16. The End Of 30 Days

5.8K 588 156
                                    

Pada mau sad end kan ya?

.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.

Kedatangan Irene ke rumah membuat Taehyung terperanjat. Meskipun Taehyung yakin Irene menyadari keberadaannya di kamar ini, Irene tidak sedikitpun melihat ke arahnya. Taehyung diam, menunggu apa yang akan diperbuat oleh wanita itu. Seumur hidupnya mengenal Irene, Taehyung tidak pernah menemukan sisi Irene yang sedingin ini padanya. Makanya Taehyung benar-benar enggan berbicara sedikitpun karena ia takut. Ia tidak tau respon bagaimana yang akan Irene berikan terhadapnya.

Dia juga tidak tau apa yang harus dia katakan. Taehyung masih tetap tenang dalam kebisuannya sampai ia melihat Irene membuka koper miliknya, membuka pintu lemari dan mulai membereskan seluruh pakaiannya.

Laki-laki itu terpaku, jantungnya berdetak kencang menahan rasa marah sekaligus sesak. Dia tentu saja tau apa maksud Irene, wanita itu akan pergi dari rumah.

"Joo- kamu-" katanya tersendat. Irene tidak merespon, tetapi ia menghentikan gerakan tangannya cukup menjadi isyarat bagi Taehyung untuk melanjutkan perkataannya.

"Kamu mau ke mana?" Suaranya begitu lirih, dengan pandangan nanar walau Irene sama sekali tidak menaruh atensinya pada laki-laki itu.

"Rumah Ayah."

Sejujurnya, Irene menunggu Taehyung mengatakan sesuatu setelah itu. Tapi lagi-lagi dia merasa bodoh berharap pada orang yang salah. Nyatanya Taehyung membisu. Menyaksikan dirinya yang mulai mengambil langkah untuk pergi dari hidup Taehyung. Sikap Taehyung perlahan menghapus semua harapan dan ragu yang Irene punya.

Harapan untuk menahannya dan ragu untuk pergi. Semuanya perlahan sirna.

Irene bangkit setelah sebagian pakaiannya ia kemas ke dalam koper. Mendirikannya dan menarik koper itu perlahan. Sebelum benar-benar meninggalkan kamar, dia menghela napas berat.

"Ini hari terakhir dari perjanjian kita, kan? Ayah telah mendapatkan donor dan akan segera di operasi. Saat ini aku hanya ingin benar-benar fokus pada Ayahku. Tapi secepatnya-"

"Secepatnya aku akan mengurus perpisahan kita. Seulgi juga membantuku. Jadi jangan khawatir."

Tanpa mereka sadari, mereka berdua seperti dua orang bodoh yang sebenarnya masih ingin mempertahankan semuanya. Namun beberapa alasan kuat tetap mengalahkan keinginan itu.

Dua orang bodoh itu sama-sama menahan tangisannya. Mencoba memahami keadaan macam apa yang tengah dihadapi keduanya. Irene yang masih ingin berbicara namun tidak sanggup lagi menyampaikannya, Taehyung malah tidak bisa mengatakan apapun, yang Irene anggap 'iya'.

"Joohyun,"

Tidak ada gunanya, karena suara Taehyung tidak lagi didengar oleh wanita yang kini melangkah tegas ke luar kamar. Suara koper yang diseret olehnya jadi terdengar menyakitkan di telinga Taehyung.

Kakinya kaku. Seluruh badannya hanya bisa mematung menyaksikan semuanya. Dia memang pengecut. Dia juga brengsek.

"Noona," Irene melewati Jinyoung yang sedari tadi berdiri di depan kamar keduanya begitu saja. Namun ketika telapak tangan Irene mengusap kasar pipinya, Jinyoung paham.

Dia masih terdiam di depan kamar sampai sebuah suara mengerikan menyapa indra pendengarannya. Suara benda yang hancur dan isak tangis seseorang. Kakak iparnya.

***

Sepanjang perjalanan menuju rumah Ayah, Jinyoung tidak berani bertanya apapun pada kakaknya. Pandangannya kosong, tidak bernyawa. Tidak ada tangisan, namun matanya menjelaskan semuanya. Sebenarnya, Jinyoung marah juga pada Taehyung, tapi setengah hatinya seakan masih membela kakak iparnya itu. Untuk beberapa alasan, Jinyoung ingin sekali berbicara dengan Taehyung. Mendengar sendiri pernyataan Taehyung agar ia tidak salah mencerna segalanya.

30 Days✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang