Part 2

327 60 12
                                    

Derai hujan kembali membasahi bumi. Semilir angin terlihat menghantam dedaunan hingga terpisah dari rantingnya, Jatuh. Aku menghembuskan nafas perlahan, sembari melangkahkan kaki menuju sebuah halte yang disana terlihat ada beberapa orang yang juga mungkin akan melakukan perjalanan jauh, pikirku.

Hari ini, telah kusimpulkan menjadi hari yang berkalang kabut bagiku. Dunia serasa kembali berpihak dan semesta seakan turut memihak. Aku terlihat menjadi orang yang mendadak lesuh. Bukan tanpa sebab, karna aku sendiri pun tahu bahwa jadwal keberangkatanku, Ayah perpanjang hingga pekan depan. Namun, entah kenapa justru Ayah mengirimku hari ini, keluar kota. Bagaimana aku tidak terlihat kusut secara tiba tiba? Ingin rasanya bicara pada Ayah, namun takut justru akan membuatnya kecewa.

Maka disinilah aku. Disudut sebuah kota yang terlampau asing bagiku. Meskipun sebelumnya aku sudah pernah menginjakkan kakiku disini, tetap saja aku merasa menjadi yang terasing diantara miliaran manusia. Aku tidak suka situasi seperti ini, berdiam diri dibawah langit yang bertempatkan pada sebuah halte bus pinggir kota, bersama beberapa orang yang tak kukenal. Enggan rasanya berada disini, namun aku tak bisa mengelak bahwa waktu telah benar benar membawaku sampai pada titik yang tak pernah ingin kutemui. Titik perpisahan.

Hujan turun semakin deras, beberapa orang yang duduk disampingku terlihat menggigil kedinginan, mungkin juga aku. Tapi aku tak memedulikan keadaan yang mencekam seperti ini. Aku justru menikmati setiap rintik hujan yang jatuh dari langit. Rintiknya seolah mengerti, bahwa dalam keadaan seperti ini, aku lebih menyukai kala menjadi orang yang tersiksa. biarkan saja seperti ini, bukankah ini menjadi hal yang biasa untukku? Merasa teraniaya oleh diri sendiri, mungkin sedikit bodoh, pikirku. Ah! Aku bahkan tak bisa berpikir jernih sekarang.

Mataku tertuju pada seorang anak kecil yang berlari kearahku. Bukan, anak kecil itu berlari kehalte untuk berteduh sama sepertiku, bukan menghampiriku. Aku menebak mungkin dia sama seperti adikku yang umurnya kurang lebih tujuh tahun. Aku melihatnya berdiri memeluk dirinya. Dia kedinginan. Bajunya basah kuyup oleh guyuran air hujan yang menerpa dirinya. Aku lalu berdiri sembari mengambil jaket dari dalam tasku.

"Adek pakai ini yah.. Biar gak kedinginan lagi. " Titahku padanya.

"Terimakasih kak, tapi inikan punya kakak. " Balasnya.

"Tidak apa apa dek. Dipakai saja. " Titahku kembali. Dia lalu memakai jaket itu. Setelahnya kuajak dia duduk.

"Adek duduk disini. Nama Adek siapa? "Tanyaku setelah anak kecil itu duduk disampingku.

"Arham kak. " Jawabnya

"Arham orangtuanya dimana? Kok sendiri? " Tanyaku lagi yang dibalas dengan tundukan kepalanya. Apa aku salah bertanya?

" Aku gak tahu orangtuaku kak. " Jawabnya

"Loh kok bisa dek? Terus kamu tinggalnya sama siapa? "

" Arham tinggalnya dipanti kak, sama teman teman yang lain. Arham ditinggal Orangtua sejak bayi. " Jawabnya yang kini tersenyum kearahku. Ya Allah.. seorang anak kecil yang tanpa Orangtua bisa menampakkan senyumnya yang begitu damai rasanya, seolah dia telah benar benar mengikhlaskan apapun yang terjadi pada hidupnya. Tidak terlihat beban pada dirinya.

"Kakak kok bengong? " Tanyanya menyadarkanku.

" Eh hmm. Gak apa apa dek. " Jawabku.

"Nama kakak siapa? " Tanyanya kembali

" Athifa. "

"Namanya bagus kak. " Pujinya.

" Hehe terimakasih. Nama kamu juga bagus. " Balasku. Hingga tanpa sadar hujan mulai reda, Bus yang aku tunggu juga sepertinya akan segera datang. Aku melihatnya berdiri sembari menyerahkan jaket itu kembali padaku.

"Ini kak Jaketnya. Terimakasih kak.. Arham pamit duluan, hujannya sudah reda hehe " katanya sambil tersenyum.

"Oh iya dek. Kamu hati hati pulangnya yaa.. semoga nanti kakak bisa ketemu kamu lagi. " Balasku.

"Iya kak. Assalamu'alaikum.. "

"Wa'alaikumussalam warohmatullahi wabarokatuh. " Aku melihatnya berjalan menjauh perlahan dari tempat itu. Ada rasa iba yang menggerogoti. Tegar sekali.. diusianya yang kecil, ia butuh lambaian kasih sayang Orangtua. Semoga Allaah lekas mempertemukan, aamiin.

Perlahan aku melangkahkan kaki menuju bus yang kini sedang berhenti diseberang jalan. Aku mengangkat koperku yang agak berat, sampai tiba tiba seseorang datang lalu menawarkan bantuan.

"Boleh kubantu? " Tawarnya

"Ah. Tidak perlu. Saya bisa sendiri kok. " Jawabku.

"Kopermu terlihat berat. Sini, biar kubantu." Katanya lagi yang mengambil alih koperku dari tanganku. Dia.. sedikit memaksa tapi baik.

Setelahnya aku mengikutinya berjalan dari belakang menaiki Bus yang akan segera berangkat. Ia lalu menyuruhku duduk di kursi yang kosong. Kusangka ia akan duduk disebelahku, nyatanya tidak. Ia berjalan melaluiku lalu duduk pas dibelakangku. Aku tidak tahu siapa Dia, yang kutahu Dia seorang laki laki yang rela turun dari Bus hanya untuk membantu seorang perempuan yang sedang Keberatan dalam membawa kopernya, Aku.

Bus kembali melaju perlahan, sebelum benar benar melesat jauh dari tempatku menunggu selama beberapa menit lalu. Aku melihat keluar dari jendela Bus, masih bisa kusaksikan rintik gerimis hujan yang masih setia jatuh dari langit. Angin yang berhembus perlahan mengusir gumpalan kabut yang menyelimuti beberapa dedaunan pepohonan. Pemandangan yang indah, gumamku.

"Nama kamu siapa? " Tanya seseorang tiba tiba yang duduk dibelakangku. Oh, Dia yang membantuku tadi. Apakah Dia sedang belajar memulai sebuah percakapan?

"Athifah. " Jawabku singkat.

"Sepertinya kau akan melakukan perjalanan jauh. " Tebaknya yang hanya kudiami. Sampai pada akhirnya ia kembali berbicara.

"Aku Reihan. Mungkin kamu penasaran dengan namaku. " Katanya lagi yang diikuti dengan percaya dirinya. Sempat kukira Dia pendiam, nyatanya sekarang Dia terus berbicara.

"Oh. " Balasku. Entah apa yang terjadi denganku, aku terlalu malas berbicara dengan siapapun.

"Cantik. " Katanya lagi yang langsung kujawab,

"Makasih. " Bagaimana kalo bukan aku yang dia maksud?

"Bukan kamu. " Kan.... Tukasnya yang terdengar seperti sedang tertawa. Ah konyol sekali. Kenapa juga aku harus meresponnya cepat. Athifah.. kamu malu maluin.

"Lah.. terus siapa?! "Tanyaku yang langsung balik kebelakang yang saat itu dia sedang menatapku kedepan. Oh my God! Salah lagi aku.

"Pemandangannya. " Jawabnya singkat.

"Dasar menyebalkan. " Kataku yang mungkin terdengar olehnya. Ah! Bodoh amat. Ngapain juga aku harus berurusan dengan orang seperti dia. Awalnya sih baik bangat, pake bantuin segala, lah Sekarang?

"Makasih. "Ucapnya meresponku.

"Sama sama! " Tukasku kembali. Ingin rasanya turun dari Bus sekarang. Daripada tinggal hanya untuk mendengarkan suara tawanya dia. Hu!

"Jangan galak galak. Nanti gak ada yang suka . " Bicaranya lagi.

"Bodoh amat. ! " Sanggahku.

"Hahaha. Kamu lucu ternyata. Maaf maaf . "Katanya mengakhiri.

.....

Hingga tanpa sadar Bus telah memasuki kota yang akan aku tuju. Berhenti disebuah terminal Bus yang ramai akan penduduk manusia. Kembali aku menemui hiruk pikuk keramaian.

Aku menghembuskan nafas perlahan sembari melangkahkan kaki menuju sebuah taksi yang sudah menunggu sejak tadi. Aku berhenti ditengah keramaian orang orang kota, berbalik kebelakang.

Benar saja, seseorang memandangku dari kejauhan, namun aku masih bisa melihatnya meski dia berada diantara orang yang sedang berlalu lalang. Ia tersenyum, dan aku yakin kali ini aku tidak salah menerka. Ia memang tersenyum kearahku. 'Reihan', dia orang yang sama ternyata. Selamat tinggal. Pamitku dalam hati, eh? Kenapa harus pamit? Aku hanya merasa berutang budi terhadapnya. Sudah, kembali aku menaiki taksi.

🍁🍁🍁

Bukti Cinta Allah Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang