Bersyukur Yuri langsung mendapatkan pertolongan, isi perutnya juga sudah di pompa agar racun atau zat berbahaya yang masih tertinggal di lambung bisa keluar semua.
Adimas gusar, ia bingung bagaimana membayar administrasi sementara ia takut jika menghubungi orangtua Yuri bisa saja ia disalahkan karena ingkar janji, di tengah kekalutan ia teringat kartu nama dan menghubungi nomor yang tertera disana.
Satu jam kemudian tepat pukul 05.00 Daisy datang dan melunasi semua biaya administrasi, ia tidak menemui Yuri karena pasien belum sadarkan diri.
Ia pun pamit karena pagi pukul 06.00 ia harus terbang ke Surabaya untuk rapat penting." Bangun dong Ga, gue mesti ngomong apa kalau orangtua Lo nanyain ? ... Bangun biar gue yakin kalo Lo nggak apa-apa. "
Tangan Yuri yang digenggam Adimas berkedut.
Adimas reflek menatap tangan Yuri.
" Aku mau pulang Mas. " Suara lirih Yuri mengejutkan Adimas.
" Iya kalau nanti udah sehat, gue bakal anterin Lo pulang. Paling besok. " Adimas mendekat ke wajah Yuri.
Yuri memejamkan matanya lagi, kali ini ia tertidur dengan nyenyak.______________________________________
Yuri melihat dua siswi itu lagi, dibalik tembok belakang sekolah.
" Kalian ngapain ? " Ia menyapa dua gadis yang repot menyiapkan pijakan untuk mempermudah memanjat.
Aditya terkejut sampai pucat pasi, saat melihat pemuda dengan seragam yang sama dan memakai kacamata tebal yang besarnya hampir menutupi separuh wajah.
" Loe telat ? ... "
Yuri mengangguk, " kalo gitu bantuin pindahin tong sampahnya bakal manjat. " Aditya mencari peluang.
" Biasanya juga disitu. "
" Iya pindahin, lu nggak liat kita pakai rok, gimana manjatnya susah. "Yuri melempar ranselnya hingga masuk kedalam, ia berancang-ancang dan melompati tong sampah yang susah payah ia geser bersama Cita.
Adimas datang tepat saat tas Yuri melayang dan jatuh diantara rumput.
Ia memungutnya dan menunggu si empunya masuk." Wah, udah kayak monyet. " Celetuk Cita saking takjub melihat Yuri yang cekatan memanjat.
" Ah, bawel .. kalau gue pake celana juga bisa. " Aditya ikut memanjat kemudian disusul Cita.______________________________________
Brugh .... Yuri mendarat mulus, Adimas menyambutnya.
" Lu masih nekat aja, ngapain dateng ? "
Aditya dan Cita melenggang meninggalkan dua lelaki yang sedang berdebat.
Adimas dan Yuri masih saja sibuk berdebat bahkan disepanjang lorong.
Yuri memegangi kepalanya yang mendadak sakit, tubuhnya menggigil seketika.
" Lu nggak apa-apakan Ga ! " Adimas tidak mau kejadian beberapa tahun lalu terulang.
" Dingin ... Dingin Mas. " Suaranya bergetar.
" Hah ?! " Ia buru-buru mengambil blazer dari dalam tasnya, memakaikannya kepada Yuri yang berlutut, darah mimisan menetes ke lantai, Adimas bergidik ngeri.______________________________________
Cita menoleh kebelakang ia melihat pemandangan yang agak ngeri.
" Tya, mereka kayaknya nggak beres deh. "
" Biarin aja mereka debat. " Aditya tidak mau ikut campur.
" Bukan itu ... " Cita menahan tangan Aditya dan menunjukan keadaan dua siswa diujung lorong.Rosmala memergoki keempat siswa diluar kelas saat jam pelajaran.
" Sedang apa kalian, kelas sudah belajar kan ?! "
Adimas berlari menghampiri Rosmala, sambil tergagap ia menjelaskan kronologinya.
Seorang guru piket muncul, dia malah bingung dengan kehadiran Yuri padahal surat izin atas nama Yuri Arta Dirgantara kelas 8 A-10 sudah diterima sejak pagi.Akhirnya Yuri dibawa ke rumah sakit menumpang mobil bu Rosmala, dan ketiga siswa itu mendapatkan hukuman karena terlambat masuk kelas.
______________________________________
" Kalau sampai terjadi apa-apa sama Yuri, kakak nggak akan biarin kamu tenang. " Suara seorang wanita memarahi Rosmala dari ponsel.
" Ayolah kak, lagian kenapa sebegitunya kakak sama Yuri, dia sudah ditangani dokter. Kakak cukup diam aja. "
Rosmala begitu kesal dengan kakaknya yang terlalu berlebihan menanggapi keadaan.
" Aku menyuruh mu menjaganya bukan seperti ini. " Ia masih saja berteriak.
Rosmala memutar bola matanya.
Dia menarik tombol merah di layar dan pembicaraan terhenti.
" Orang gila ... " Ia mengumpat.______________________________________
Adimas bertemu dengan Yuri seminggu kemudian karena Yuri mengikuti kegiatan karang taruna.
Dan semingguan tak bertemu, Adimas menjadi pangling.
Kulit kecoklatan, nyaris gosong, urat terlihat menjalar dibalik kulitnya yang mengilap dibasahi keringat, belum lagi rambut lepek bercampur minyak dan debu.
Dan kacamata besar yang biasanya menempel kini lepas berganti dengan kornea hitam pekat yang berkilatan." Lo nggak kambuh kan, selama di gunung? "
Yuri tersenyum setipis benang lalu menggeleng.
" Alhamdulillah. "
Mereka berpelukan erat, terlebih Adimas yang memang sudah terlanjur rindu berat.
" Lo kangen banget ya sama gua ?! " Yuri sempat bertanya dalam pelukan Yuri.
" Nggak siapa bilang?! .... " Tetapi ia mengeratkan pelukan, setetes embun menembus jatuh dari pelupuk matanya.Setelah kenal cukup lama, baginya Yuri ia anggap sebagai pengganti adiknya yang telah meninggal dunia karena demam berdarah diusianya yang sangat kecil.
" Lepaskan Dimas, dada ku sesak... "
Adimas dengan cekatan melepas pelukan dan memeriksa keadaan Yuri.
" kamu nggak apa-apa kan ?! ... Mana yang sakit ? "
" Iya kan ... Kau rindu sama aku, Dimas khawatir sama aku. " Yuri tersenyum nakal, Adimas tidak bisa berkata apa-apa lagi.Yuri melingkarkan tangannya di leher Adimas dan mengajaknya berlalu, " terima kasih kakak, aku sayang sekali sama kakak. " Bisik Yuri, membuat Adimas menoleh kaget.
" Ayo kita persiapkan perlengkapan MOS Minggu depan.______________________________________
Adimas menangis menatap Yuri, ia beruntung mempunyai kartu As sehingga diperbolehkan menengok Yuri dalam ruang ICU.
Ia sudah 30 menit hanya berdiri sekitar satu meter dari pembaringan Yuri, tubuhnya selalu gemetaran hebat setiap kali mencoba mendekat.
Teringat dengan panggilan Yuri kepadanya menjelang masa orientasi siswa.Yuri mulai membuka matanya, dan ia sama sekali tidak bergerak, seperti paham dengan yang terjadi kepadanya, ia baru menoleh kepada Adimas hampir satu jam kemudian dan dia tersenyum.
Ibu Rosmala muncul, ia membalas senyuman Yuri, memegang bahu Adimas dan tiba-tiba tubuh anak didiknya limbung.
" Kamu tidak apa-apa Dimas ?! "
Dimas mencoba berdiri, " saya nggak apa-apa Bu. Maaf. "
" Ayo temui Yuri. " Rosmala mendorong bahu Adimas, namun ia menolak.Rosmala tersenyum kearah Dimas, " tidak apa-apa, Yuri pasti juga ingin bertemu. " Guru itu terlihat mengayomi.
Yuri langsung menggandeng pergelangan tangan Adimas dan menyambutnya dengan senyuman.
" Ibu mu akan segera datang, ibu baru saja meneleponnya. " Rosmala memberitahukan.
" Kenapa baru dihubungi ? ... " Adimas spontan bertanya.Rosmala bingung apakah harus memberitahukan kebenaran soal seseorang yang meneleponnya satu jam penuh hanya untuk memarahinya.
" Ibu tadi juga harus menerima telepon penting, cukup lama makanya ibu baru bisa hubungi ibu mu sayang, tidak apa-apa kan? " Rosmala membelai kepala Yuri.
" Sebaiknya ibu menunggu ibumu agar tidak sulit mencari ruangannya.
Rosmala bergegas sebelumnya ia menitipkan Yuri kepada Adimas.______________________________________
Ruangan itu sunyi seperti kuburan hanya terdengar suara detak monitor pasien.
" Mas, .... Dimas ! " Yuri menggoyang tangan Adimas agar kembali ke kesadarannya.
" Apa ?! ... " Adimas bingung.
" Aku nggak apa-apa, kenapa diam aja. Ayo bicara sesuatu. "
Dimas tetap tidak bicara.
" Kenapa hanya diam disana, kau takut aku mati? ... Aku tidak akan mati secepat ini, aku harus menjaga mu kan. " Yuri langsung tersenyum saat mata Adimas menatapnya.
Satu hentakan dan Dimas semakin mendekat kepada Yuri, " jadilah kakak seperti kakak yang lain. " Yuri mengusapkan tangan Dimas ke kepala Yuri dan Dimas mulai menikmati membelai Yuri.______________________________________
KAMU SEDANG MEMBACA
Zoomer
General FictionKu pinjam ketiga wajah ini, karena aku terlalu mengagumi... Cowok pakai kacamata, hobby baca buku ... CUPU?? sayangnya, Yuri bukan cowok cupu dengan kacamata besarnya, ia cukup populer dikalangan siswi, kesayangan guru dan cukup bisa diandalkan di t...