eighth: McDonald's

117 9 4
                                    

It is easier to forgive an enemy
than to forgive a friend.

[ William Blake ]

***

McDonald's.

Restoran cepat saji yang menjadi kunjungan mereka setelah sesi latihan Akta malam itu tengah dalam kondisi yang lumayan ramai. Bahkan antrean drive thru yang biasanya lengang, kini terlihat sedikit panjang. Pelataran parkir tempat Kana, Akta, dan Darsa memarkirkan kendaraan mereka pun terlihat penuh. Untungnya, Darsa dan Akta masih mendapat tempat parkir yang tidak begitu jauh dan sempit.

Saat ini mereka bertiga masih berada di parkiran. Darsa tengah menyisir rambutnya menggunakan jari dan sibuk berkaca di spion motornya sendiri. Akta pun sama, sibuk membetulkan topi serta rambutnya, sementara Kana hanya berdiri dengan kedua tangan terlipat di dada sambil memandang malas ke arah dua tikus sawah tersebut.

Kana sudah terlihat seperti tukang parkir gadungan. Dengan jeans panjang model preman alias sobek-sobek di bagian lutut, jaket denim kebesaran milik Akta dan juga topi putih polos Darsa yang bertengger di kepalanya. Ditambah lagi, ekspresi Kana yang terlihat kurang bersahabat malah semakin membuatnya terlihat seperti tukang parkir yang tidak sabar menunggu upah. Kana memang sudah agak lelah dengan tingkah Darsa dan Akta. Sebelum berangkat ke sini, mereka berdua sempat adu mulut. Berdebat soal siapa yang harus membonceng Kana sampai ke McD. Kana yang awalnya biasa saja dengan sikap dua kucrut itu, lama-kelamaan sukses dibuat geram. Bacotan Darsa dan Akta sepertinya tidak akan berakhir kalau saja Kana tidak memotong perdebatan keduanya dengan ancaman pulang duluan menggunakan ojek online. Tentu saja Akta dan Darsa spontan berhenti, lalu mengusulkan untuk Kana yang memilih. Pada akhirnya Kana memilih berboncengan dengan Darsa, dengan alasan kalau dirinya sudah berboncengan dengan Akta ketika berangkat tadi. Akta sempat bete, apalagi Darsa sempat mengejeknya nyolot karena dirinya lah yang akhirnya dipilih oleh Kana. Akta lantas mengalah dan mencoba berbesar hati, namun sebelum benar-benar jalan, cowok itu mengatakan kalau pulang nanti Kana harus berboncengan dengannya.

Untung saja yang direbutin mereka berdua itu Kana, bukan cewek lain. Kalau yang diperlakukan demikian itu bucin-bucinnya Akta atau Darsa sih Kana yakin mereka udah terbang sampai ke puncak Merbabu saking melting-nya. Kana sih boro-boro ambyar, mau tahu-tahu ditembak juga palingan responnya cuma, 'Oh, oke. Makasih udah suka sama gue. Tapi maaf, kita temenan aja ya'.

"Lo berdua ngaca terus kayak cupang!" Kana akhirnya menukas sensi sambil memperhatikan Darsa dan Akta yang masih sibuk membetulkan rambutnya. "Lagian itu kaca bisa retak kalau dipakai buat nampung refleksi muka kalian mulu!"

"Kalau ini kaca bisa ngomong, kayaknya gue bosen deh dengar dia bilang 'Darsa Ganteng' terus setiap gue ngaca," balas Darsa percaya diri.

Akta berdecak. "Gue berharapnya itu kaca bisa muntah, sih. Enek soalnya lihat muka lo mulu."

"Masih ada tubir ronde dua, nih?" Kana menaikkan salah satu alisnya. Mendadak suasana menjadi mencekam karena nada bicara cewek itu yang mulai menandakan tanda-tanda perang dunia. Darsa dan Akta langsung menyudahi kegiatan mereka, lantas berjalan mendahului Kana.

Begitu tiba di dalam, mereka disambut oleh banyak orang dengan kegiatan yang berbeda-beda. Mulai dari mereka yang sibuk dengan laptop, beberapa cewek yang sibuk FGD--Focus Ghibah Discussion--sambil jeprat-jepret (biasa, kebutuhan instastory). Dan ada juga yang terlihat seserius itu dengan makanannya, seperti orang yang baru ketemu makanan setelah berbulan-bulan lamanya.

tacenda Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang