langkah kakinya bagai hembusan angin. begitu lembut dan tidak ada satu telinga pun yang dapat mendengarnya. langkah kakinya semakin teredam oleh gemercik hujan yang turun di luar sana.
seorang lelaki dalam balutan kaos hitam berlengan panjang, jeans, dan sepatu kets abu-abu mengendap dengan begitu hati-hati. dia bukan remaja dimabuk cinta yang sedang mengendap masuk ke dalam rumah setelah berkencan dengan kekasihnya.
sama sekali bukan.
kedua kakinya mulai melangkah menaiki anak tangga. satu persatu dia naiki dengan amat tenang, hingga anak tangga terakhir membawanya ke hadapan tiga kamar tidur di lantai dua rumah itu. mata cokelatnya memperhatikan ketiga pintu kamar yang ukirannya sama persis. dia tidak sedang memilih kamar mana yang akan dia masuki karena dia sudah tahu.
lelaki itu kembali melangkah menuju kamar sebelah kanan dan mulai membuka kamarnya perlahan. dia masuk dan memperhatikan dua tubuh manusia yang sedang terlelap dengan tenang dan damai. "ah, sungguh pemandangan yang memuakkan."
dia mengetukkan kuku jarinya ke atas nakas yang ada di sampingnya. membuat suara ketukan yang biasa, tapi akan menakutkan jika terdengar pada tengah malam di saat semuanya sudah terlelap. kukunya terus mengetuk nakas sampai salah satu pemilik tubuh tadi sedikit meracau dan mulai membangunkan tubuh yang lainnya.
lelaki itu tersenyum. ketika kedua pemilik tubuh tadi terbangun dan mulai berusaha untuk duduk di atas tempat tidur mereka dan melihat ke arahnya. "siapa kau?!" tanya lelaki paruh baya dengan perut buncit yang sekarang sudah sadar sepenuhnya. istrinya ketakutan dan mulai gemetar ketika melihat ada seseorang di dalam kamar mereka.
"kau tanya siapa aku?"
lelaki itu tersenyum kembali. kali ini senyumannya lebih lebar. "aku adalah wajah terakhir yang kau lihat sebelum kematian menjeputmu."
tepat setelah kalimat tersebut merasuk ke dalam telinga lelaki paruh baya dan istrinya tadi, sebuah pistol teracung ke arah mereka. lebih tepatnya, ke kepala si lelaki paruh baya. belum sempat mencerna apa yang sebenarnya terjadi, pelatuk sudah di tarik dan peluru menembus kepalanya. istrinya yang teramat takut dan terkejut hanya diam mematung.
peluh dan air mata membasahi pipinya. dia semakin pucat pasi ketika lelaki itu mendekatinya dan menempelkan pistol di pelipisnya. "a-apa yang kau m-mau?"
"apa yang aku mau? nyawa para koruptor seperti kalian saja sudah cukup bagiku."
wanita paruh baya itu berusaha menengguk salivanya. dia tidak mungkin melawan karena sudah pasti lelaki dengan tubuh kekar ini lebih kuat darinya. melawan atau pun tidak, pada akhirnya dia tetap akan mati. "a-aku bukan koruptor." bibirnya bersuara pada akhirnya. suaranya sangat lirih dan ada nada ketakutan yang amat kentara di dalamnya.
hening sejenak sampai suara tawa tiba-tiba menggelegar di dalam kamar.
"oh ayolah. sepandai apapun menyimpan bangkai, pasti akan tercium juga. cepat atau lambat. sadar atau tidak. kau dan suamimu yang brengsek ini terlalu larut dalam kekuasaan dan harta rakyat yang kalian makan dengan tamak. hingga jejak kalian akhirnya tertinggal. kau tahu kan? sebesar apapun kekuasaan yang kau miliki, sejatinya kau hanyalah makhluk fana. tidak abadi. kau tahu apa artinya?"
belum sempat wanita paruh baya itu menjawab, pelatuk sudah kembali ditarik dan peluru kembali menembus kepala. "ini. artinya kau tetap akan mati."
setelah memastikan kedua tubuh itu tidak lagi bernyawa, dia meletakkan semua bukti di atas nakas. bukti yang menunjukan kalau mereka terlibat dalam aksi korupsi. lalu dia berjalan keluar dari rumah dengan wajah datar seolah tidak terjadi apa-apa.
hujan sudah berhenti. dia menyarungkan kembali pistolnya dan menyambut harumnya bumi setelah diguyur tangisan langit. dia suka membunuh saat hujan. petrichor menghilangkan bau anyir darah dari dalam indra penciumannya.
"waktunya kembali ke rumah dan menikmati petrichor dengan segelas cokelat panas dan novel kesukaanku!"
***
hella.
susah ya ngebayangin cimol jadi pembunuh bayaran.
yang ada korbannya gemes pengen nyubit pipinya sebelum dibunuh kali ya. wkwkwk.
KAMU SEDANG MEMBACA
petrichor ; calum hood
Fiksi Penggemarseorang pembunuh bayaran, yang amat mencintai harumnya bumi setelah didera tangisan langit.