Bab 17

4.2K 945 79
                                    

Allah tidak tega melihatmu lemah, karena itu Dia mengujimu dengan masalah. Agar kamu selalu kuat untuk mengingatNya.

Dari kejauhan terus saja memantau gerak gerik Zee yang memang sengaja sekali menjauhinya. Setelah mengucapkan kalimat yang berhasil membuat Rafif malu karena telah salah berbicara, kini Zee bisa sangat santai bercanda-canda dengan anak-anak yatim disela-sela ustazah sedang berceramah.

Gadis itu bahkan tidak ragu untuk sekedar memangku, atau memeluk anak-anak yatim tersebut. Seakan tidak ada sekat atau perbedaan di antara mereka semua.

Rafif pikir, Zee adalah tipe perempuan yang tidak menyukai anak kecil, bahkan mungkin membeci anak-anak kecil tersebut. Akan tetapi siapa yang menyangka Zee mampu dengan mudah berbaur dengan mereka semua.

Sungguh keajaiban, itulah yang ada dipikiran Rafif. Bahkan kini, setiap senyum yang terukir di bibir Zee menularkan perasaan baru di hati Rafif. Ia sangat tahu jika kata-katanya cukup melukai perasaan gadis itu, hingga terlihat sekali jika kini Zee menjauhinya. Namun memang seperti itulah yang seharusnya Rafif lakukan. Dia tidak suka ada orang lain yang mendekatinya. Karakternya yang sangat tertutup itulah yang membuat benteng begitu tinggi antara dirinya dengan orang lain.

"Dek, itu si Zee kan?" tanya Bitha yang duduk di dekat Rafif.

Ibu satu anak itu cukup jeli melihat Zee di antara ribuan anak yatim yang datang sore ini. Meski pakaian Zee sangat sederhana sekali, tapi hanya dari senyum cerahnya, Zee benar-benar lebih bersinar dibandingkan yang lainnya.

"Hm,"

"Dia sama siapa ke sini? Kok duduknya di sana. Kenapa enggak kamu aja ke sini?" sambung Bitha kembali.

Dia bukan tanpa alasan berkata demikian kepada Rafif, karena dari penglihatannya, Bitha bisa melihat Quilla dan ayahnya duduk di antara barisan keluarga besar mereka. Lalu kenapa Zee tidak?

Bukankah Zee datang ke sini karena diundang? Tapi kenapa dia diperlakukan seperti orang lain?

"Sama Lian. Anterin makanan."

"Jadi dia datang ke sini cuma buat anterin makanan? Enggak salah? Bukannya bunda undang dia ya. Sana samperin. Ajak ke sini. Enggak enak banget lihatnya. Kasihan kan dia. Disangkanya memang kita beda-bedain."

Menuruti nasihat Bitha, Rafif mulai bergerak. Dia mendekati Zee untuk mengajaknya berpindah tempat. Karena biar bagaimana pun Zee datang ke sini setelah diundang bunda. Dia tamu, bukan malah menjadi pelayan untuk mengatur pembagian makanan.

"Zee...."

Suara panggilan dari Rafif membuat Zee terdiam. Dia melirik ke arah Rafif yang memasang wajah serius sembari menatapnya.

"Tempat lo bukan di sini."

"Ah, terus gue harus di mana?" tanya Zee bingung.

Berusaha untuk bangun dari posisi duduknya di atas karpet, sungguh membuatnya kesusahan. Rok jenis tutu yang dipakainya hampir saja membuat Zee tersungkur karena terinjak oleh kakinya sendiri.

Namun beruntungnya dia kali ini, Rafif berhasil menahan lengannya agar tidak tersungkur ke arah anak-anak yatim tersebut.

"Maaf," ringis Zee tidak enak, karena Rafif memelototinya.

"Cepat pindah!" perintahnya tidak terbantahkan.

Tidak bisa berkomentar banyak, Zee menurut. Ia mulai melangkah lebih dulu, dengan Rafif yang mengikutinya dari belakang.

Keduanya memilih bagian samping di mana posisi keluarga besar Rafif berada. Tidak ada percakapan lanjutan lagi setelah keduanya sama-sama duduk kembali. Karena sejujurnya saja, Rafif dan Zee sama-sama bingung harus memulai pembicaraan apa agar tidak berakhir keributan.

Imam Pilihan HatiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang