Yuri menarik pinggang Adimas, kemudian melingkarkan kedua tangannya disana, sedikit bersusah payah menyandarkan kepala disana.
" Apa-apaan ?! " Adimas risih ia berusaha melepaskan diri.
" Sebentar, aku biasa begini sama mama kalau manja-manjaan. " Yuri memejamkan mata mencoba mencuri dengar suara detak jantung Dimas, minimal suara perut lapar ' kakak ' nya.
" Tapi aku bukan bunda mu. " Dimas masih menggeliat.
" Memang bukan, kamu kakak ku, kakaknya Arga, punya Arga. " Ia mengeratkan lingkaran tangannya.
" Apa kamu manja pada ayah mu seperti ini ? ... "
Pertanyaan Dimas membuat Yuri melepas pelukan dan menatap Dimas dengan tatapan dingin.
Ia menggeleng, " papa sibuk kerja, papa yang biasanya menangis sama Yuri. " Suasana kembali canggung.
" Kakak ... Tidur sama aku yuk. " Yuri menepuk sisi ranjang disebelahnya.
Dimas membuang wajah, " kakak tidur sama aku atau aku akan marah. " Yuri mulai mengancam.
" Kamu bisa marah sama kakak mu? " Adimas tidak percaya.
Yuri mengangguk, ia kembali menarik tangan Dimas agar bersedia tidur disampingnya.
Yuri membalikan tubuh menghadap Dimas yang berbaring.
" Aku tahu kamu capek ya, Dimas ... " Ia menggumam sendirian saat melihat Dimas sudah terpejam.______________________________________
Tiara datang bersama Rosmala dan saat pertama kali datang, mereka disambut dengan pemandangan menyejukkan, dua pemuda sedang tertidur pulas seperti bayi, pemandangan yang tampak sungguh menggali imajinasi terliar Tiara.
" Biarkan, saya senang melihatnya. "
Rosmala mengurungkan niat membangunkan Dimas.Dimas terusik dengan sentuhan, dan saat ia membuka mata, wajah Tiara tersenyum kepadanya.
Perasaan sungkan langsung menyeruak, ia tergesa bangun, namun saat ia akan mengangkat tubuhnya, tangan Yuri lebih cepat memeluknya.
" Kakak .... Jangan. "
Dimas menatap Tiara, " tidak apa-apa. " Ia mengizinkan Dimas berada satu ranjang dengan anaknya.______________________________________
Yuri tercenung seseorang duduk dihadapannya sambil menyunggingkan senyum.
Ia berlalu melewati pintu namun semenit kemudian ibunya muncul bersama Adimas menenteng makan siang.
" Mama lihat orang keluar dari sini ? "
Mama menggeleng, " nggak, siapa teman mu ? " Tiara balik bertanya.
" Nggak tahu, nggak kenal. "
Yuri tertarik dengan makanan yang dibawa Adimas.
" Kakak, ikut aku pulang ya. " Ia tersenyum, tawaran yang membuat jantung Adimas berdebar.
" Kamu mau ya. " Giliran Tiara yang mengajukan, membuat Dimas serba salah.
" Saya belum izin orang tua. "
" Aku yang minta izin ya. Aku ikut Dimas pulang ya. " Yuri antusias.
Dimas menggaruk tengkuknya, ia bingung memberi alasan.
" Boleh ya Mas,, Yuri ikut pulang. " Yuri menarik-narik tangan Dimas.
" Nanti bicara lagi, sekarang kita makan ya. " Tiara sudah selesai menyiapkan makanan.______________________________________
Yuri berulang kali mengangguk dan tersenyum bibirnya terus saja mengucap terima kasih kepada nyak babe Dimas.
Tiara sudah menunggu di depan mobil, ia menganggukkan kepala dan tersenyum saat kedua orangtua Adimas keluar, mengantar kepergian Puteranya.
" Si Dimas jadi kalem ya beh, syukur deh kalo dia udah kagak bandel lagi betemen Ama tuh bocah. " Nyak mengungkap rasa syukur disamping suaminya.Adimas dan Yuri duduk di kursi penumpang sementara Tiara mengemudi di depan, ia senyum-senyum mendengar obrolan penumpang.
" Jadi adik Dimas sudah meninggal waktu masih kecil ? ... "
" Mmm ... "
" Kenapa?... "
" Demam berdarah. "
" Kakak ku sudah meninggal. " Yuri bicara tanpa peringatan, membuat Dimas memberikan perhatiannya.
Tiara mengintip dari spion di depan.
" Kakak kecelakaan karena menolong ku, kakak ku sama tampannya dengan papa. "
Adimas nyengir, sementara Tiara di bangku kemudi menjadi gusar._____________________________________
Malam hari Armand pulang disambut dengan anggota keluarga baru.
Tiara pun lebih hangat dari hari sebelumnya.
Dimas tidur satu kamar dengan Yuri, tadinya Yuri menawarkan satu kamar kosong tetapi orangtuanya melarang dan menyuruh Dimas sekamar dengan Yuri.Tiara meremas tangan Armand, hatinya serasa pecah berkeping-keping melihat foto seorang putera usia 6 tahun berderet memenuhi dinding dan meja.
Wajah yang sangat mirip dengan Yuri.
Armand tidak sanggup berlama menatap sehingga wajahnya layu, diam-diam ia menangis.______________________________________
" Yuri jangan lari, nanti jatuh ! " Tiara berteriak memanggil Yuri yang sangat hiperaktif berlarian.
" Tiara, bantu aku sebentar. " Armand kesusahan dengan beberapa perlengkapan tamasya." Pus ... Eong !! " Yuri berjongkok, memanggil kucing yang sedang sibuk menjilati tubuh, kucing itu berjalan ke jalan raya.
Yuri mengikutinya, mulutnya terus mengoceh memanggil si kucing.
Bocah kecil lainnya terus mengawasi Yuri, kakinya bergerak ketika matanya melihat sebuah mobil jenis Van berwarna cokelat melaju cukup kencang kearah Yuri.
" Arga .... !!! " Bocah itu berteriak sejadinya kakinya ia paksa berlari kencang, hingga ia tersandung kaki sendiri.Tiara dan Armand menoleh, mereka pun kaget dengan apa yang terjadi jarak yang terlalu jauh membuat kedua orangtua ini kesulitan mengejar bocah yang berlari.
Yuri terdorong dengan kasar hingga ia jatuh dan kepalanya menghantam aspal, berdarah.
Tiara memeluk putera bungsunya sementara Armand histeris ia seperti orang linglung berteriak memohon bantuan dengan tubuh mungil yang bersimbah darah dalam gendongannya.
Si pemilik mobil Van bertanggung jawab, ia mengantarkan mereka ke rumah sakit, namun karena pendarahan yang hebat dan luka kepala yang serius, putera sulung mereka dinyatakan meninggal satu jam setelah mendapat perawatan.
Sementara Yuri yang juga mengalami cedera kepala cukup serius harus koma dan mengalami gegar otak serius, ada kemungkinan akan mengalami kerusakan pada matanya akibat benturan itu.______________________________________
" Yuri ... Yuri ... Ngapain diem disitu? " Dimas mengucek matanya, ia mengecek jam dinding, baru jam 01.00 dini hari.
" Masih kemaleman, ayo tidur lagi ... " Ia menutup mulutnya yang menguap lebar.
Merasa tidak mendapat respon Dimas mendekat, bahkan ia memegang bahu Yuri.
" Ga ... Gue masih ngantuk, ayo tidur lagi. " Ia agak menarik bahu Yuri.
Bergeming, Dimas diselusupi penasaran.
" Arga .... " Ia sedikit membentak lalu Yuri membalik badan dengan dramatis.
" Kakak siapa ? ... Kakak tadi panggil Arga ?! Dimana Arga ? Kenapa Arka nggak lihat ? "
Dimas diam mencerna omongan Yuri.
" Lu Arga, jangan bercanda buru tidur atau Lo takut ke toilet makanya main drama. "
" Mana Arga ?! ... Kakak jangan bohong, Arka cari Arga !!! " Yuri mulai histeris, Dimas mundur teratur.
" Dimas ... Tolong, kepala gue sakit. "
Dimas tercenung mendapati temannya seperti berkepribadian ganda.
Rasa iba serta tak tega membuatnya berani dan kembali mendekat.Yuri jatuh bersimpuh dengan wajah tertunduk, dengan tubuh yang sedikit berguncang sayup Dimas dengar isakan.
" Jangan ganggu aku, pergi ... Aku nggak mau. " Yang Dimas dengar saat ia berjongkok bermaksud mensejajarkan diri.Dimas menegakan wajah Yuri, tampak korneanya naik keatas hingga menyisakan putih yang membuat bergidik.
Ia memejam dan membuka mata.
" Dimas ?... Mereka mengganggu ku, suruh mereka pergi. "
" Siapa ?! " Ucap Dimas lirih.
" Mereka mengaku Arka, Arka udah lama di kubur, Abang ku mati ... Abang ku mati nolongin Arga. " Yuri menangis, dia memeluk pinggang Dimas dan semakin sedih menangis.
" Arga nggak gila, mereka bukan Arka, Arka mati, Arka mati !!! " Ia terus menceracau.______________________________________
KAMU SEDANG MEMBACA
Zoomer
General FictionKu pinjam ketiga wajah ini, karena aku terlalu mengagumi... Cowok pakai kacamata, hobby baca buku ... CUPU?? sayangnya, Yuri bukan cowok cupu dengan kacamata besarnya, ia cukup populer dikalangan siswi, kesayangan guru dan cukup bisa diandalkan di t...