sixth: futsal

96 8 1
                                    

look down at your body whisper
there is no home like you.

[ thank you - rupi kaur ]

***

"Lo di mana?"

"Perpus."

"Ngapain?"

"Tidur."

Terdengar decakan dari seberang sana. "Udah bisa gue duga."

"Kalau lo udah duga kenapa mesti nanya?"

"Mastiin aja. Lagian kerjaan lo kan di sekolah cuma tidur doang di perpustakaan."

"Sekolah adalah rumah kedua, asal lo tau. Lagian apa bedanya gue sama lo, ngaca bor," balas Kana.

Cowok di seberang telepon itu mendengus. "Apa kata lo, deh. Sini ke kantin, buruan!"

"Mau traktir bakso, ya?"

"Pala lo sini gue jadiin bakso. Sini aja, cepetan!"

"Cih, lo udah ganggu, maksa juga lagi!"

"Bawel! Nanti gue beliin es jeruk, cepetan sini!"

"Nah, itu baru gue setuju. Otw bos!"

Telepon terputus dan Kana langsung buru-buru bangkit dari duduknya. Cewek itu meraih buku yang sempat dia ambil untuk dijadikan bantalan tidurnya. Tak lupa Kana juga mengambil sepatu converse yang sengaja ia lepas sewaktu tidur tadi, alasan mengapa Kana memilih untuk melepas sepatunya adalah karena menurutnya itu akan lebih nyaman hingga dirinya jadi bisa dengan leluasa menaikkan dan melipat kakinya di atas kursi. Kebetulan tempat yang ia duduki berada di pojok perpustakaan, jadi dirinya aman dan bebas dari pantauan penjaga perpustakaan dan juga beberapa murid yang mungkin juga tengah menghabiskan waktunya di tempat tersebut.

Setelah mengembalikan buku di bagian rak Pengetahuan Umum, Kana langsung berjalan keluar perpustakaan dengan kedua sepatu yang ia tenteng di tangan kanannya. Dengan hanya berbalut kaus kaki, cewek itu melangkah menuju kantin dengan langkah santai sambil sesekali bersiul mengikuti nada lagu yang terlintas di pikirannya. Namun tak selang beberapa lama, Kana harus dibuat sebal karena perjalanannya harus terganggu dengan adegan picisan ala-ala FTV yang membuat cewek itu bersedekap dengan tatapan galak.

"Koridor tuh dipakai buat jalan, bukan buat pacaran. Minggir, gue mau lewat," sarkas Kana dengan pandangan datar.

Kontan saja dua adik kelas di hadapannya tersebut langsung memberikan jalan untuk Kana sambil tersenyum kaku.

Kana melanjutkan langkahnya sambil menggerutu dengan nada yang terbilang cukup kencang. "Baru masuk beberapa bulan udah pacaran. Di jalanan lagi. Emang gak ada tempat lain apa? Pengen gue karetin aja pantatnya satu-satu!"

Entah kenapa Kana jadi terlalu sensi karena kelakuan siswa dan siswi di sekolahnya yang selalu menggunakan koridor untuk mengobrol dan memblokir jalan karena begitu banyak memakan tempat. Cewek itu masih sibuk menggerutu ketika dirinya sadar kalau waktu istirahat tersisa sedikit lagi. Menilik jam dengan warna biru pastel di pergelangan kanannya, Kana lantas membelalak dan mempercepat tempo langkahnya menuju kantin. Masih dengan sepatu di tentengannya, Kana memasuki kantin dan sempat menjadi bahan lirikan dari beberapa murid yang lewat, baik itu adik kelas atau pun teman seangkatannya. Namun Kana tetap Kana yang tidak peduli terhadap apa pun, cewek itu bahkan dengan santainya melangkah menyusuri kantin untuk mencari tiga tikus sawah alias Darsa, Akta, dan Vian.

Atmosfir kantin tentu saja selalu melekat dengan kata 'ramai'. Namun, saat ini keadaan kantin masih tergolong normal karena tidak banyak murid yang terlihat. Hal itu tentu menjadi keuntungan bagi Kana karena dirinya tidak perlu susah payah menyempil dan terjebak dalam kerumunan orang dan suara yang saling menyahut. Wajar saja. Setiap jam istirahat kantin adalah tempat utama yang dituju oleh hampir semua murid, jadi tidak heran mengapa tempat itu selalu terlihat padat. Tidak sulit bagi Kana untuk menemukan teman-temannya karena meja yang dipilih selalu sama. Meja pojok kantin yang berada tepat di depan tukang es kebanggaan kantin sekolahnya.

tacenda Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang