Part 6

261 51 10
                                    

Semesta kembali menyapa pagi. Setelah berbulan bulan jauh dari dekapannya, akhirnya hari ini, takdir kembali mempertemukan.

Ayah dan Bunda datang menjengukku dirumah Bibi. Bahagia, tentunya.

Aku bercerita banyak hal sama Bunda. Teman curhat terbaik setelah Allah. Aku menceritakan bagaimana keseharianku, waktu yang tersita oleh tugas sekolah dan Organisasi. Tapi kewajibanku sebagai seorang muslimah pun tak tertinggalkan, insyaa Allah.

Enam bulan terlampaui, Athifah baru bisa ketemu Ayah dan Bunda. Bukan hanya karena jarak yang terlalu jauh, melainkan biaya yang juga tidak memungkinkan.

Athifah paham, bagaimana kondisi ekonomi keluarga Athifah. Dibesarkan dalam keluarga sederhana, tidak membuat Athifah malu pada dunia. Justru Athifah bangga, karna cita cita Ayah yang ingin putrinya berpendidikan tinggi meski terkendala pada biaya, namun itu tidak menjadi hambatan. Karna Ayah seorang pejuang tanpa pamrih. Seorang pejuang tanpa suara. Ikhlas dalam menafkahi keluarga. Terimakasih Ayah.

Dan Bunda, seorang ibu, berhati malaikat. Yang doa terbaiknya tak pernah terputus untuk putrinya. Aku menyayangi keduanya, dengan sangat.

Setelah menceritakan banyak hal, Bunda tersenyum lalu bertanya,

"Nak.. dari tadi Bunda lihat kamu  semangat sekali bercerita tentang sahabat kamu dan Organisasi yang kamu ikuti. Tapi sepertinya ada yang kurang deh menurut Bunda. "

"Hehe, apanya yang kurang Bunda? "

" Kamu gak punya teman dekat laki laki, Athifah? " Tanya Bunda langsung, aku sampai kaget ditanya begitu sama Bunda. Maksudnya Bunda apa ya?

" Hahaha. Bunda.. ada ada saja deh, "

"Iih, Bunda serius ini.. kamu gak ada yang naksir gitu? Atau gimana? Enam bulan lho ini.. masa putri cantik Bunda, gak ada yang lirik sih.. " ucap Bunda diiringi kekehan tawa Bunda. Sebenarnya aku kaget pas Bunda tanya perihal cowok, ngapain coba? Haha, tapi setelah melihat Bunda tertawa bahagia seperti ini, aku juga ikut bahagia, tentunya.

"Heheh, sejauh ini sih.. gak ada Bunda. Gak ada yang spesial menurut Athifah. Kalau yang naksir sih.. mungkin ada. Tapi Athifah lebih mau fokus belajar aja, jadinya Athifah hiraukan deh, gitu. "

"Putri Bunda, sudah dewasa yaa.. maa syaa Allah sayang. Itu bagus menurut Bunda. Kamu juga harus jaga jarak sama laki laki. Dan yang terpenting, jangan mau sentuhan sama yang bukan mahram kamu. Yaa.. " nasihat Bunda.

"Hehe Siiaapp, Bunda. Insyaa Allah Athifah akan selalu mengingat pesan Bunda. " Selepasnya, Bunda lalu memelukku.

Kulihat Ayah berdiri didekat pintu kamarku, sembari tersenyum kearah aku dan Bunda.

"Ayah, kok cuman berdiri disitu? Athifah kan juga rindu Ayah.. " Ucapku pada Ayah, aku masih dalam dekapan Bunda.

"Ayah kira yang dirindukan cuman Bunda saja. " Ucap Ayah, tersenyum lalu duduk disampingku. Aku lalu memeluknya erat, dibalas dengan kasih sayang Ayah pada Putrinya.

"Jadi Putri yang Sholeha ya sayang. Ayah menyayangimu. " Kata Ayah dengan senyum yang tak pernah lepas pada wajah yang perlahan menua terkikis waktu, namun tetap penuh dengan semangat wibawanya.

"Insyaa Allaah,  Ayah. Aamiin. " Balasku, masih dalam dekapannya. Bunda yang disampingku hanya tersenyum.

Hanyut dalam dekapan Rindu yang terobati.

***

Setelah tiga hari, Ayah dan Bunda memutuskan balik lagi ke kampung. Sedih, pastinya. Aku sempat meminta agar Ayah dan Bunda tinggal lagi satu hari disini, namun kondisi waktu tidak memungkinkan. Ayah harus balik karna ada pekerjaan yang harus diselesaikan. Begitupun dengan Bunda.

Bukti Cinta Allah Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang