Izinkan saya menyampaikan, selamat menunaikan ibadah puasa bagi yang menjalankan. Semoga puasa kalian berkah hari demi harinya..
And Happy reading...
Setelah aku menghabiskan malam bersama Arsen setelah kejadian mabuk konyolku di bar, Arsen mengantarkan ku pulang saat siang hari. Ibu melihat kami dengan tatapan tak percaya, dan tentu saja aku jadi bahan ejekan adikku. Tapi ya sudahlah.
Arsen mengirim pesan singkat ke ponselku yang isinya nasehat, atau bisa juga di sebut peringatan untuk tidak mendekati bar atau alkohol tanpa dia yang berada di radius setidaknya 1 kilo meter denganku. Yang benar saja, lagi pula aku tidak berminat dengan minuman ajaib itu. Teh atau susu kocok lebih cocok untukku, atau es krim vanilla mungkin. Bagus! Sugesti Arsen berhasil merasuki pikiranku.
Siang ini untuk pertama kalinya di semester musim ini aku tidak masuk kuliah, dan itu sangat membuatku takut jika kredibilitas ku akan di perhitungan sebagai pemegang gelar 'mahasiswi beasiswa'. Aku berkali-kali memastikan pada teman sekampusku yang ku titipi absen, bahkan aku menelpon sendiri dosen mata kuliah yang hari ini masuk. Beruntung karena dia adalah dosen yang sangat pengertian.
Ini karena kebodohan diriku sendiri, jika saja aku tidak gegabah tadi malam. Pasti malam dan kuliahku akan terselamatkan. Aku berbaring di ranjang seperti pengangguran, dan aku baru sadar jika aku resmi menjadi pengangguran seutuhnya hari ini. Setelah Arsen mengirimkan surat mengulurkan diriku ke kafe. Ini menyedihkan.
Aku mencoba mengirim pesan singkat pada Laura, lega rasanya saat ia mengatakan Adlan mengantarnya sampai rumah bahkan menyelimutinya sebelum pergi.
Sekarang apa yang harus aku lakukan?
Membosankan.
"Snow, makan sianglah dulu." suara ibu di luar kamar membuatku terkejut, dia tidak berangkat kerja?
"Baik, bu."
Aku mengikat rambut ku asal, dan bergegas keluar kamar. Ibu sudah berada di meja makan bersama Ayah, makanan itu baunya lezat. Aku kelaparan.
"Ayah, dan Ibu tidak bekerja?" cetus ku saat aku mulai makan makanan yang terhidang.
"Kami sengaja mengambil libur," Ibu menuangkan jus jeruk yang aku yakin baru saja ia peras, "Ibu dengar ada yang sudah tidak bekerja di kafe lagi."
Aku cemberut saat ibu menggoda ku seperti itu. Ia tau benar betapa aku menginginkan pekerjaan itu saat pertama masuk kuliah, ayah tidak setuju tapi akhirnya ia mengalah.
"Bekerja atau tidak, itu tidak mengubah apapun. Benarkan?" tambah Ayah, membuatku makin cemberut.
"Ayah ayolah, aku sudah terbiasa bekerja." Aku melahap satu sendok besar Pai ayam yang lezat itu.
"Baiklah-baiklah..." Tawa ayah membuat ku sedikit menghilangkan cemberut di bibirku.
Aku merindukan mereka, sangat.
"Kau tau, 2 minggu lagi pernikahan kalian akan berlangsung. Ayah ingin kau mempersiapkan semuanya, mengikuti setiap arahan dan pertahankan hubungan baik antara kau dan Arsen." Ayah langsung pada pokok pembicaraan, aku menggigit bibir bawah ku karena merasa gugup.