25. Terima kasih

2.9K 337 18
                                    

Sudah tiga bulan gue dan Keira mengakrabkan diri dengan Citrani, bukan cuma gue, tapi juga keluarga gue dan Keira. Yaa... tapi Nene lampir akan tetap jadi Nene Lampir.

Kalya sempet rese gitu. Tapi Kata Keira sih diemin aja, emang kakaknya begicuuu.

Selain Citrani, Rani juga diterima dengan baik. Gue mengenalkan dia sebagai Ibu dari anak gue, meskipun ia bukan pasangan gue. Rani sudah gue anggap keluarga jauh sekarang. Pokoknya gitu lah yaa.

"Sayang, dua minggu lagi Rani berangkat, kapan kita mau minta dia tanda tangan?"

"Tanda tangaan??" Gue heran sendiri. Keira nih otaknya sering maju cepet banget. Gue masih di Mars, dia udah sampe galaksi Andromeda. Ketinggalan jutaan tahun cahaya gue.

"Ya kita harus buat kesepakatan nanti, kita kan ngurus Citrani dari sekarang, kita gak tau masa kuliah Rani berapa lama, karena beasiswa yang dia dapetin itu mengharuskan dia kuliah di minimal dua negara di Eropa. Aku udah tanya dia, katanya dia di Inggris, Paris, Jerman sama tar aku lupa satu lagi apa."

"Ya terus?"

"Jangan sampe pas dia pulang dia rebut Citrani dari kita!"

"Lha? Kan dia emaknya."

"Ya tau, tapi kan tahun-tahun kita ngurus Citrani ini tahun emasnya dia, apa yang akan kita lakukan bakal membekas di dia. Kalo nanti Citrani gak mau sama Rani gimana?"

"Gimana? Emang tanda tangan apa sih??"

"Perjanjian kalau kita gak akan memaksa kehendak kita, biarin Citrani yang milih. Kalau dia belum bisa milih, kita liat dia lebih nyaman sama siapa. Hak asuh tetep, Citrani sepenuhnya anak Rani, tapi kalo nanti Rani pulang dan Citrani merasa asing sama Rani, dia gak boleh maksa Citrani untuk sama dia. Harus ada pendekatan, kaya yang sekarang kita lakuin, biar mentalnya Citrani baik-baik aja."

Kan, apa gue bilang, Keira tuh mikirnya cepet banget. Rani belom berangkat aja dia udah mempersiapkan gimana Rani pulang nanti.

Istri gue gini amat yak?

"Yaudah iyaa. Tapi aku heran... kenapa kamu segininya? Kamu gak ada perasaan risih gitu??"

"Engga, aku seneng kita langsung training jadi orang tua, pake anak kamu lagi. Kamu kenapa sih???"

Gue diam. Gak enak sebenernya bahas apa yang ada di kepala gue ke Keira tuh. Ini adalah topik yang hanya akan dimengerti para lelaki.

"Kamu kenapa?"

"Gak apa-apa."

"Ohh gini, mau sembunyiin sesuatu dari aku?" Ucapnya dengan nada mengancam.

"Gak gitu."

"Teruss?"

"Susah aku bilangnya."

"Kan, kamu bener nyimpen sesuatu! Ayok ceritain."

"Aku gak enak sama kamu, Kei."

"Gak enak kenapa?"

"Ya soal kondisi aku sekarang, dan omongan Kalya soal aku nyusahin kamu."

"Kamu ngomongin apa sih Vin?" Tanya Keira tegas.

"Aku gak enak sama kamu. Soal kondisi aku yang sekarang pengangguran, kamu yang kerja buat keluarga ini, terus ditambah lagi ada tanggung jawab anak aku. Aku gak enak, bener kata Kalya, aku nyusahin kamu."

"Omongan Kakak gak usah didenger, Sayang!"

"Tapi Kalya bener, Kei."

"Kamu gak nyusahin aku. Sekalipun kamu di rumah, kamu gak nganggur. Kamu mau masukin baju kotor ke mesin cuci, terus ke atas jemurin. Kamu mau cuciin piring kotor, kamu bahkan masak makanan jadi pas aku pulang aku tinggal makan dan istirahat karena rumah udah kamu rapihin. Kamu bantu banyak hal, yang kaya gitu kesannya sepele, tapi semua kerjaan itu, dilakukan oleh laki-laki tuh adalah bentuk bantuan tertinggi suami buat istrinya tau, Sayang."

DESTINASITempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang