Dihari duka

106 17 5
                                    

Kalau saja tumor sialan ini tidak tumbuh dikepala cerdas gue, mungkin tangan kekar ini tidak akan mencatat banyak hal dibuku harian yang orang selalu sebut diary.

Gue, Juny Junaedi. Panggil saja Juny, karena Junaedi itu nama bapak gue. Memiliki bapak seorang anggota TNI tidak menjadikan gue senang dan bangga. Setiap saat gue harus menerima caci maki dari seorang anggota bahkan tindakan fisik yang katanya bertujuan untuk mendidik. Mendidik anjing!

Dengan latar belakang suram dan penuh kekerasan, gue adalah seseorang yang sangat tenang menjalani hidup. Sampai gue tahu bahwa ada tumor yang bersarang dibatang otak gue. Gue resah. Saat itu gak ada yang gue pikirin lagi, kosong. Yang terlintas hanya apakah gue bisa berubah? Apakah gue bisa berhenti cari masalah? Apakah gue masih bisa membahagiakan abang gue? Apakah gue masih bisa mengejar cintanya Lala? Ya, Lala.

Disaat seperti ini, gue masih bisa dan terus memikirkan Lala. Anak tetangga sebelah yang bisa membuat gue berubah. Karena dia, gue mau nulis banyak kata untuk menjelaskan bagaimana rasa yang selama ini ada untuk dia.

Lala Kania, kalau sampai kamu baca buku diary dengan judul "bulan untuk Lala" ini, mungkin Juny sudah tiada. Jangan menangis untuk hal itu dan tolong baca surat yang berada didalam amplop berwarna biru yang Juny tempel dibelakang buku ini.

Lala Kania, maaf Juny tidak bisa menemani siang dan malam Lala lagi. Do'akan Juny selalu ya.. aishiteru Lala.. sarangheyo..

***

Juny & LalaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang