Bukan tidak ada wanita yang menarik perhatian Rian selama empat tahun terakhir. Ketika ia di Jepang ada seorang wanita yang nampak begitu jelas menyukainya. Wanita itu memberinya perhatian lebih dibanding teman-teman Indonesia yang lain yang sama-sama melanjutkan kuliah di negeri sakura. Tapi, entah mengapa, perhatian yang diberika wanita itu belum mampu menghapus bayang-bayang Dinar di dalam hatinya. Laki-laki itu masih saja menyimpan kenangan tentang wanita berparas manis itu. Benar kata Akbar, ia belum bisa melupakan Dinar seutuhnya meski ia terus membantah berkali-kali.
Langkah kaki Rian terhenti ketika melihat seorang wanita yang ia kenal baru saja berjalan meninggalkan rumah sakit. Rian segera menyusul wanita berambut sebahu itu. Ia yakin ia tidak salah mengenali.
“Silvi?” Rian menyapa wanita itu. Wanita itu pun menoleh dan cukup terkejut menatap Rian berdiri di hadapannya.
“Rian? Kamu kerja di sini? Sejak kapan?” Silvi menatap Rian yang masih mengenakan jas putihnya. Keterkejutan masih tergambar di wajah wanita itu.
“Iya. Aku baru di sini, belum seminggu. Kamu sendiri?” Rian tersenyum ramah. Melihat Silvi bayangan Dinar kembali bermain-main dalam kepalanya. Ia tahu, Silvi adalah sahabat dekat dari Dinar semasa kuliah dulu.
“Aku ke sini menemui seseorang.” Silvi balas tersenyum meski terlihat tidak benar-benar utuh. “Oh ya, maaf aku lagi buru-buru jadi harus pergi sekarang.” Lanjutnya kikuk.
“Oh ya.” Rian membalas singkat. Ia jadi salah tingkah dengan sikap Silvi yang menurutnya tak biasa, tak bersahabat seperti dulu.
Silvi langsung membalikkan badan dan melangkah meninggalkan Rian, tapi baru berjalan dua langkah sebuah buku tak sengaja jatuh dari genggaman Silvi ketika wanita itu berusaha memasukkannya ke dalam tas dengan tergesa.
Rian yang masih berada dekat dengannya spontan membantu Silvi memungut buku bersampul biru itu. Silvi buru-buru menghampiri Rian dan merebut buku itu dari tangan Rian dengan panik.
“Terima kasih.” Kata Silvi langsung memasukkan buku itu ke dalam tasnya. Ia tidak menunggu Rian mengatakan apapun, ia langsung berjalan pergi.
“Tunggu…” Rian memanggil wanita itu. “Kamu meninggalkan sesuatu…” Rian melangkah menyusul Silvi yang berdiri mematung menatap laki-laki itu. Silvi melihat Rian menggenggam sebuah foto, foto yang terjatuh dari sela-sela halaman buku tadi.
Silvi meraik nafas dalam ketika Rian mengulurkan foto itu di hadapannya, bukan untuk memberikannya tapi untuk meminta penjelasan mengapa Silvi memiliki foto itu, foto koas mereka dulu yang sengaja digunting dan hanya menyisakan gambar Rian dan Dinar di sana.
“Ambillah…” Silvi mengeluarkan kembali buku bersampul biru itu dan menyerahkannya kepada Rian. “Cepat atau lambat kamu pasti akan tahu. Tak ada gunanya aku menutup-nutupinya. Bacalah dan temui dia…” Mata Silvi terasa panas. Ia tak sanggup menahan air mata yang kini terasa menggantung dan akan jatuh membasahi pipinya. Silvi menatap keluar jendela rumah sakit ke arah taman belakang. Ia menatap dari jauh seorang wanita berjilbab dengan jas putih kebanggaannya sedang duduk bersama seorang perawat. Rian mengikuti arah tatapan Silvi dan tertegunlah ia melihat siapa wanita itu.
“Dinar…”
-Bersambung-
KAMU SEDANG MEMBACA
Rinjani Selamat Tinggal
Historia CortaKumpulan cerita pendek tentang masa lalu 💕