eleventh: tacenda

134 7 0
                                    

Things better left unsaid, matter
to be passed over in silence.

***

Seperti yang sudah diduga, tempat kumpul mereka memang tidak jauh-jauh dari minimarket, warkop, atau kafe-kafe pinggir jalan. Sebab bagi Darsa, Pop Mie di minimarket jauh lebih nikmat dibanding makanan yang sepiringnya bisa seharga kuota internetnya selama sebulan. Sementara Vian, cowok itu jelas lebih memilih tempat main yang agak low budget karena antisipasi dompet sekering tanah rawa musim kemarau di akhir bulan. Lain halnya dengan Akta yang punya prinsip 'daripada nongkrong mewah ala-ala bocah hits di Instagram dengan makanan yang sedikit dan cuma modal tampang, nasi padang sudah lebih dari cukup untuk menjamin kesejahteraan perut dan dompetnya'. Oleh sebab itu, tidak heran kalau Akta lebih memilih sebungkus nasi padang paket lengkap dengan karet dua daripada keestetikan kafe yang bisa jadi faktor utama dari krisis uang jajan per bulannya.

Meskipun kafe-kafe mahal selalu ada dalam pilihan, namun tempat-tempat itu pada akhirnya hanya jadi bagian dari angan dan berujung tak pernah masuk dalam daftar kunjungan ketiganya. Kalau mau nongkrong di sana nanti saja, tunggu mereka diangkat jadi anak sama Choi Siwon yang sekarang namanya makin melejit karena lagi gencar-gencarnya mengiklankan salah satu produk mie ternama di Indonesia.

Akhirnya untuk hari ini, mereka lebih memilih singgah ke minimarket 24 jam yang berada di dekat sekolah SMP mereka dulu. Alasannya sih, katanya karena mereka rindu dengan tukang parkir yang seperhitungan mereka sudah mengabdi di minimarket tersebut selama kurang lebih lima tahun. Jadi, setelah memarkirkan motor masing-masing di pelataran parkir, ketiganya langsung masuk dan menyebar ke berbagai rak-rak yang menyediakan makanan-makanan ringan.

Vian mengambil sekaleng cola dan satu bungkus keripik kentang ukuran besar. Darsa juga turut mengambil sekaleng minuman kopi dan jajanan lainnya. Sementara di tempatnya, Akta masih bingung ingin membeli apa yang berakhir membuat cowok itu butuh waktu agak sedikit lebih lama dari Darsa dan Vian yang sudah lebih dulu mengantre untuk membayar barang belanjaan mereka. Setelah menyelesaikan transaksi di kasir--sekaligus temu kangen karena kasir minimarket tersebut yang ternyata masih mengenal mereka--Darsa dan Vian langsung berjalan keluar minimarket. Keduanya memilih duduk di kursi yang disediakan di luar minimarket, menunggu Akta yang memutuskan untuk mengambil sebotol air mineral, beberapa jenis keripik, dan satu coklat karamel yang terkenal dengan slogan 'lo rese kalau lagi laper'.

"Ini aja, Ta?"

Kasir itu bertanya setelah selesai me-scan harga dari jajanan yang Akta beli. Akta yang sedang mengambil uang di dompet kontan menoleh ke arah kasir minimarket yang menyebut namanya tadi.

"Bah, Teh Uci?!" Akta berseru kaget. "Buset, udah hampir lima tahun di sini gak pindah cabang???"

Teh Uci--nama dari penjaga kasir minimarket yang melayani Akta tersebut--membalas dengan senyum lebar. "Kan nyamannya di sini aja, jadinya gak mau pindah."

"Bukan karena cinlok sama tukang parkir depan kan, Teh?"

"Ya enggak, lah! Yakali, Ta???"

"Ngaku, hayo!"

"Ngaco aja, ih!"

"Hehehe."

Teh Uci memberikan uang kembalian kepada Akta. "Tumben cuma bertigaan, yang dua ke mana?"

"Hah???"

"Itu, teman kamu yang dua lagi. Dulu kalian berlima-lima terus kayak Red Velvet!"

Akta malah terpekur. Tidak mengira jika Teh Uci mengingat begitu jelas bagaimana pertemanan Akta sewaktu SMP.

tacenda Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang