Bab 3

5.6K 777 172
                                    

Jangan karena kau sudah sering berbisik kepada bumi dan didengar oleh langit, maka kamu bisa berkomentar sesuka hati.

"Bang Rafif,"

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Bang Rafif,"

Panggilan itu terkesan sangat dibuat-buat. Zee yang biasanya selalu galak kepada Lian, kini di depan Rafif bisa bersikap sangat manis.

Rafif memang sengaja berdiri sedikit jauh dari tempat pembayaran di mana Lian sedang berada kini. Tapi siapa yang bisa menebak jika Zee akan mengikutinya.

"Kenapa?" tanya Rafif aneh karena sedari tadi Zee terus menatapnya.

"Kok enggak dibalikin note yang kemarin Zee kasih ke Bang Rafif," cengirnya lebar. Hingga kedua matanya menghilang, tenggelam tertutupi pipinya yang cukup besar untuk ukuran tubuh sekurus Zee.

"Bang, enggak punya pulsa ya? Kok kata-kata Zee enggak dijawab," serunya kembali.

"Sebenarnya yang lo tunggu jawaban gue, apa ngobrol sama gue?"

Bibir Zee mencibir tidak terima. Rasanya susah sekali agar bisa berbicara dengan laki-laki satu ini, karena setiap Rafif berbicara kepadanya harus ada perseteruan lebih dulu baru Zee bisa mendengar suaranya.

Irit banget. Cocok nih jadi imam hidup supaya bisa cepat kaya, batin Zee berteriak senang.

Sengaja tidak menjawab pertanyaan Rafif, Zee malah memasang senyum misterius. Bahkan tubuhnya sengaja berjoget-joget di depan Rafif mengikuti musik yang putar dalam tempat ini.

Tell me why
Ain't nothin' but a heartache 
Tell me why
Ain't nothin' but a mistake 
Tell me why 
I never wanna hear you say 
I want it that way 

"Bagus ya lagunya," ucap Zee kembali setelah dia puas berjoget tidak tentu arah. "Tahu kan artinya?"

"Hm,"

"Dijawab hm aja gue udah senang banget," gumam Zee seorang diri.

Jika satu tahun yang lalu Zee akan berteriak malu saat Rafif melihat dirinya berjoget seperti orang gila tanpa hijab, entah kenapa semakin waktu berlalu Zee semakin tidak tahu malu.

Bukankah di depan orang yang kita suka harus tampil apa adanya?

Masih melirik karena menunggu respon Rafif atas gumamanya, sayangnya Rafif kembali cuek. Laki-laki itu mengeluarkan ponselnya dari saku celana berwarna khaki, lalu sibuk tenggelam dengan benda pipih itu.

Rasanya Zee penasaran sekali apa yang dilakukan Rafif dengan ponsel berwarna hitam milik laki-laki itu. Pikirannya mulai bergentayangan untuk menebak, jika Rafif sibuk membalas pesan, minimal ibu jarinya bergerak ke segala arah pada bagian papan keyboard touch screen di layar ponsel tersebut.

Tapi dari yang Zee lihat, ibu jarinya hanya bergerak ke atas dan ke bawah.  Jangan-jangan Rafif hanya berpura-pura sibuk dengan ponselnya demi menghindari Zee.

Imam Pilihan HatiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang