「07」

1K 107 4
                                    

Selama pelajaran berlangsung, aku masih memikirkan kejadian tadi pagi yang tersimpan dalam benak ku. Mungkin aku telah berusaha untuk tak menghiraukan pikiran-pikiran itu. Namun rupanya sulit. Aku penasaran akan hal apa yang sebenarnya terjadi antara Jungkook dan Jimin sebelum ku tiba mengenali mereka.

Dari Jungkook yang dengan mudah bergaul dengan ku di hari pertama kala itu. Dan Jimin yang sangat mudah jatuh dalam kebaikan orang lain, ia benar-benar telah menganggap ku orang yang baik dan segalanya baginya. Apa mungkin Jimin adalah manusia yang kesepian? Tidak memiliki teman seperti apa yang dikatakan Jungkook yang membuat Jimin geram?

Aku yakin mereka dulu pastilah seorang teman yang dekat. Namun karena adanya suatu permasalahan yang rumit mereka sampai-sampai membuat tembok besar yang menghalangi hubungan pertemanan mereka.

Tapi hal apa yang membuat mereka bertentangan?

Sungguh, aku penasaran.

Tunggu.

Untuk apa aku penasaran?

Min Yoongi tetaplah Min Yoongi, aku selalu bersikap tak acuh dengan keadaan yang terjadi di sekitar ku. Seharusnya ku tidak penasaran. Toh, biarlah itu menjadi urusan mereka berdua. Yang penting aku tidak terlibat di antara mereka.

Tapi kau terlibat, bodoh.

Stupid me!

Lagipula Namjoon juga sudah memberiku tugas untuk menggali informasi Jimin sedalam-dalamnya.
Tapi bagaimana? Disaat Jimin begitu membenci Jungkook yang merupakan orang pertama yang langsung mempercayai ku di dunia mortal ini?

Bodoh

Baru saja aku memulai kehidupan di dunia manusia bersamaan dengan jiwa iblis ku. Namun sudah di celupkan ke dalam drama bodoh ini.

Jadi seperti ini ya rasanya menjelma menjadi seorang manusia?

Lemah namun Rumit.

Pastinya kedepannya aku akan terus di bumbui oleh drama. Karena disaat aku hanyalah makhluk immortal yang tak terlihat, aku bisa dengan bebas kapan saja menonton kehidupan mereka yang berfluktuasi. Memang mengasyikan. Namun sekarang tidak bagiku karena takdir seakan membalas perbuatan ku.

Aku berusaha membuang rasa penasaran ku. Membolak-balik halaman dari buku tebal yang masih mulus di hadapan ku, berusaha fokus menelaah tulisan-tulisan kecil tersebut.

'Well, shit. Jika seseorang menyuruhku untuk memilih; I'd rather be read and re-summarize this historical book than being included with these fucking dramas.'

Disaat perlahan-lahan ku sudah bisa membuang hal-hal itu dalam benak ku. Seketika Jimin menoleh ke arah ku, Tubuhnya tidak sepenuhnya berbalik. Wajah nya menatapku dengan datar. Ugh, melihat wajahnya membuat drama bodoh itu kembali memasuki otak ku.

"Hey, ehmmm soal tadi,"

Kenapa ia segala membahas itu, sih?

Ia menatap ku dengan lama. Nampaknya tengah berusaha menelusuri pikiran ku.

"Maaf, kau murid baru pasti kebingungan dengan kejadian tadi pagi,"

Tentu saja.

"Ehmm... aku— ehmmm... dia—..." Ia berbicara dengan gugup. Membuat ku sangat tidak sabaran namun ku berusaha sekeras mungkin untuk tidak menjitaknya.

Ia masih menatap ku dengan tubuhnya yang bergetar. "Ehmmm... bagaimana ya."

Aku masih terus menunggu nya dengan sabar tanpa menunjukan ekspresi apapun.

"Anu...ehmmm..."

Ya ampun, anak ini memang benar-benar!

Sebenarnya apa sih yang membuat dirinya bergetar hebat seperti itu? Jika ia terus seperti ini, aku tanpa segan pastinya akan menjitak kepala nya itu! Terserah saja orang-orang akan mencap ku sebagai 'anak baru yang dingin plus kasar' , memang seperti itulah iblis, bukan?

"Maaf, a-aku tidak bisa mengatakannya."

Seriously?

Aku telah merelakan diri ku untuk bertatap muka dengannya di saat aku benar-benar ingin membuang kepingan drama pagi tadi dari otak ku. Bahkan setelah ini aku harus berusaha untuk menghilangkannya kembali.

Jimin membalikan tubuhnya dalam keadaan semula. Kembali membaca buku dihadapannya itu.

Benar-benar, rasanya ku ingin menjitaknya.

Tangan ku gesit melayang di udara, bersiap untuk menjitak kepalanya namun...

"Ada apa? Kau ingin bertanya?," Wanita setengah baya yang merupakan guru sejarah yang sedari tadi menulis sesuatu di atas lembaran kertas kini melihatku sambil tersenyum.

Sial.

"Tak apa, tak usah malu. Kau murid baru bukan? Ayo bertanyalah sesuka mu asal sesuai dengan konteks."

'Tenanglah Min Yoongi, tenang. Kau ini pintar, iblis yang pintar. Ayolah buat manusia-manusia disekitar mu ini menjadikan mu pusat perhatian untuk saat ini.'

———————————————————————————

Author's Point of View

"Kau tahu dimana ia berada?" Seorang pria tengah duduk di tahta nya.

Makhluk bersayap putih yang tengah berlutut di hadapannya mulai berdiri mengangkat tubuhnya perlahan, "Aku tidak tahu, jejaknya itu tak terlacak di dunia mortal." Jawabnya.

"Apa kau keberatan jika aku memberi mu tugas tambahan untuk mencarinya sambil terus mengawasi insan lainnya?"

"Oh, tentu saja tidak."

"Tidak apa-apa jika kau menolaknya."

"Sungguh, tidak apa-apa! Aku tak akan keberatan, Papa! Aku akan menjalankan semua tugas ku dengan baik, Papa Seokjin!"

Pria berpanggilan Papa Seokjin itu mulai menghela napasnya. Menatap dalam-dalam malaikat di hadapannya itu, memastikan.

"Baiklah. Terima Kasih. Kau bisa melanjutkan tugas mu."

"Baik, Papa." Ia merentangkan sayapnya, lalu dengan cepat terbang menembus langit-langit kastil, meninggalkan kilauan cahaya disana.

Sang Papa Seokjin bangkit dari tahta nya, berjalan menghampiri sisi dinding yang di penuhi dengan pigura-pigura yang telah pudar dengan bingkainya yang berlapis emas.Membaca satu-persatu nama yang tertulis di setiap bingkai nya. Sampai matanya terhenti pada sebuah nama yang telah pudar. Tangan putihnya menggapai pigura itu, menyentuhnya dengan halus. Seraya menampilkan raut wajah kecemasan.

"Kemana kau pergi?"

———————————————————————————

ʕ•̫͡ʕ•̫͡ʔ•̫͡ʔ•̫͡ʕ•̫͡ʔ•̫͡ʕ•̫͡ʕ•̫͡ʔ•̫͡ʔ•̫͡ʕ•̫͡ʔ•̫͡ʔ

Jangan lupa vote & comment ya!!!!!
Seperti biasa, Karena itu sangat membantu ku untuk meneruskan cerita ini, HUEHEHEHE

¡Gracias!🙏 || ありがとうごっざいまっす🙏||Thank You🙏||Terima Kasih!🙏

Love y'all💜💜💜💜💜💜💜💜💜💜

💜💜💜💜💜💜💜

Demon; yoonminTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang