AIZONE*1

8.6K 1K 96
                                    

"Iya tante, aku baik-baik kokk... udah biasa ajaa disini!"

"Makan teratur, istirahat teratur ya, sayang!"

"Iya, tantee...!"

"Gak usah diet-diet, kamu sudah langsing, Mou!"

"Ya, Tannn..."

"Matt baik-baik juga kok katanya, gak usah dipikirin, barusan tadi hubungin tante, kasih tau kalau dia membutuhkan dana lebih, tante juga kurang paham buat apa tadi dia bilang!"

"Ya, Tan!"

Setelah memberi salam sebelum menutup telpon, gadis itu menatap layar handphonenya. Telpon dari mamanya Matt. Yang selalu memberi kabar padanya tentang keadaan Matt, ketika pacarnya itu tak memberi kabar padanya.

Barusan menelpon mamanya? Kenapa tidak menelpon dia barang sebentar saja. Sibuk. Hanya sempat menghubungi orangtuanya saja. Begitukah?

Selama berhubungan jarak jauh, sudah hampir dua tahun lamanya, komunikasinya dengan Matt tidak terjadwal. Hanya bila sedang ingin saja. Bahkan chatt diponselpun, terkadang tiga hari baru dijawab. Awalnya setelah berpisah jarak dua tahun lalu, ia harus menyesuaikan diri dengan sikap Matt yang cuek dan tidak bisa romantis. Pada akhirnya ia harus memahami, cinta bukan untuk bermanja. Cinta itu memahami. Lagipula ia terbiasa mandiri. Dengan keadaan hubungan kedua orangtua yang berantakan. Bahkan saat ia tinggalkanpun, ibunya hanya bisa pasrah saja menerima keputusannya.

"I love you ma, i love you pa, biarlah aku memilih jalanku sendiri, karna jika dekat akan sama saja, serasa jauh!"

Mou, gadis itu menyeka sudut matanya yang berair. Saat ini justru ibunya Matt yang selalu menghubunginya, bertanya kabar, memperhatikannya. Sementara ibunya sendiri, masih sibuk dengan masalahnya. Ditinggal papanya kembali kepada keluarga pertamanya, mamanya mencoba untuk berbenah diri dengan menyibukkan diri menjadi wanita karir disebuah perusahaan besar, memanfaatkan ijazah sarjana ekonomi yang tak terpakai sejak menikah dan memiliki Mou.
Sementara Matt, ia hanya bisa bersyukur kalau merasa memiliki seseorang yang menjadi harapannya dimasa depan, dengan hubungan yang apa adanya.

"I love you beb, jangan banyak melamun mikirin aku ya, aku ada dihatimu!"

"I love you to beb!"

Mou menggigit bibirnya lalu memeluk ponsel didadanya saat itu. Hanya dengan kalimat itu saja, ia akan merasa melayang-layang saat sedang facetime. Meski itu jarang terjadi. Entah apa yang dilakukan Matt di Jerman sana selain berada dikelas. Sepertinya waktunya habis untuk setumpuk kegiatan extra yang ia jalani disana.

Menurut Matt ia ada kegiatan Extra setiap sabtu dan minggu. Katanya ia diajak temannya terlibat dalam kegiatan itu.
Setahu Mou biaya kuliah di Jerman gratis atau tepatnya hampir gratis, tetapi yang mahal adalah biaya hidupnya. Menñurut Matt biaya sewa kamar rata-rata berkisar 200 Euro per bulan dan asuransi wajib mahasiswa yang hampir 100 Euro per bulan. Biayanya berkisar antara 250-350 Euro per semester untuk semua jurusan. Tetapi 400 Euro per bulan untuk bisa berkuliah di negara panser, Mou yakin ayah Matt sanggup membiayainya, apalagi Matt mendapatkan bea siswa. Tentu saja dia hanya butuh untuk biaya hidup saja disana.

Belum lagi masalah waktu yang berbeda. Di Indonesia lebih cepat 5jam daripada di Jerman. Misalnya 18.53 Sabtu, di Jerman sama dengan 23.53 Sabtu, di Jakarta. Mau malam mingguan, Matt sudah ngantuk duluan. Isi facetime mereka kebanyakan diisi oleh menguapnya Matt. Mou jadi tak tega. Ketika Matt mau menelpon pukul 19.00 waktu Jerman, di Indonesia justru masih terang benderang dan Mou sedang dengan segudang aktivitasnya.

"Kapan dong kita quality timenya?" Keluh Mou dengan suara serak.

"Kapan ada waktulah beb, kamu sibuk aku nyantai, aku nyantai kamu sibuk!"

ALI & MOU (ILY) ZoneTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang