Bab 19

4.8K 926 194
                                    

Kamu akan tetap baik-baik saja, meski aku harus terluka parah untuk kesekian kalinya.

Tidak bermaksud mengejar, Rafif melakukan semua ini hanya untuk menyelesaikan rasa penasaran dalam hatinya saja. Karena sampai detik ini rasa penasaran itu masih ada, dan akan terus berkembang ketika melihat perempuan itu berkeliaran di sekitarnya. Apalagi banyak hal yang Rafif temukan mengenai sosok perempuan itu hingga kini belum dapat dia pahami artinya.

Dengan semua alasan itulah, akhirnya Rafif memberanikan diri. Bertanya langsung kepada ayahnya yang jelas-jelas sangat mendukung hubungan Rafif dengan gadis itu, Quilla. Meski Rafif paham mengapa ayahnya sangat berharap dia bisa berdekatan atau memiliki hubungan yang spesial dengan Quilla, namun sampai detik ini Rafif masih belum tahu akan dibawa ke mana rasa penasarannya.

Apakah mungkin akan dia akhiri di pelaminan untuk menuntaskan rasa penasarannya? Ataukah ada pilihan lain yang dapat dia lakukan demi menyelesaikan semua ini.

Karena masih belum bisa memutuskan jawabannya, sekarang dia akan mencari tahu sendiri. Rafif yang jarang sekali datang ke kantor ayahnya tiba-tiba saja siang ini mendatangi kantor besar tersebut sebelum libur lebaran tiba.

Dua orang satpam yang berjaga di depan terlihat kaget atas kedatangan Rafif. Bukannya tidak tahu siapa Rafif,  namun dari isu yang beredar di kantor ini, bukankah Imam Abdul Hamid tidak akan menurunkan kepemimpinannya kepada putra terakhirnya itu. Atau mungkin ada alasan lain Rafif datang ke sini?

"Assalamu'alaikum, Pak Rafif," salam kedua satpam sambil menunduk hormat.

"Wa'alaikumsalam," jawabnya begitu singkat.

Dia sama sekali tidak ingin membuang waktu untuk berbincang-bincang tidak jelas dengan karyawan di perusahaan ini. Karena tujuannya datang bukan untuk itu.

Sambil terus menenangkan hatinya, Rafif sampai pada lantai di mana ayahnya bekerja. Sebelum dia berbelok menuju ruangan ayahnya, tidak sengaja dia melihat seseorang yang pastinya jauh lebih mengenal tentang Quilla.

Karena itu Rafif langsung mendekatinya, "assalamu'alaikum, Om."

"Wa'alaikumsalam," jawabnya cukup terkejut.

Pegawai yang tadi menjadi lawan bicaranya langsung dia tinggal, dan mengarahkan Rafif menuju ruang kerjanya. Sebenarnya tidak perlu dia ragukan lagi alasan Rafif mendatanginya saat ini, karena informasi dari sisi putrinya sendiri sudah cukup banyak mengenai Rafif.

Dan mungkin inilah waktu yang dia tunggu-tunggu.

"Ayo masuk, kalau di ruangan lebih nyaman bicaranya."

Rafif mengangguk setuju. Ia memang tidak terlalu mengenal laki-laki ini, namun dari terakhir kali informasi yang dia terima, ternyata ayahnya kemungkinan besar akan menurunkan kepemimpinannya pada laki-laki yang merupakan ayah dari Quilla.

Oleh karena itu Rafif menyadari betapa besar harapan ayahnya agar Rafif meminang Quilla dan menjadikan laki-laki paruh baya ini sebagai ayah mertuanya. Sehingga perusahaan keluarga yang sudah ayahnya bangun tidak jatuh ke orang lain, melainkan ke keluarganya sendiri.

"Kamu puasa kan hari ini?" tanya laki-laki itu saat mereka sudah duduk di sofa hitam besar dalam ruangannya.

"Alhamdulillah."

"Ngomong-ngomong ada alasan apa nih sampai kamu nemuin om? Kalau tahu kamu mau ngomong penting, om yang akan datangi kamu."

Sebuah kalimat basa basi yang Rafif dengar membuatnya menyematkan satu nilai buruk pada laki-laki paruh baya itu. Sebenarnya dari awal mereka bertemu dalam acara buka puasa bersama keluarga waktu itu, Rafif sudah bisa menilai seperti apa sosok sahabat ayahnya ini. Namun pada saat itu, Rafif tidak ingin menyimpulkan hal buruk. Karena biar bagaimana pun, dalam pertemuan pertama tidak boleh ada nilai buruk yang diberikan kepada orang lain. Apalagi sering terjadi kesalahan pada kesan pertama.

Imam Pilihan HatiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang