BAB 4 : Drama Musikal Batal?

200 29 25
                                    

Kali ini aku sedang mondar-mandir di balkon sempit rumahku sambil memikirkan bagaimana aku bisa memerani tokoh utama didrama musikal dua hari mendatang. Memikirkan rumitnya harus beradu peran dengan Kak Yogi. Itu semua membuatku pusing. Seharusnya memang aku senang, tapi lagi-lagi mentalku masih belum siap. Kak Yogi terlalu pintar dalam segala bidang. Tapi, bagaimana dengan aku? Kemampuanku nol, memalukan bukan.

Aku harap aku bisa melakukan tugas ini dengan baik. Semua demi organisasi. Anggap saja ini hal yang ringan dan anggap saja aku memiliki bakat terpendam dalam hal bergulat dengan dunia drama. Sekali lagi, ini adalah sebuah organisasi aku harus membuang sikap egois.

Drrrtt...drrttt...

Handphone milikku bergetar. Tertera nama Helmi dilayar. Mau apalagi dia?!

"Halo hel, apa kau mau mengganti peranku? Dengan senang hati, silahkan hel," kataku dengan nada dibuat-buat dan sedikit drama. Padahal Helmi belum berkata sedikit pun. Kebetulan sekali ia meneleponku amarah kekesalanku telah tumpah. Helmi jadi pelampiasannya. Salahkan Helmi yang datang bukan pada waktunya.

"Sudah selesai pidatomu Ellena? Kau benar, kau bukan lagi tokoh utama. Bukan hanya kau, tapi semuanya. Tak ada penampilan drama musikal untuk lusa," jawab Helmi dengan nada baku dan suara tenangnya.

Itulah yang membuat Helmi memiliki jabatan ketua karang taruna padahal umurnya masih muda, satu tahun lebih tua dariku. Gaya bicara bakunya yang menjadi daya tarik jabatannya. Padahal laki-laki yang lebih tua darinya masih banyak.

Aku jelas tak percaya. Helmi tak pernah serius jika bicara denganku. Mungkin dia marah aku berkata berlebihan diawal panggilan.

"Maafkan aku Hel. Kau marah? Tolong percayalah aku hanya bercanda. Aku akan melaksanakan tugas dengan baik. Serahkan saja padaku," aku meniru gaya bicara Helmi dengan logat baku khas dia.

"Kau mulai aneh El. Tak ada yang marah padamu. Aku serius, drama akan dibatalkan," Helmi mulai menaikkan satu oktaf nada bicaranya. Aku rasa dia benar-benar serius sekarang.

"Tapi kenapa dibatalkan?"

"Yogi kecelakaan, sama Ranvi juga," jelas Helmi.

"Sekarang Kak Yogi dimana? Dia baik-baik aja kan?" Tanyaku gugup.

"Kau ada apa dengan Yogi? Ranvi juga kecelakaan. Kau tidak mengkhawatirkan dia?" Tanya Helmi keheranan.

Benar juga. Aku tak mau membuat Helmi curiga, langsung saja aku bertanya.

"Ranvi juga baik-baik kan? Dia dimana?" Tanyaku cepat-cepat.

"Mereka sempat dibawa ke klinik. Ranvi pingsan, tapi mereka tak perlu dirawat inap kata dokter."

Aku hanya diam. Jika tadi aku khawatir dengan penampilan drama, sekarang aku khawatir dengan keadaan Kak Yogi. Tapi, aku harus bisa memgendalikan diri untuk tidak bertanya macam-macam. Sebenarnya aku ingin tahu bagaimana kronologis kecelakaan, tapi aku tak mau membuat Helmi lebih curiga.

"Untuk penampilan, kita ambil band. Personil laki-laki semua. Untuk yang perempuan besok ke aula buat bersih-bersih dan dekor panggung."

"Oke. Kalau mau jenguk mereka kasih kabar ya."

"Secepatnya kuberi kabar. Kelihatannya kau sangat mengkhawatirkan mereka berdua," Helmi berkata dengan polos.

"Tentu," aku menjawab sambil diiringi tutupan telepon.

Kusandarkan tubuhku disofa yang sudah melesak ini. Aku hampir lupa, ternyata kopiku hampir dingin. Langsung kusesap sampai habis. Seketika teringat, Kak Yogi kecelakaan!

Entah mendapat pikiran darimana aku membuka WhatsApp, lalu mengetuk kontak Kak Yogi. Demi apa tanganku mulai mengetik sesuatu. Hampir kutekan tombol kirim. Tapi, aku urungkan. Aku melangkahkan kaki ke kamar lalu mengambil secarik kertas dan pena.

Kususun beberapa kata. Lalu kucoret lagi. Hampir kuulangi seperti itu. Tiga kali menulis, tiga kali juga mencoret. Hingga aku menemukan kalimat yang pas dan segera kusalin di handphone. Dengan ragu dan sedikit bimbang aku menekan tombol send.

Assalamu'alaikum kak. Gimana keadaan Kak Yogi. Aku dengar kakak kecelakaan.
11.15
Read

Wa'alaikumsalam. Iya El. Tidak terlalu parah, hanya luka-luka dilutut dan lengan. Dibagian pundak juga sedikit kesleo.
11.17
Read

"Get well soon."
11.18
Read

"Thanks Ell :)"
11.18
Read

Pesan singkat dan sederhana, tapi mampu membuatku senyum-senyum tak jelas. Terlalu kakunya diriku, sampai mengirim pesan pun harus corat-coret dikertas dan hasil pesan yang aku kirimkan pun masih aneh kalimatnya. Lebih mirip dialog karya anak SD. Miris!

Setelahnya aku tak membalas lagi, setidaknya aku tahu dia baik-baik saja.

***

"Ellena taruh novelmu. Makan malam sudah siap," ibu menghampiriku ke kamar.

Segera kututup novel, lalu bergegas menuju meja makan dan melahap santapan makan malam dengan cepat. Setelah selesai makan ibu baru memulai pembicaraan, karena ibu sangat tidak suka ada perbicangan disela-sela makan.

"Ellena, Jum'at besok kita ke Malang. Maaf, ini memang mendadak. Seharusnya ibu bilang dari kemarin-kemarin tapi ibu lupa. Mas Fariz, anak Budhe Sinta mau menikah. Kamu harus ikut ya."

"Tapi, mendadak banget bu. Karang taruna juga ada acara," aku berkata jujur.

"Iya ibu tahu. Kamu izin dulu ya, pasti boleh kan?"

"Iya, besok aku ikut," jawabku sambil masuk kekamar dan mengirim sebuah pesan untuk Helmi. Jangan salah paham, aku hanya ingin meminta izin untuk tidak mengikuti acara dua hari mendatang.

Untungnya Helmi merespon dengan cepat dan memberiku izin dengan syarat aku harus jadi penanggung jawab dalam glady bersih besok dan pendekor panggung. Oke, bukan masalah yang berat.

---------------------

See you ♡

Maaf part ini receh banget ya?
Tapi, sesuai janji kan malam ini aku update!

SemuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang