outro;

716 115 34
                                    

Janu menutup map besar di hadapannya. Menyudahi aktivitas membaca. Beberapa pasang mata di samping dan belakangnya mengedip takjub, ada pula yang berkaca-kaca. "Udah selesai nih, bacain cerita kalian. Seru, deh."

"Dih, Wafi nangis!" Ledek Mirza ke arah cowok berotot itu. "CUPU."

"Diem lo!" Bantah Wafi, lalu berlari mengejar cowok yang sedetik lalu menghinanya.

"Gue jadi inget abang gue deh." Celetuk Kaendra. "Besok ke makam lagi, ah."

"Ikut dong!" Sahut Baim, mengangkat tangannya tinggi-tinggi seperti hendak menjawab kuis dari dosen. "Kenalin adek lo yang ganteng ini."

"Ew, masih untung Valerie khilaf mau nerima lo." Ini jelas suara cempreng Juan.

"Congornya tolong dijaga."

"Btw, gue baru tau lho kalo Izan punya kakak cantik." Celetuk Wafi, setelah capek kejar-kejaran sama Mirza. Nggak lama, kepalanya ditoyor sama Izan.

"Kakak gue udah bersuami masih mau diembat?!"

"Sekarang kan lagi populer tuh, jadi pelakor."

"Yang mau lo embat tuh kakak gue atau suaminya sih, kok namanya pelakor?"

"Sialan."

Nggak terasa, waktu udah menunjukkan pukul satu dini hari. Untung besok hari minggu, jadi ketujuh lelaki yang mulai beranjak dewasa dan menemukan jati diri itu masih punya kesempatan untuk bangun siang.

Semua berawal dari kegabutan seorang Tanaka Janu. Bayangkan, Janu kalau gabut itung-itung juga berfaedah rupanya. Ia iseng, menyuruh teman-teman satu kontrakannya untuk berbagi cerita tentang 'dosa' mereka dalam sebuah tulisan yang nantinya dijadikan satu di dalam map hitam besar. Bodohnya, mereka sih nurut aja.

Coba kalo mereka nggak nurut, cerita ini nggak bakal ada.

Karena mereka berada pada satu pemikiran yang sama; bahwa nggak selamanya dosa itu ada untuk disembunyikan. Ada waktu tersendiri untuk menceritakan sebuah dosa, namun bukan untuk diolok, tapi dijadikan pelajaran dan intropeksi di kemudian hari.

"Tapi, Izan kenapa milih cerita pas dia masuk islam sih? Bukannya nganut agama justru hal bagus?" Tanya Kaendra yang cukup mengejutkan penghuni lain dan disahuti dengan tatapan 'iya juga ya'. Bahkan ada yang kaget seperti Juan, yang menatap Kaendra nggak percaya.

"Iya, padahal gue yakin dosa Izan ada yang lebih gede dari itu."

"Dosa lah, gue berasa udah mengkhianati keluarga gue, dan tentunya Tuhan gue, dulu." Jawab Izan datar.

"Tapi itu kan pilihan lo, semua berhak punya pilihan dan pendapatnya masing-masing."

"Ndra, gue males debat kayak waktu dulu di warkop."

Semua menimpali dengan gelak tawa. Karena mereka tahu bahwa hubungan Izan dan Kaendra seperti anjing dan kucing, berselisih ketika bertemu, namun saling merindukan dalam jarak jauh.

Akhirnya mereka kembali pada aktivitas masing-masing, seperti mengerjakan tugas, main game, dan nonton televisi sampai nggak tahu kapan. Yang pasti, mereka akan tetap seperti ini, meskipun segala dosa telah tercurah tanpa sekat, dan mereka saling menerima kekurangan masing-masing, ditutup dengan kebersamaan yang nggak akan mereka temukan di tempat lain.

END

Huft.

Hehe akhirnya book ini selesai. Terima kasih buat kalian yang masih mau membaca cerita absurd ini sampai di chapter terakhir. Makasih juga buat kalian yang kasih vote dan komentar-komentar yang bikin saya terharu. Kalian semua luar biasa!

Akhir kata, maaf jika ada kalimat dalam book ini yang menyinggung atau tidak berkenan di hati kalian. sampai jumpa di book berikutnya!

Btw, part siapa yang paling kalian suka?

SHEET OF SIN; MONSTA XTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang