04

24 2 3
                                    

Sebuah ponsel berdering sangat nyaring, ia mengangkat teleponnya.
" Mmm, kenapa? "Suara khas orang bangun tidur.
" Buset .... Lu baru bangun ?! " Suara cempreng dengan aksen Betawi menyembur dari mulut Adimas.
Siapa sangka jika anak Betawi itu diberi nama yang sangat kental jawanya.
Adimas Banyu Rekso, ia mengaku kalau keturunan Betawi Jawa.
Masa bodoh Yuri sebenarnya tidak mempedulikannya, selama dia menjadi teman yang baik.

" Papa ... Mama ... Nggak ijinin aku masuk, katanya aku masih sakit. " Yuri menyahut santai, dia bahkan masih sempat menarik kursi dari dekat meja belajar dan ia duduki.
" Oh... Ya udah lu istirahat. " Hampir Adimas mematikan sambungan telepon.
" Tapi gue kayaknya mau masuk aja. " Yuri bersandar di kursi.
Adimas melotot, ia melihat jam tangannya disebelah kiri, " gila !! Ini udah jam tujuh kurang lima. " Ia hampir berdiri dari bangkunya, tetapi ia tahan karena ingat ia berada dalam kelas yang mulai ramai.

Yuri tersenyum kecil, " siapa peduli ? ... " Ia menarik napas, menghirup sebanyak yang ia bisa.
Sepertinya rongga dadanya masih terasa sempit, ia mengelus dada yang nyeri.
" Udah lama nggak telat, seru kan. " Lanjut Yuri saat ia mampu menguasai napas.
" Ah, bangke Lo ... Tunggu gue awas aja kalo Lo macem-macem. " Adimas tidak bisa tinggal diam, ia berdiri dengan berisik hingga membuat beberapa teman sekelas menoleh kearahnya, bahkan Firsya sampai mangap.
Ia mengalungkan tas kanvas belel peninggalan kakak keduanya dan pergi begitu saja dari kelas tanpa mengindahkan peringatan teman yang lain bahwa kelas akan segera di mulai.

Adimas tahu seperti apa kawannya yang satu ini sehingga ia bisa meninggalkan peraturan sekolah.
Yuri bisa menjadi seseorang yang sangat berbahaya saat hilang kendali, masih ingat bahwa Yuri terpaksa membongkar rahasia penyakitnya kepada beberapa teman dan Adimas adalah salah satunya.

______________________________________

Adimas Banyu Rekso, anak keturunan Betawi Jawa yang menyukai tantangan dan petualangan, hobbynya adalah pindah sekolah karena ia sering di cap bad oleh pihak sekolah.
Sudah banyak pelanggaran yang ia buat dibeberapa sekolah persinggahannya.
Ketahuan merokok, melakukan pelecehan kepada siswi, menghancurkan beberapa fasilitas sekolah, termasuk kaca ruang guru dengan alasan yang sepele, bodoh malah.
Ia bosan berada di kelas dan ia rindu dipanggil ke ruang BP, berkelahi dengan teman sesama siswa, telat dan terakhir yang membuatnya dikeluarkan dari sekolah SMP terakhirnya adalah ia memukul guru bahasa Inggrisnya saat pelajaran berlangsung.

Kali ini ia pindah di sekolah dimana Yuri berada dan kebetulan lagi mereka duduk sebangku, saat pertama bertemu dia sudah sangat tertarik dengan penampilan Yuri yang berkaca mata tebal, walau Yuri tidak bisa dianggap cupu.
Dengan berbagai cara Adimas mengakrabkan diri, bahkan karena terlalu fokus dengan Yuri yang cuek cenderung dingin, ia lupa dengan kenakalan-kenakalan yang biasa ia perbuat.

" Lo mau ikut gue nggak? ... Nginep. "
" Mmm ... " Yuri Masih tak acuh, ia malah sibuk membaca kumpulan biografi beberapa menteri angkatan presiden Megawati.
" Eh... Cumi, gurita gosong loe denger gue nggak ? " Ia yang gemas menarik buku yang sedang dibaca Yuri.
" Denger. " Mata Yuri tetap bertaut dengan buku.
Adimas menghela napas dan mengembalikan buku biografi itu, " jawab kalau Lo denger, bego ! "
" Mama nggak akan ijinin aku nginep, biasanya kau juga main sama yang lain. " Yuri mengambil bukunya dan kembali membaca.
" Oh ... Lo cemburu ya gue main sama yang lain, tenang ... Lo prioritas utama gue kok. " Adimas tersenyum penuh percaya diri.
Yuri memberikan perhatian, " nggak, gue nggak peduli Lo sama siapa dan gue nggak cemburu emang gue gay kayak temen-temen Lo. "
Pukulan telak, " Lo nggak tau kan seberapa gemerlap dunia yang Lo picingin itu? " Tetapi bukan Adimas kalau tidak bisa membalik keadaan.

Yuri memberi tatapan marah, " ikut gue ntar malem. " Ia berdiri dari kursinya.
" Soal ijin biar gue yang ngadepin bunda loe langsung. " Seperti membaca pikiran, kemudian ia pergi begitu saja.

Malam hari ia menepati janji, meminta izin kepada nyonya Armand alias nyonya Tiara dengan dalih belajar kelompok, izin pun lolos dengan mudah.
Sebelumnya Adimas mengajak Yuri berkumpul dengan teman sekampung Adimas dan bermain kartu sampai jam 00.00.
Tepat tengah malam beberapa orang lainnya bergabung hanya untuk basa-basi karena mereka membawa Adimas dan Yuri ke dunia yang akan ia beritahu kepada Yuri yang menurutnya polos.
" Ngapain kesini ? ... " Yuri heran tetapi tetap mengikuti Adimas masuk kedalam sebuah warung agak reot dengan lampu yang remang, membuat sakit mata kalau lama-lama diantara cahaya itu.

Beberapa wanita berpakaian seksi nyaris telanjang bermunculan dari balik ruangan yang seakan disembunyikan, lalu berjajar rapi mengelilingi kelompok picisan itu.
Kepala Yuri mendadak sakit.

Seorang wanita gendut tua yang berdandan menor agar tampak muda beramah tamah menjajakan para gadis, bahkan ada anak-anak setengah telanjang itu tanpa sungkan.
Asap rokok dari mulut bergincu nenek tua itu menyembur wajah Yuri telak.
Yuri gelagapan tetapi ia tetap berusaha tenang, diam-diam tangannya meremas dada.

Nenek itu terus saja mengoceh, melenggok kedepan, kebelakang, maju-mundur memamerkan ' kelebihan ' para gadis.
Dan aksi ' dagang ' nenek gila itu baru selesai setelah dua orang diantara mereka memesan gadis dan kamar.
Adimas menyeret Yuri kesebuah bangku panjang yang berhadapan langsung dengan meja yang terhubung ke penjual minuman, tidak bisa dibilang bartender karena mereka bukan ahlinya meracik minuman enak, sekedar minuman pembuat mabuk dan penghilang stres saja.

Seorang teman yang lain memesan minuman racikan, empat dia bilang.
Karena yang dua langsung ngamar di kamar paling pojok.
Seseorang mendekati salah satu diantara keempat pemuda itu, lalu menyelipkan amplop diantara lipatan jari dan pergi.
Kawan yang menerima uang itu berbisik kepada Adimas.
Yuri mencicipi minuman racikan bartender abal-abal.
Ia mengernyit karena rasa pahit yang terlalu tajam melebihi jamu kemudian muncul sensasi aneh yang belum pernah ia rasakan sebelumnya.

" Lu ikut gua. " Adimas menarik Yuri yang sudah setengah mabuk ke kamar khusus, disana sudah menunggu wanita usia 40an dan dia memang memesan Yuri melalui suruhannya dan bahkan dia membayar lebih karena dia sangat suka dengan wajah Yuri, sungguh tidak nampak seperti anak SMP kebanyakan.
Maskulin tetapi polos, lembut dan garang berbarengan dan hanya Yuri yang memilikinya.

" Kamu mau kemana ? ... " Yuri menarik tangan Adimas.
Adimas melepaskan diri, dan meninggalkan Yuri bersama wanita paruh baya itu.
" Dimas, aku takut ... Ku mohon biarkan aku pulang. " Adimas bergidik mengingat kata Yuri sebelum ia meninggalkannya bersama tante-tante.

______________________________________

" Siapa nama mu? ... " Tante itu duduk disamping Yuri yang semakin tidak nyaman.
" Yuri ... " Pita suaranya bergetar, ia menahan tangis.
" Kamu masih sekolah, kelas berapa ? " Tante itu terus bertanya.
" Kelas 2 SMP ... " Yuri sama sekali tidak berani menatap Tante itu.
Terdengar suara tawa, aroma parfum yang tajam menyerbak di indera penciuman Yuri ketika Tante itu membelai kepala Yuri.
" Tante suka sama kamu, kamu tahukan alasan kamu Tante panggil kesini ? ... "
Yuri menggeleng, " nggak " dia semakin merapatkan pertahanan.
Tante itu tertawa kencang, mendorong tubuh Yuri hingga terjerembab ke ranjang yang beraroma melati, suara dangdut koplo membuat tawa Tante yang nyaring seakan tenggelam.

______________________________________

ZoomerTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang