AIZone#19

2.5K 671 35
                                    

"Lo lupa, lo pernah bilang lo tembok gue, sekarang sepertinya tembok gue sudah roboh, gak nyediain tempat lagi buat gue nyender, it's ok, kita gak akan bersahabat lagi, kita juga putus!"

Mou teringat ucapannya yang akhirnya ia rasa terlalu emosi dan terburu-buru. Tetapi ia merasa benar. Buat apa memaksa seseorang menjadi sahabatnya padahal dia tidak ingin. Mana ada sahabat yang justru tak menyediakan bahu saat ia butuh?

Dua kali sakit yang ia rasa. Saat Ali bergeming, tak menghiraukannya, saat ia berlalu dari hadapan pria itu. Bukan dikejar, tidak juga ada suara panggilan untuk menahannya pergi. Bagaikan tembok yang kokoh, Ali justru berdiri tegak dengan membuang pandangannya.

Sedingin itu? Sekaku itu? Mana Ali sahabatnya yang perhatian, pengertian dan juga begitu care padanya. Justru disaat-saat ia membutuhkan, tak ada sentuhan perhatian itu. Memandangpun hampir tidak ada yang berarti. Dingin. Ia kembali menjadi sosok yang seakan-akan tak peduli pada oranglain disekitarnya. Lalu kenapa saat ia butuh, saat ia tidak memiliki siapapun tempat untuk bersandar kecuali dia, dia justru berubah sikap?

"Sori Mou, gue gak boleh egois!"

Saat membuang pandangannya, Ali bergumam. Meski bertentangan dengan hati kecil, ia merasa harus melakukannya. Tidak ingin menjadi lebih perhatian daripada orang yang seharusnya lebih perhatian. Bahkan menyebutnya saja dengan sebutan Mou. Baginya itu menandakan bahwa, ia bersikap kepada Mou kekasih Matt, bukan kepada Ily sahabatnya. Entahlah apa itu adil bagi Mou, yang pasti, susah payah ia menahan dirinya, menahan tangannya, menahan fisiknya agar tak berbuat lebih dari sekedar jadi pendengar.

"Sok idealis lo Mad, padahal lo tersiksa gak nyentuh dia!"

Ali mengepalkan tangan lalu memukul dadanya sendiri. Susah payah ia menahan rasa tersiksa tak bisa menjadi tembok disaat Mou membutuhkannya. Tak bisa menghapus airmata dengan jarinya. Tak bisa memeluk dan mrngusap kepala gadis itu untuk menenangkannya.

Ia takut sekali menciptakan, Aurora-Aurora baru, yang lebih merasa nyaman, dan membuat perbandingan antara pacarnya dengan pemuda lain yang baru dikenalnya. Bukankah selama ini ia merasa aman dengan adanya hubungan Mou dengan Matt? Bukankah selama ini dia bangga akan keteguhan Mou memahami Matt, apapun adanya diri pacarnya itu? Zona Ali dan Ily hanyalah Zona persahabatan. Friendzone.

Ali sangat menyesal kenapa harus dirinya yang menjadi salah satu alasan perpisahan 'Matt and Mou'? Padahal ia tak pernah berniat memisahkan. Sedangkan terhadap Aurora saja dulu ia mampu bersikap 'Asal Kau Bahagia'  bersama Rasya. Jadi kenapa ia menjadi sebab perpisahan bagi pasangan lain?

"Mamad, apa yang harus lo lakuin, padahal lo terus kepikiran bagaimana dia sekarang?"

Ali mengusap wajahnya dengan kedua tangan. Prustrasi. Disisi hati yang lain, ia memikirkan bagaimana keadaan Mou saat ini? Apa dia sudah sampai rumah? Dengan apa dia sampai kerumah? Adakah yang bisa dimakan jika ia sampai dirumah? Sedangkan ia sekarang sudah sampai dan menghempaskan diri ditempat tidur dengan tak tenang. Ali meremas rambutnya.

Meraih ponsel, ia membuka aplikasi online dan memilih menu makanan yang disukai lalu setidaknya dapat membuat perut Mou terisi. Dia tak bisa begitu saja mengepinggirkan kekhawatirannya pada keterlupaan Mou untuk mengisi perutnya dengan makanan.

Hampir satu jam kemudian, ponselnya berdering. Ia sempat berpikir, Mou akan menghubunginya dan mengucapkan terima kasih. Sebenarnya cukup terlambat kalau untuk mengucapkan terima kasih, karna seharusnya, setidaknya 30 menit setelah ia memesan makanan dioutlet terdekat dari rumah Mou, makanan yang ia pesan untuk Mou sudah sampai.

"Hallo, mas Mamad ya? Ini dari pengantaran, mau mengantar makanan pesanan!"

Ali mengeryit. Apakah pesanannya dibalas Mou?

ALI & MOU (ILY) ZoneTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang