Satu

147 70 164
                                        

Vino pergi menuju kelas mendahului Vania. Membahas Devan selalu saja berujung keributan di antara mereka. Sebenci itu kah Vino dengan Devan? Seharusnya Vania yang membenci Devan, bukan Vino. Mungkin karena Vino yang terlalu menyayanginya sebagai sahabat, dia tidak terima melihat Vania diperlakukan seperti itu oleh Devan. Vania melanjutkan langkahnya menuju kelas yang tadi sempat terhenti.


Vania mengedarkan pandangannya ke seluruh isi kelas. Ada yang sibuk membaca novel, mengobrol, hanya melamun, bermain gadget dan bahkan ada yang sudah tidur di waktu yang masih pagi ini.

Vania melihat ke arah kursinya. Dia melihat disebelah kursinya ada Adel yang sedang tertidur dengan tas yang digunakannya sebagai bantal. Vania perlahan mendekati Adel kemudian duduk di kursinya.

"Habis maraton berapa episode Del?"

Adel yang merasa diajak bicara kemudian mengangkat kepalanya yang terasa sangat berat.

"Cuma 5 episode doang Van" ujar Adel sambil mengucek kedua matanya yang terlihat memerah.

Vania menggeleng pelan sambil membentuk senyuman. Kebiasaan Adelia Faranisa-sahabatnya ini sungguh buruk. Jika alur ceritanya seru dia bisa menonton drama korea hingga lupa waktu. Kalau sudah penasaran dia rela tidur larut malam hanya demi memuaskan rasa penasarannya.

"Cuma? Lo tidur jam berapa sih?"

"Jam 1, soalnya gue nonton dari jam 9. Gue penasaran endingnya gimana jadi gue selesein tu drama hari itu juga"

"Gila ya lo. Udah kecanduan lo. Lo ngaca nih kantung mata lo udah segede apa" Vania mengeluarkan cermin kecil dari saku bajunya.

Adel melihat wajahnya di cermin. Dan..
"OMG! GILA SIH INI GEDE BANGET!" dia selalu saja heboh seperti biasanya.
Kantung matanya itu membasar dan menghitam. Dia sangat tidak percaya diri jika ada sesuatu yang merusak penampilannya. Contohnya saja kantung matanya ini yang bisa membuatnya tidak percaya diri.

"Van, gimana nih? Gue malu. Pasti muka gue kayak monster sekarang. Iya kan?"

"Hari-hari biasanya juga kayak monster. Jadi sama aja"

Adel mencubit tangan Vania. Cubitannya itu jangan diragukan, pasti akan mambuat tangan Vania biru.

"Nyebelin lo!" Adel memasang wajah kesalnya.

"Eh iya. Lo kan rajin Van, pasti lo udah ngerjain PR Sejarah kan?" Vania tahu apa arti tersembunyi dibalik pertanyaan Adel. Adel ingin menyalin jawabannya.

"Ada udang di balik bakwan nih. Untung gue udah selesai jadi lo bisa nyontek" Vania mengeluarkan buku tulisnya lalu memberikannya ke Adel agar Adel bisa menyalin jawabannya sebelum pelajaran Bu Fitri-guru Sejarah.

"Makasih Vania. Makin sayang deh gue sama lo"

Sementara Adel sibuk menyalin jawabannya, Vania melihat ke arah bangku barisan belakang. Dilihatnya Vino sedang sibuk dengan gadget miliknya.
Vania ingin menghampiri Vino, tapi dia takut jika dia masih marah. Tadi itu juga bukan kesalahannya. Vino yang terlebih dulu menjelekkan Devan.

Vania kembali melihat ke arah Adel yang secepat kilat menyalin semua jawabannya.

"Kalo nyontek harus teliti, jangan ada yang salah tulis" Vania terkekeh sambil menopang dagunya dengan tangan.

Story Of Vania [Hiatus]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang