Suara yang Merdu

68 9 3
                                    

" ketika hujan turun berdoalah, mungkin saja saat itu bisikmu menembus langit ."



🍁🍁🍁


" Ummi hitung sampai sepuluh yaaa... 1...2...3...4...5...6...7...8...9...10. " teriak ummi dan pada saat yang sama aku sudah berhasil bersembunyi.

" Aduhhh... Aisyahh dimana yaa? Hayo... anak ummi ngumpet dimana? " Kata ummi sambil mondar-mandir mencari keberadaan diriku.

" Hiihii... " Seringaiku mengetahui bahwa ummi belum menemukanku yang masih bersembunyi di bawah meja makan.

" Dorrrrrr... Nah anak ummi ternyata ngumpet disini yaa, " akhirnya ummi menemukanku.

" Ampunnn ummi, geliii... Iyaa syahh kalah jangan gelitikin aisyah mulu ha..ha...ha, " ummi menemukanku dan menggelitikiku dengan girangnya.

" Ya udah , aisyah kalahkan? Sesuai perjanjian aisyah harus mau makan ya? " Tanya ummi.

" Iya ummii," jawabku seraya memeluknya.

Saat itu umurku masih 5 tahun. Masa kecilku terbilang bahagia tapi tidak bertahan lama. Di hari pertama aku masuk sekolah dasar untuk pertama kalinya aku melihat abi memukuli ummi. Pada saat itu aku belum tahu apa alasan abi memukul ummi. Namun, kejadian itu berlangsung lama dan menjadi kebiasaan di rumah kami.

"Ummi kenapa mata ummi bengkak?" Tanyaku dengan polosnya.

" Oh... Mata ummi bengkak karena kemasukan air waktu ummi mandi," jawab ummi sambil tersenyum.

Ketika aku tahu bahwa tiada hari tanpa air mata bagi ummi, lalu mengingat dirinya yang masih bisa tetap tersenyum manis padaku. Itu membuatku sakit.

🍁

Aku terhenyak dalam ingatan masa laluku bersama ummi dengan segala pedih yang pernah ia rasakan. Aku terduduk di depan ruang UGD sambil menangis sejadi-jadinya. Beberapa orang melihatku dengan kebingungan dan tak sedikit pula yang iba padaku namun mereka bingung harus bersikap seperti apa padaku.

Aku tetap saja mengabaikan mereka, aku sudah berusaha menahan tangisku, tapi tetap tidak bisa. Aku hanya menyesali kecerobohanku.

Seandainya handphoneku tidak tertinggal di mobil, seandainya aku bisa pulang lebih cepat, pasti ummi tidak akan seperti ini.

Seketika khayalanku terbuyar.

" Permisi, apakah anda keluarga dari Ibu Ismah?" Tanya seorang laki-laki yang ku duga adalah seorang dokter dari gaya berpakaiannya.

" I..ii..yaaa saya anaknya dok," jawabku sambil mengusap mata dan pipiku yang memerah dan membengkak karena menangis.

" Ada yang saya ingin bicarakan.. bisa ikut saya sebentar? " Tanya dokter itu.

" Baik dok.. " jawabku, sambil mengikutinya.

Setelah sampai diruangan dokter itu, diriku dipersilahkan duduk dan diberinya secangkir teh hangat. Setelah dia melihatku dengan kondisi yang seperti ini dia tidak langsung mengajakku berbicara melainkan mendiamkanku sejenak agar aku sedikit tenang.

Aisyah dan HujanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang