-9-

2.9K 256 64
                                    

Singto berlari kedalam kamar setelah mendengar teriakan Krist.

"Ada apa?"

"Aku.. Aku tidak tahu.. Kit tadi buka boxnya terus tiba-tiba dia teriak nama Phi." Jamy yang bingung memeluk Krist erat.

"Kit, kenapa?" Singto mengelus kepala Krist khawatir.

Krist melepas genggaman Jamy lalu memeluk Singto erat, tidak berbicara dan hanya menunjuk kotak hadiah tadi diranjangnya dengan gemeteran.

Namtan mengambil kotak hadiah itu dan menggoyangkannya, "Mau... lihat apa yang ada didalam?" dengan melihat Singto.

"Iya." Singto mengangguk sambil masih mengelus belakang Krist.

Namtan membuka perlahan kotaknya, "Ya Tuhan." lalu memegang mulutnya.

Jamy penasaran dan mengintip apa yang didalam, "Shi*"

.
.

"Phi. Apa kau temukan sesuatu yang aneh?" Singto berdiri dari kursinya saat melihat Tor masuk.

Tor. Sahabat Singto. Kepala kepolisian di Thailand.

 Kepala kepolisian di Thailand

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Nggak. Siapapun yang melakukan ini bisa dibilang pro. Tidak ada sidik jari atau apapun itu." Tor duduk di sofa sambil menghela nafas.

Singto dengan kasar meremas rambutnya geram, "Fck! Kenapa ada orang yang tega ngelakuin hal ini! Memeras? Okelah tapi sampai membunuh anak anjing yang gak berdosa dan mengirim bangkainya kepemiliknya is fcking sick!"

"Dan.. setelah dicek bangkainya ratusan kali tetap gak menemukan apapun. Ini bukan tentang menyakiti anjingnya tapi langsung mengincar bagian lehernya." Tor menjelaskan dengan wajah serius.

"Seberapa dalam potongannya?"

"Dalam. Hampir mendekati leher anjingnya...." Tor diam tidak tau kata yang tepat untuk menyebutkan situasinya.

"Lepas dari tubuhnya.."

Setelah itu diam, Singto masih tidak menyangka ada orang yang begitu kejam sampai membunuh anak anjing kecil itu dengan cara yang tragis lagi parahnya. Ntah orang mana yang tidak punya hati nurani.

"Dengar. Phi akan melakukan apapun untuk menolongmu, kita bicara tentang anak presiden itukan?" Tor mencoba meyakinkan Singto yang sedaritadi hanya diam.

Sebelum Singto menjawab handphonenya berbunyi, "Iya. Aku akan pulang sekarang", lalu menutup telepon.

"Aku harus pulang, Krist sudah bangun dari tidurnya."

Krist tertidur waktu Singto datang ke kantor Tor, anak itu terus menangis karena sedih anjing satu-satunya mati begitu mengenaskan.

"Aku akan menelponmu kalau menemukan sesuatu." Tor berdiri memegang pundak Singto yang dibalas senyuman kecil, "Aku tau."

Singto berjalan keluar ruangan Tor tapi berhenti tiba-tiba melihat Tor lagi, "Phi-khap.. dia belum keluar dari penjara kan?"

Tor terkejut, "Nggak! Dia belum, kalau iya kau orang pertama yang akan aku beritahu."

.
.

Ketika Singto sampai dimansion, Pak President sudah dikamar Krist, melihat putranya. Singto yang melihat pemandangan tersebut hanya berdiri didekat pintu dengan Namtan yang mencuri pandangan dan Jamy yang masih disebelah Krist.

Pak president melihat Singto yang berdiri dipintu menyuruhnya untuk masuk.

"Dia demam tinggi." Namtan bicara yang sekarang berdiri sangat dekat dengan Singto.

Singto tidak mengatakan apapun hanya melihat Krist yang masih menangis.

"Krist.. Krist. Harus makan baru bisa minum obat." Pak Presiden mengelus punggung Krist.

"Tinggalkan aku sendiri!", "Keluar kalian." Krist berteriak.

Pak Presiden hanya menghela nafas, "Krist. Poh akan membelimu anak anjing yang baru yang sama dan kau bisa beri dia nama Menn lagi."

Krist berbalik melihat Ayahnya, "Itu gak mudah! Aku gak mau anjing baru! Aku mau Menn!" lalu menutup wajahnya lagi dengan bantal.

Singto mencoba ambil ahli situasi, "Erm, baiknya kita tinggalin Krist sendirian dulu jadi dia bisa istirahat karena percuma dalam kondisi begini."

Pak Presiden merasa bersalah disituaai seperti ini, dia tidak bisa berbuat apapun. Setelah mereka semua keluar dari kamar Krist, President memanggil Singto, "Khun-.. apakah Krist dalam bahaya?"

Singto mengeleng, "Tidak. Saya akui ini salah saya tidak melihat isi kotak tersebut dahulu."

Presiden memegang pundak Singto, "Aku percaya padamu. Aku ada meeting dengan perdana mentri, apakah harus membatalkannya saja?"

"Nggak, pergi saja Pak. Saya akan menjaga Krist." Singto mencoba meyakinkan.

.
.

Malam itu, penjagaan diperketat oleh Singto dan juga diperintahkan untuk tidak boleh satu orangpun keluar masuk mansion.

Singto duduk didepan pintu kamar Krist, anak itu belum mau siapapun untuk masuk kekamarnya. Tidak mau makan, tidak mau minum obat. Singto khawatir tapi dia juga tidak mau memaksa Krist.

"Khun-Singto, kenapa tidak beristirahat sejenak? Penjaga yang lain bisa menggantikanmu." Namtan tersenyum, berjalan dan duduk disebelah Singto.

"Nggak. Gpp. Ini pekerjaanku." Singto memegang kepalanya, dia lelah, sangat lelah tapi dia tidak bisa membiarkan orang lain yang menjaga Krist.

"Khun-Singto.. tentang yang tadi.. Aku.."

"Khun-Namtan, ini bukan waktu yang tepat untuk bicara hal itu. Lupakan saja, oke?" Singto berbicara lebih keperintah, dia mulai kesal kenapa Namtan bisa berbicara tentang perasaannya sedangkan keponakannya didalam lagi sakit dan shock.

"Khun-Singto. Kamu suka dengan Krist?"

"......."

Namtan memegang pipi Singto untuk menghadapnya, "Khun chop Kit meh?"

Singto melihat mata Namtan, "Siapa yang gak suka dengan dia."

"Ehm... Sorry bukan maksud untuk menggangu." Jamy yang baru keluar dari kamar Krist melihat posisi mereka berdua yang seperti sepasang kekasih itu.

"Kit.. mau bertemu dengan Phi."

Singto yang mendengar melepas tangan Namtan.

"Terimakasih sudah jaga Kit ya." Singto mengacak-ngacak rambut Jamy.

Jamy tersenyum, "Mai pe lai Phi. Aku pulang dulu, uda malam. Jee-gan khap." membungkuk dan me-wai Singto dan Namtan sebelum keluar mansion.

Tangan Singto baru memegang gagang pintu, mendengar suara Namtan yang kecil tapi masih bisa ia dengar, "Khu.. chop meung.."

Singto tidak melihat belakang, "Aku minta maaf. Namtan."

"... Apa karena Krist?"

"Apakah perlu dijelaskan?" Bukan menjawab, Singto berbalik tanya.

"Tapi.. dia.. dia kan.." Namtan mulai menangis, tidak menyangka kalau cintanya bertepuk sebelah tangan. Sifat Singto yang baik terhadapnya ternyata cuman sebatas formal.

"Aku minta maaf Namtan. Kau tidak bisa memaksakan perasaan.." Itu kata terakhir Singto sebelum masuk kedalam kamar Krist.

—To Be Continue 🌚🌝

(A/N: Sorry karena terlalu lama update karena Author liburan dan cuman sedikit there'll will have another some smut next week konkawan. Hari ini pengumuman PerayaProject2019 jam 6mlm. Jgn lupa ntnnn~)

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: May 25, 2019 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

My little preciousTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang