Kaendra; Bang

709 134 12
                                    

Apa yang lo ketahui tentang waktu?

Enam puluh detik dalam satu menit, enam puluh menit dalam satu jam, dua puluh empat jam dalam sehari, tujuh hari dalam seminggu. Mungkin.

Atau yang lain?

Nyatanya, waktu adalah salah satu hal dalam hidup gue yang sangat perlu gue pertanyakan. Gue selalu menerka-nerka apakah dulu Tuhan sengaja menciptakan waktu agar bisa mempermainkan perasaan seseorang?

Ada kalanya gue bertanya; kenapa waktu hanya di setting untuk berjalan maju? Kenapa waktu nggak bisa berjalan mundur? Kalo gue memohon-mohon sambil menangis darah, apakah Tuhan akan mengasihani gue dan mengembalikan sedikit waktu yang telah lalu walau hanya sepersekian detik?

Namun Tuhan nggak sebercanda itu.

Setiap manusia sama-sama memiliki waktu dua puluh empat jam dalam sehari, bedanya hanya pada bagaimana manusia tersebut memanfaatkan waktu yang ada. Gue pun begitu. Ada dua tipe waktu yang selalu terjadi dalam siklus ingatan gue; waktu senang ketika gue hidup nyaman dan bahagia bareng nyokap, dan waktu sedih ketika...nyokap mutusin buat nikah lagi.

Gue cukup inget gimana nyokap pulang kerja dan dengan raut bahagianya tiba-tiba ngenalin gue kepada dua orang asing. "Kaendra, ini temen kantor mama sama anaknya, Arkan."

Cowok bernama Arkan yang terlihat sedikit lebih tua dari gue itu mengulurkan tangan. Gue yang waktu itu cukup polos dan masih belum paham ke mana arah perkenalan ini terjadi, dengan santainya membalas jabatan tangan Arkan dan temen kantor nyokap.

Si Arkan ini cowok yang penampilannya amat sangat terlihat rapi. Beda sama gue yang suka pake baju sekenanya. Bau badannya harum, ditambah senyumnya yang gue yakin cewek mana pun bakal langsung bertekuk lutut. Oh, jangan lupa soal kacamata bening yang bertengger di wajah putihnya, menambah poin kharisma tersendiri.

Tapi semua pujian gue itu buyar ketika sebuah acara pernikahan digelar, empat bulan setelah adegan perkenalan laknat itu. Gue dan Arkan resmi menjadi saudara. Tiri.

Seluruh atmosfir hidup gue langsung jungkir balik seratus delapan puluh derajat. Gue yang selama tujuh belas tahun terbiasa bareng nyokap, sekarang harus sukarela menerima kedatangan orang yang nggak gue tahu betul latar belakangnya. Pun semua ini akhirnya membuat gue perlahan menjauh dari jangkauan nyokap. Mulai dari masalah kecil seperti; "Kaendra, kamu manggil Arkan kok nggak pake 'Bang'? Nggak sopan ah." sampe ke masalah yang besar; gue nggak mau ikut pindah ke rumah bokap tiri gue dan meninggalkan rumah lama gue beserta kenangan yang udah terukir tak kasat mata di tiap inci-nya. Beruntungnya nyokap paham dan nggak jadi ngejual rumahnya, jadi gue masih bisa dateng sesekali.

Anggap gue kekanakan, tapi statement gue sejak dulu adalah; saudara tiri itu jahat. Gue nggak munafik, gue dulu juga pernah nonton atau baca cerita tentang orang yang hidup menderita karena disiksa oleh saudara tirinya. Bokap dan kakak tiri gue selama ini emang nggak pernah jahat, justru mereka baik ke gue dan nyokap. Cuma, andai lo tau, gimana rasanya sebuah kastil kokoh yang udah dibangun sedemikian rupa, tiba-tiba dijajah oleh sekutu tanpa permisi. Gue nggak suka. Terlebih ketika ngeliat nyokap yang lebih akrab sama Arkan dari pada anak kandungnya sendiri.

Nggak jarang Arkan dan bokap tiri gue berusaha ngedeketin gue. Mulai dari nanyain hobi, beliin makanan, nemenin nonton televisi, dan lain sebagainya. Tapi respon gue cuma seadanya. Gue yakin mereka nggak cukup bodoh buat paham situasi gue, jadi semoga mereka juga bisa perlahan mundur teratur dari hidup gue.

Iya, gue emang jahat.

Sampai suatu hari, gue bertengkar hebat sama nyokap. Gue nggak tau awalnya gimana, yang gue inget cuma tangan nyokap yang dulu dipake buat nyuapin gue, nyisirin rambut gue, dan benerin dasi seragam gue, dipake buat nampar pipi kiri gue untuk pertama kalinya. Tangan halusnya terasa di kulit, namun rasa murkanya terekam di memori. Akhirnya gue memutuskan buat tinggal sementara di rumah lama. Gue udah muak sama semua ini.

SHEET OF SIN; MONSTA XTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang