first: supermarket

334 26 2
                                    

Losing the future they had
dreamed together was as hard as
losing the past.

***

"Angkat dong teleponnya. Jangan sok ngartis!"

Kana bergumam sebal sebab panggilan teleponnya sudah empat kali diabaikan. Ini sudah hampir dua puluh menit sejak ia duduk di halte yang berada di dekat sekolahnya sambil terus berusaha menelepon seseorang yang sampai saat ini masih belum menjawab.

"Halo."

"Akhirnya diangkat juga. Ke mana aja sih lo?!"

Tepat ketika panggilan diangkat, Kana langsung memburu pelaku pencuekan panggilan teleponnya tersebut dengan seruan sebal. Biasanya, anak zaman sekarang adalah tipe-tipe anak yang akan sangat mendewakan ponselnya. Jangankan panggilan telepon, ponsel getar dikit aja hebohnya udah kayak dapat notifikasi paling menggemparkan di dunia. Padahal kenyataannya, isinya cuma sebatas SMS hoax memenangkan undian sebesar seratus juta yang herannya masih dipercayai oleh sebagian besar manusia di negeri plus enam dua.

"Baru kelar mandi. Kenapa?"

Dari sini Kana bisa tahu kalau cowok yang kini tengah berbicara dengannya lewat telepon itu tidak tengah berbohong karena Kana dengan jelas dapat mendengar suara air dari keran yang baru saja dimatikan.

"Jemput gue, dong!"

"Idih, siapa lo siapa gue?"

"Tolongin gue sih, Ta."

Cowok itu berdecak. Sudah bisa Kana tebak, pasti di tempatnya berada sekarang ekspresi wajahnya sudah berada pada kadar masam yang paling memuakkan. Kana sudah sangat paham kalau cowok itu adalah tipe orang yang bagaimana, dan diganggu pada saat dirinya tengah malas melakukan sesuatu adalah hal yang sudah pasti cowok itu hindari.

"Emangnya lo di mana?"

"Halte dekat sekolah. Gue habis ngerjain tugas sama teman sekelas gue. Mereka udah pada balik, jadi tinggal gue sendiri."

"Bukannya balik aja bareng teman lo. Ribet."

"Gue mau sekalian belanja, Akta. Lo harus temenin gue pokoknya."

"Belanja apaan, sih? Udah kayak emak-emak mau lebaran aja."

"Belanja bulanan. Stok makanan, minuman sama camilan di rumah gue udah habis. Abang gue balik malem, jadi mau gak mau kudu gue yang beli."

"Ck, nyusahin aja hidup lo."

Kana terkekeh. Ia selalu percaya, sekuat apa pun Akta menolaknya, cowok itu akan tetap membantunya. Meskipun Kana harus dibuat emosi jiwa terlebih dahulu, tetapi sebenarnya Kana percaya kalau Akta adalah orang yang begitu baik dan peduli padanya, tentunya kedua setelah Abangnya.

"Hehehe. Jemput ya?"

"Iya, bawel!"

"Bagus. Jangan lama-lama, awas aja!"

"Udah maksa, ngatur juga lagi. Gak tahu diri banget ya, lo!"

"Bodo amat. Kalau lama nanti gue cabik-cabik muka lo!"

"Dasar gila!"

"Udah buruan!"

Sambungan terputus secara sepihak karena Akta lebih dulu mematikan panggilan. Kana tidak terlalu peduli dan hanya mengendikkan bahu sekilas. Sembari menunggu Akta, cewek itu memutuskan untuk membuka playlist musiknya, mencari lagu mana yang ingin ia dengarkan sebelum akhirnya menyumpal telinganya menggunakan earphone.

tacenda Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang