Bab 16

4.3K 918 112
                                    

Hari ini sudah sabtu lagi, lalu kapan aku bisa menjadi menantu bundamu?

Rumah keluarga Rafif yang biasanya selalu sepi, hari ini sudah ramai oleh para keluarga serta kerabat dekat yang memang sengaja diundang untuk acara berbuka puasa bersama anak yatim didetik-detik terakhir sebelum hari kemenangan tiba.

Karpet tebal memang sengaja di gelar pada halaman rumah, hingga ke jalanan, agar dapat digunakan sebagai tempat duduk kurang lebih 5000 anak yatim. Rutinitas seperti ini memang setiap tahunnya selalu dibuat oleh orangtua Rafif sebagai rasa syukur sekaligus menjalin silaturahmi kepada anak-anak yatim tersebut.

Sendi, bunda dari Rafif, memang orang yang aktif dalam kegiatan sosial. Karena menurut beliau, rezeki yang datang kepada keluarganya, sebagian besar adalah milik anak-anak yatim ini. Lagi pula, tidak ada orang yang jatuh miskin karena berbagi rezeki kepada orang lain.

Untuk itulah acara seperti ini selalu dia lakukan, dan Sendi berharap ke depannya akan dilanjutkan oleh anak-anaknya kelak.

Sendi bahkan memaksa anak-anaknya untuk turut serta membantu menjalankan acara ini. Dia memang sengaja melibatkan seluruh anak dan menantunya untuk menjadi panitia acara. Karena menurutnya, manusia tidak akan bergerak melakukan sesuatu hal baik kalau tidak dipaksa untuk dibiasakan.

"Calon istri lo datang tuh," bisik Shaka kepada Rafif yang masih sibuk mengatur sound system untuk digunakan ustazah nantinya dalam menyampaikan ceramah.

"Eh, lo enggak mau lihat. Buruan gih samperin. Kan katanya lo suka sama dia. Sana deketin. Apa lagi berantem nih, jadinya pura-pura enggak kenal gini."

"Apaan sih lo, Bang."

"Elah, pakai kesel segala. Cantik loh dia, pakai bajunya seragam gitu sama lo, warna putih."

"Lo juga warna putih kali."

"Oh, iya. Gue putih juga. Tapi kan hati gue udah milik istri gue, Rara. Kalau lo kan masih bebas. Jadi bisa kali gue samain dia ke ...."

"Bisa diem enggak lo, Bang? Dia datang juga buat nganterin makanan doang. Ribut banget sih, lo?" bentak Rafif cukup keras.

"Anter makanan?" gumam Shaka bingung. Pandangannya dia arahkan pada gadis bercadar yang baru tiba bersama ayahnya. Namun rasanya Shaka tidak melihat dia membawa makanan. Lalu kenapa Rafif bisa berkata demikian?

"Lo makin aneh sekarang."

Tidak bisa berlama-lama bicara dengan Rafif, Shaka langsung pergi meninggalkannya. Dia masih bingung dengan jalan pikiran Rafif yang tidak pernah bisa Shaka tebak.

***

"Enggak usah gugup. Ingat loh, Zee. Kita datang buat anter makanan, bukan buat cari perhatian," ucap Lian menasihati Zee yang duduk di sebelahnya.

"Siapa yang gugup sih?"

"Iya. Kamu enggak gugup, cuma gemeteran aja kan," kekeh Lian geli. "Tadinya abang juga enggak mau ajak kamu, tapi enggak enak nolak permintaan bunda Sendi. Dia baik banget loh, Zee. Semua karyawan abang dikasih THR sama dia. Makanya hari ini diminta datang semua."

"Zee tahu kok, Bang. Lagi juga Zee gugup bukan karena bakalan ketemu dia, tapi Zee gugup karena berhadapan sama 5000 anak yatim. Dan Zee enggak tahu harus bagaimana kalau ketemu anak-anak sebanyak itu."

"Ya kan enggak semuanya anak-anak. Gimana sih kamu?"

"Tapi kan mereka semua anak-anak yang butuh perhatian khusus semua. Masih pada kecil tapi enggak punya orangtua. Sumpah deh, Zee enggak bisa bayangin kalau Zee diposisi mereka semua," jelasnya sembari meringis takut.

Imam Pilihan HatiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang