19. Waktu

2.1K 306 16
                                    

Keluarga gue ataupun keluarga Keira merasa diburu waktu.

Makin hari, perut Keira akan mulai terlihat, tapi gue juga gak mau maksa, karena gue tahu Keira butuh pertolongan psikiater.

"Kei kamu gak mau makan?"

"Aku masih kenyang Kak Vin." Gue mengangguk, enggan membantah meskipun tahu terakhir ia makan itu semalam, dan hanya setengah buah apel.

Usia kandungan Keira sudah sekitar 5 atau 6 minggu, kalo itung-itungan dokter sih 6, tapi kalau ngikutin waktu pas Keira disekap Digta, ya 5 minggu, jadi sekitaran segitu lah yaa.

Keira mau gue ajak ke psikiater, untunglah dia gak menolak dan tau kalau dirinya butuh pertolongan yang tepat. Tapi ya masih gitu, dia gak nafsu makan, minum vitamin atau susu pun males.

Dokter tadinya mau kasih dia obat penghilang stress, tapi pas tau Kei hamil, eh gak jadi. Takut bermasalah sama kandungannya. Gitu katanya.

Di sisi lain. Keluarga gue dan keluarga Keira sudah saling berkomunikasi. Keira sudah setuju menikah dan tanggal pelaksanaannya pun sudah ditentukan. Gak lebih dari 3 minggu lagi, diselenggarakan di venue Kalya nikah dulu.

"Kalo aku malem ini nginep di rumah Kak Vin, boleh? Aku males tidur sendiri."

"Iya boleh, nanti aku yang izinin ke Kalya."

Keira mengangguk. Jujur ya? Gue kangen ngobrol receh sama dia. Gue kangen becanda-becandaan. Sekarang kami ngobrol cuma kalau ada yang mau diomongin aja. Sedih tau.

Sumpah ya, gue pengin Keira kaya dulu lagi. Asli.

"Nanti di rumah mau makan gak? Beli dulu yuk?" Ajak gue, biar perutnya ke isi gitu loh. Masalahnya kan bukan cuma buat dia doang, tapi janinnya pun perlu nutrisi untuk tumbuh dan berkembang.

"Gak ah, aku gak kepengin apa-apa."

Gue mengangguk, menjalankan mobil langsung ke arah pulang, padahal tadinya mau mampir ke warung makan seafood favorit dia dulu.

Sampai di rumah, gue biarkan Keira santai-santai di sofa, toh ini bakal jadi rumah dia juga dalam waktu dekat, dan gue laper, mending gue masak indomie dulu dah buat sendiri.

Memotong sayur kol, sosis dan bakso, gue masukan semua komponen itu ke air mendidih dan mie yang sudah setengah mateng.

"Kak Vin??" Panggil Keira.

Gue menoleh ke belakang dan melihat Keira meringis memegang perutnya. Langsung saja gue berlari menghampiri.

"Kenapa? Sakit??"

"Iya ihh, barusan aku nunduk doang garuk kaki, eh kaya keram gitu."

"Ehh? Keteken kali ya perutnya?"

"Iya kali, tapi ini udah biasa sih." Katanya, nada suaranya pun sudah terdengar biasa, tidak seperti tadi.

"Yaudah sebentar, aku tirisin mie dulu yaak."

Kembali ke dapur, gue meniriskan mie kemudian memasak ulang air untuk dijadikan kuah. Di kompor satunya, gue memeriksa telor rebus gue. Sumpah ya, makan mie kuah itu enaknya pake telor rebus, asli mantep banget.

Mie selesai, gue menghampiri Keira yang sedang asik menonton.

"Mau berdua gak?" Tawar gue.

"Aku mau icip sayurnya aja."

"Nih!" Gue mendorong mangkok mie ke arahnya.

Tersenyum, gue seneng pas Keira gak cuma ambil sayuran, tapi ambil mie juga, telor juga, dan lain sebagainya. Asli, gue rela gak makan kalo emang dia mau makan ginian mah.

DESTINASITempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang