rintik hujan jatuh beramai-ramai menerpa jalanan, atap, dan juga ranting-ranting pohon. hari masih sore, tetapi langit sudah terlihat lumayan gelap. calum berdiri di ruang kerjanya, menatap lurus ke luar. ia bisa bertahan seperti itu selama berjam-jam hanya untuk melihat tangisan sang langit. hal yang begitu ia sukai sedari dirinya masih belajar untuk berjalan.
ingatan-ingatan masa kecilnya terputar seperti sebuah film dokumenter di dalam kepalanya. calum kecil yang bertanya kepada ibunya perihal mengapa langit menangis dan apa yang membuat langit begitu sedih?
senyum kecil terlukis di wajahnya. ia ingat pertanyaan itu. ibunya selalu menjawab bahwa langit tidak bersedih. ia sedang memberikan bumi hadiah, butir-butir air yang dapat membuat bumi bahagia dan juga orang-orang yang tinggal di dalamnya. ibunya akan bertanya apakah calum bahagia melihat hujan? yang dijawabnya dengan anggukan mantap dan senyum lebar.
"lihatlah senyum itu. bumi bahagia mendapat hadiah dari langit, begitu pula malaikat kecil ibu." kata ibunya kala itu.
calum merindukan ibunya. tatapan lembutnya, senyum tulusnya, pelukan hangatnya, dan apapun yang berkaitan dengan sang ibu yang kini sudah berada dalam pelukan tuhan. senyum yang terlukis dalam wajahnya memudar. tergantikan dengan wajah datar yang biasa terlihat dari dirinya.
ketukan di pintu membuat calum menengok. ia mempersilahkannya untuk masuk. ketika pintu terbuka, gadis yang baru ia kenal masuk ke dalam ruangannya dengan senyum tipis. ia menghampiri calum.
"ada apa?" tanya calum.
gadis itu mengangkat bahu. ia kemudian duduk di atas sofa berwarna hitam yang ada di dekat pintu. "tidak ada apa-apa."
"kau tidak bisa masuk begitu saja ke dalam ruanganku tanpa tujuan yang jelas."
"maka buatlah pengecualian untukku."
calum mengerutkan kening. apa gadis ini tidak tahu sopan santun antara atasan dan bawahan di tempat kerja? calum menghela napas. ia harus tenang, karena alasan gadis itu ada di sini adalah karena ayahnya sudah mati dan penyebab kematian ayahnya adalah calum. jadi kesimpulan calum adalah gadis itu bekerja di sini karena perbuatannya.
calum hanya tersenyum.
"kau bisa tersenyum seperti itu?" tanya gadis itu secara spontan setelah melihat calum tersenyum.
alis calum terangkat. "tentu. aku manusia. memang kau pikir aku apa?"
lagi, gadis itu mengangkat bahunya. kali ini tanpa menjawab pertanyaan calum. ia tampaknya menikmati kegiatan duduk manisnya di dalam ruangan calum. maka calum pun memalingkan wajahnya kembali menatap hujan. "kau suka hujan?" tanya gadis itu pada akhirnya.
calum hanya mengangkat bahu, tanpa melihat gadis itu sama sekali.
"aku anggap itu sebagai iya."
langkah kaki mendekat ke arah calum berdiri. "apa kau tahu?"
"tidak."
"dulu aku akan menangis jika hujan turun. tetapi ibuku selalu berkata bahwa hujan adalah hadiah dari langit."
mendengar perkataan gadis itu, calum segera menatapnya. ia terlihat seperti meminta gadis itu melanjutkan kata-katanya.
"yah, itu membuatku tak lagi menangis ketika hujan turun." katanya.
gadis itu kembali tersenyum. satu hal yang calum sadari setelah gadis itu bekerja padanya untuk beberapa minggu adalah ia selalu tersenyum. gadis itu akan selaku tersenyum pada siapapun yang ia temui.
"siapa namanu?" tanya calum.
gadis itu terkejut. "hei! aku bekerja untukmu dan kau tidak tahu namaku?"
"tidak."
gadis itu menggeleng tidak percaya.
"hanya namamu yang tidak aku ketahui." calum menambahkan. itu memang benar. calum tahu semua nama karyawannya kecuali gadis ini.
"hanya aku?"
"yah, aku hanya tidak mengingat namamu."
"ibuku menyukai hujan. jadi namaku adalah rain."
KAMU SEDANG MEMBACA
petrichor ; calum hood
Fiksi Penggemarseorang pembunuh bayaran, yang amat mencintai harumnya bumi setelah didera tangisan langit.