Stranger (2)

24 5 0
                                    

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


*****
Beberapa detik kuhabiskan untuk menunggu, kutangkap lampu hijau disebrang jalan telah merubah warna menjadi merah, membuat pergerakanku lekas menyebrangi jalan dengan sedikit terburu. Naas pengendara yang melajukan motornya kelewat kencang sontak membuatku memekik-juga melebarkan retina.

'Oh, tidak. Bahkan Jaxon belum genap setahun pergi. Bagaimana mungkin ayah dan ibu juga akan kehilangan putrinya juga? Haruskah aku menerima takdirku, untuk menemani Jaxon di peristirahatan terakhirnya?'

Kelopak mataku terkatup. Tubuhku lunglai. Sendiku terasa begitu ngilu, dengan hanya setengah kesadaran saja yang tersisa. Anehnya hingga saat ini; tak ada perih atau sebagainya.

'Apa pengendara itu benar menubruk tubuhku?'

Sepuluh detik kemudian, terpaan angin lembut yang bercampur aroma coklat-telah mengembalikan kesadaranku. Membuat irisku terbuka-hingga didetik yang sama, telah kutemui sepasang iris biru laut seseorang yang berada dibawahku. Jika tak salah memperkirakan, setidaknya jarak wajahku, hanya dua centi saja diatasnya. Tak pelak membuat hidung kami saling menyentuh satu sama lain.

Satu menit menimpa tubuh sang pria asing, punggungku pun menjauh. Sekonyong konyong mengangkat tubuhku darinya; hingga mengambil tempat disisi pria itu seraya mengedar kesekitar.

'Tidak. Tak ada sedikitpun darah yang keluar dariku.'

Aku kembali mengamati pria ber-freckles yang mengenakan jaket kulit berwarna coklat. Ia yang turut bangkit seraya menepuk dua telapak tangannya yang kotor, mendadak membuatku tercengang tatkala mengujar, "kalau ingin tewas, setidaknya carilah cara yang sedikit lebih elegan. Meminum racun misalnya." Irisku mendelik, mendapati kalimat konyol yang berasal dari bibir pria bersurai dark brown disampingku.

Merasa sedikit bimbang untuk memilih; antara berterima kasih atau memberi umpatan, pada akhirnya pilihanku jatuh pada opsi kedua.

Satu tanganku terangkat dalam hitungan detik; untuk menepuk kepala belakang pria itu. Membuatnya sedikit terdorong kedepan-lantas menatapku geram. Mulutnya hampir saja terbuka lagi, namun segera kusela. "Dengar tuan. Pertama, aku tak berniat untuk bunuh diri. Kedua, jika kau tak ikhlas menolongku, harusnya biarkan saja pengendara tadi melindaskan" tandasku penuh penekanan disetiap katanya. Menyisakan raut datar yang menatapku acuh, hingga mau tak mau membuatku mengimbuh, "baiklah, maaf telah lancang. Bagaimanapun juga kau telah menyelamatkanku. Terima kasih"

Setelahnya, kedua telapakku lekas bergerak untuk mengusap beberapa bagian tubuhku yang terlihat kotor oleh debu aspal. Hingga punggungku menegak, pun aku masih saja mendapati pria itu menatapku datar-hanya saja ia terlihat mengulurkan satu tangannya, yang lantas kubalas dengan jabatan ramah. Ia yang menahkup telapak tanganku cukup erat, seraya menciptakan sengatan hangat-seketika bersuara,

"Namaku Jay"~

Tangled Thread Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang