi yakin kalo lo emang lelaki brengsek Juan!"

"Lo tenang aja Shee, mulai sekarang, gue ga akan biarin lo deket-deket sama Juan lagi!"

•••

Voment😍

STEVE and SHEENAZ (Akan Diterbitkan)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang