Purpose

27 6 0
                                    

Hari ke empat puluh lima

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Hari ke empat puluh lima

*****
Katel yang kuraih, berhasil mengisi penuh secangkir kopi yang kuseduh sebagai pengawalan, selepas netraku terjaga. Biasanya setelah aroma kafein menguar, jemariku lekas bergerak untuk mengambil penggorengan dan membuat sarapan. Tapi tidak lagi setelah empat puluh hari yang lalu. Rasanya, aku tak lagi berteman dangan beberapa aktifitas favoritku, seperti sebelumnya.


Memendar tatap pada sekeliling ruangan yang biasanya diisi oleh dua pria yang kehadirannya begitu kurindukan, kembali kesadaranku dihantam kenyataan. Si tegas dan si periang itu tak lagi disini. Mereka telah tewas dalam penglihatanku, meski tidak dalam ingatanku.

Dua menit setelahnya, wanita paruh baya yang mendadak muncul di balik daun pintu seraya mengambil langkah tergesa, sontak membawa kedua bahuku turun, bersama helaan nafas perlahan-tatkala irisku kembali mendapati satu buket hortensia pink yang tengah ditentengnya, hingga membuatku berdecak sebal.

"Kiriman bunga lagi?" Tanyaku malas, "kurasa si pengirim itu sedikit agak tak waras. Bahkan ia rela membuang uang dengan percuma, hanya untuk menyetorkan buket bunga dua kali dalam sehari secara terus-menerus" menaggapi dengan ulasan senyum paling menenangkan dari seorang ibu berusia lima puluh tahunan, ibu yang semula hanya menatapku-lantas mulai meraih kesepuluh jemariku, yang dirematnya secara perlahan, serta merta, mengudarakan satu tangan guna membelai puncak kepalaku seraya menitah, "mungkin saja si pengirim memang serius, sayang"

Bagiku berpura-pura tegar itu cukup menyakitkan. Ketika otakmu mengirim perintah yang berbeda, dengan apa yang hatimu rasakan-hingga menciptakan sebuah pemalsuan dari airmuka, perkataan, atau seulas tawa. Sederet hal itu, amat dibutuhkan untuk sebuah manipulasi keadaan bukan? Dan itulah yang kerap ibu tunjukkan dihadapanku.

Melirik sekilah pada buket yang sedikitnya mampu menyita atensiku, sebab selipan sebuab note yang menyimpan tulisan berbeda di setiap harinya-aku masih belum mengetahui siapa pengirim setia itu, sontak mengerutkan dahi, selepas meraih sebuah note dan membacanya.

Dua kakiku yang sempat menyilang diatas kursi kini jatuh dikarenakan kata-kata yang tertulis, dia memang sudah gila.

'Menikahlah denganku Vivian Spencer'~

Tangled Thread Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang