01

77 4 3
                                    

Yuri Arta Dirgantara, lelaki berkacamata tebal dengan frame yang besar hampir menutupi separuh wajahnya memilih duduk dibawah pohon mangga besar dibelakang sekolah, tepat berdampingan dengan kantin yang kebetulan sedang sepi.
Ia sibuk menghabiskan part buku ensklopedinya yang belum ia baca.

Angin sepoi-sepoi meniup wajahnya beberapa kali, menyebar beberapa anak rambut di sekitar wajahnya, ia tidak peduli dan tetap fokus membaca.
Tekadnya sudah bulat ia akan menyelesaikan membaca setiap lembar ensiklopedi itu, karena Minggu lalu ia baru saja membeli buku baru, masih ensiklopedi juga dan beberapa comic Detective penghilang bosan nanti.

Pandangannya sedikit teralih dari fokus deret kata dalam buku ketika sesuatu menetes keatas tulisan yang ia baca.
Cairan merah pekat hampir menghitam, membulat diatas lembar ensiklopedi yang dibaca.
Saat sadar cairan apa itu, matanya mendadak berkunang-kunang, dan kepalanya ikut pening.

Ia angkat wajahnya, menahan napas dan mengambil selembar tissue dari dalam tasnya, ia bukan tipe yang mau sibuk mempersiapkan ini dan itu, semua perlengkapan seperti tissue, tissue basah atau beberapa obat P3K lainnya sengaja dipersiapkan ibunya kedalam tas Yuri.
Selembar untuk menyeka sisa darah disekitar hidungnya, dan selembar lagi ia pilin untuk menyumpal lubang hidung untuk menahan darah kembali keluar.

Mata Yuri berpaut kepada sosok berambut bob diatas tembok yang siap melompat, mata mereka sempat beradu pandang bahkan seulas senyum terkembang di bibir yang ternyata seorang siswi sebagai sapaan kepada Yuri.
Dan hupla, ia melompat dan mendarat dengan mulus diatas tanah tempat beberapa tumbuhan bersemayam disana.
" Tya ... Jangan tinggalin gue ! Gue nggak bisa manjatnya. " Suara teriakan aneh, karena sengaja ditahan tetapi ia juga maksa bersuara, seperti itu pokoknya.
Terdengar dari balik tembok, perempuan yang dipanggil Tya mendongak keatas tembok.
" Nggak, mana tasnya lempar ke gue. " Ia menangkap dengan sigap dan menanti temannya itu, sambil sesekali berseru menyemangati.
" Ayo naik, loe tinggal naik keatas tong  kayak gue ... Buru. "
" Susah Tya, gue kan nggak kayak loe. " Temannya terus mengeluh disetiap kali ia berpijak.
" Bawel, cepetan atau gue tinggal. " Tya mulai gemas dan mengancam.
Mau tidak mau kawannya bergegas.
Yuri memperhatikan, gadis itu tidak langsung melompat seperti Aditya, tetapi ia berbalik menghadap kebelakang dan turun dengan kaki yang tertatih memijak tembok belakang sekolah yang banyak gompalnya.
Ia menoleh kearah Tya yang hampir meninggalkannya, " Tya ... " Ia seperti merengek dan sebuah lompatan berhasil membuat accident

Roknya sobek karena tersangkut di sisa pagar kawat yang berkarat, untung gadis ini memakai celana panjang coklat dibalik rok abu-abu panjangnya.
Lompatan yang tidak tepat waktu hingga membuat hentakan yang cukup mengejutkan bagi Yuri.
Ujung-ujungnya Yuri menahan tawa karena melihat gadis itu terceplos mengejar Aditya.

Ia masih senang berlama-lama disana, menikmati kesenyapan, melirik sekali-kali kearah sudut tembok dimana Aditya dan gadis tadi melompat.
" Arga... Kebiasaan loe ! Cabut lah, team gue butuh orang neh... " Adimas Banyu Rekso si kapten basket muncul dengan suaranya yang kurang enak di dengar.
" Gue mau selesein bacaan gue. " Yuri masih Keukeh juga.
" Waktu baca loe mah banyak ... Pertandingan gue butuh loe sekarang!! " Tidak banyak perdebatan  Adimas langsung menarik tangan Yuri.
Berjalan tergesa ke lapangan melanjutkan pertandingan basket yang sempat tertunda.
" Mending lepas kacamata loe. " Firsya mengingatkan.
" Dia mah udah jago, cepetan loe masuk. " Tanpa basa-basi Adimas menggeret Yuri, membawanya ke tengah lapangan.
Sementara tas dan buku Yuri ia serahkan kepada Firsya.

Ditengah pertandingan sejenak Yuri menangkap sosok Aditya berjalan menuju arah toilet di pojok bangunan, dekat dengan kantin dan halaman belakang, sementara dibelakang Aditya temannya yang tadi pagi mengekor.

" Ga... Fokus !!! " Adimas mengejutkan Yuri dan bersamaan dengan itu, bola menghantam wajahnya sangat keras, membuat ia mundur karena kaget dan betapa keras permukaan bola basket menghantam wajahnya.
" Time out ... " Adimas yang berdiri dekat Yuri memegangi bahu Yuri dan mulutnya spontan berteriak kepada wasit.
Permainan dihentikan sementara.
" Idung loe beradarah Ga ... " Garuda menunjuk hidung Yuri yang mimisan sambil bergidik ngeri, bukan apa-apa darah yang keluar cukup banyak.

Yuri menggelengkan kepalanya yang mendadak pening, mimisannya sempat terciprat ke tanah lapangan beberapa tetes.
" Loe istirahat deh. " Adimas menahan tubuh Yuri yang oleng dan membantunya meninggalkan kerumunan dilapangan.
" Ke UKS, Mas ... " Firsya berteriak.
" Ck... Bawel ! " Ia berteriak dan memapah Yuri ke pinggir lapangan.

______________________________________

Aditya siswi berpenampilan tomboy itu mengendap masuk ke kelas yang kebetulan sedang ada ulangan dadakan, sementara dibelakangnya mengekor siswi yang roknya sobek.
" Tya ... Ngapain sih, buru masuk Bu Melvi lagi nggak ada. " Kawan dibelakang tidak sabaran.
" Tenang Cit, kita harus tetap waspada siapa tau Bu Melvi sengaja buat jebakan. " Aditya sesekali mengintip dan bicara kepada kawannya yang bernama Cita tanpa menatap lawan bicara.

Cita gugup jantungnya berdegup seperti genderang perang saat Bu Melvi guru sekaligus wali kelas mereka berdiri tepat dihadapannya, ia menatap Cita dengan tatapan siap menerkam, membuat nyali Cita pupus saat itu juga.
" Cita Rahimah ... Aditya Septiyani !!! Sedang apa di luar kelas saat ulangan ? "
Aditya yang kaget menoleh dan langsung pucat pasi.
Tanpa banyak basa-basi dan babibu, Bu Melvi memberi hukuman membersihkan toilet di sekolah ini.

______________________________________

Cita Rahimah sempat menoleh kepada Yuri saat mendengar teriakan Adimas, tetapi ia tidak tahu kelanjutan apa yang terjadi karena Aditya memanggilnya untuk buru-buru membersihkan toilet.

" Hidung loe nggak patah kan ? ... " Tanya Adimas setelah membaringkan tubuh Yuri ke ranjang di ruang UKS.
" Nggak. " Ucap Yuri datar.

Guru sekaligus perawat di UKS datang, ia langsung memberikan pertolongan dan memeriksa kemungkinan bisa saja hidung Yuri memang patah seperti ke khawatiran Adimas.
" Dia nggak apa-apa, kamu bisa kembali ke lapangan. Teman mu hanya butuh istirahat. "
Adimas beberapa kali mengalihkan pandangan ketiga sudut berbeda, Yuri, guru perawat dan lapangan.
" Aku nggak apa-apa. " Ucapan Yuri memecah kekhawatiran Adimas dan ia pamit kembali ke lapangan.
Guru perawat itu tersenyum dan membuka kaca mata besar Yuri, melipatnya dan meletakkannya di atas meja dekat pintu.
" Tidurlah, nanti pusing mu akan hilang. "
" Tapi aku nggak mau tidur kak... "
" Tidurlah, setidaknya saat memejamkan mata mereka tidak akan mengganggu mu. "
Yuri menurut, ia pejamkan mata dan sesuatu yang dingin seperti terserap di sekitar matanya, beberapa detik saja ia pulas.

______________________________________

Aditya merasa ada seseorang yang mengawasi mereka didalam toilet, tetapi karena gengsi ia enggan bicara dan menikmati sendiri sensasinya.
Sebenarnya Cita juga merasakan hanya saja ia tidak mau ambil pusing, lagipula Pesing di tempat ini jauh lebih mengerikan.

______________________________________

ZoomerTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang