Part 47

338 53 6
                                    

Bersyukurlah pada alam yang sedang baik hari itu. Perjalanan lancar, dan juga suasana yang tidak begitu panas namun tidak hujan. Mereka sempat beristirahat satu kali ketika jam makan siang.

Di salah satu restoran besar yang ada di jalan menuju Medan – Aceh itu. Disana Henry memesan beberapa ekor ayam kampong bakar, beserta nasi dengan sayuran yang bisa mengisi kekosongan perut mereka. Henry sengaja membeli beberapa ekor ayam, karena ayam kampong itu ukurannya kecil.

Terlebih lagi Henry adalah seorang blasteran yang sering tinggal lama di Inggris, tentu ia menyadari jika cara makan orang luar berbeda dengan mereka yang ada di Malaysia atau Indonesia. Henry juga menyadari jika Tiffany tidak begitu nafsu makan ketika sebelumnya ia menawari roti yang ia beli di minimarket sebelumnya.

Henry paham jika roti itu berbeda dengan roti yang biasa dimakan oleh orang luar. Dia juga tidak menyalahkan jika Tiffany terlihat picky dengan makanan itu, karena memang makanan yang ada di sini berbeda dengan makanan yang biasa ia makan.

Ketika makanan tiba dan dihidangkan, bau ayam bakar langsung tercium. Semakin menggugah selera makan dan membuat perut semakin meminta untuk secepat mungkin di isi.

"Is it rice?" tanya Tiffany ketika melihat nasi putih dihidangkan di meja makan mereka bertiga.

"Kau mengetahuinya?" kata Henry kaget.

"Tentu, kami orang Korea juga memakannya. Sudah lama sekali aku tidak makan ini. Yah walaupun sedikit berbeda dengan nasi yang ada di Korea, setidaknya ini baik dan mampu mengobati kangenku" kata Tiffany senang.

"Oh, jadi kau orang Korea? Ibuku juga orang Korea" kata Henry senang.

"Tapi kau tidak terlihat seperti orang Korea" kata Tiffany curiga.

"Dia ibu tiriku. Tapi aku sudah menganggapnya seperti ibuku sendiri. Karena ibu kandungku meninggal sejak aku terlahir" jelas Henry.

"Im sorry" kata Tiffany merasa tidak enak.

"No, its fine. Jadi kapan terakhir kali kamu ke Korea?" tanya Henry.

"Masih baru sebenarnya. Aku baru saja kembali setelah hampir 5 tahun menetap di Jerman. Tapi tak banyak yang bisa kulakukan disana, karena aku sakit" jawab Tiffany mencoba sedikit acuh namun tidak menghilangkan raut muka gugupnya itu.

"Kuharap kau sudah sembuh dan bisa segera kembali lagi kesana" kata Henry tersenyum sopan.

"Yeah, I wish" balas Tiffany pelan. Saking pelannya, ia yakin bahkan Henry tak akan bisa mendengarnya.

Henry berani bersumpah jika saat Tiffany mengatakan itu dengan pelan, ia melihat sorot mata sedih. Namun dengan segera sorot itu hilang ketika Henry berkedip.

Selepas makan, mereka sibuk berbincang bincang. Tentu saja karena baru selesai makan,mereka menunggu makanan turun sedikit dan beristirahat sebentar sebelum kembali melanjutkan perjalanan mereka.

Menurut Henry, lokasi perkebunan sudah dekat dan mereka akan tiba sekitar dua jam lagi. Mendengar itu Tiffany merasa lega, ia tak sabar untuk bisa berbaring tiduran. Tubuhnya sudah sangat kaku karena duduk terus, maklum saja Tiffany jarang bepergian lama menggunakan mobil.

Setidaknya Henry sebelumnya mengatakan jika di perkebunan mereka, ada sebuah rumah yang biasa Henry gunakan untuk tidur. Dan terdapat beberapa kamar dengan Kasur.

Tiba tiba saja alarm di ponsel Tiffany berbunyi. Tanda jika ia harus meminum obatnya. Tiffany memang sengaja untuk menyetel alarm itu, khawatir akan terlupa meminum obat.

Setelah mengetahui jika itu adalah jam minum obatnya, Tiffany mengambil obatnya dan meminumnya. Tanpa menyadari jika Henry memerhatikannya dalam diam.

Love in Friendship (Completed)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang