Di Buang (2)

57 7 3
                                    

Angin malam berhembus dingin melewati rumah-rumah mewah yang ada di sekeliling gue. Saat ini pikiran gue sangat kacau. Tak ada yang gue inginkan selain berkata kasar. Beberapa kali emosi gue tak terkendali.

Gue terus menendang dua tas besar yang dibuang bersama gue. Yang katanya dibuang di depan rumah kakak kandung gue.

Gue berdiri di depan rumah besar namun sederhana. Temboknya berwarna kuning, pintu dan besi-besi dicat warna hijau tua.
Sesekali gue memikirkan penghuni rumah ini, tapi gue tetap lebih banyak berteriak dan berkata kasar untuk menghilangkan beban pikiran.

"BAPAK SIALAN! BAPAK KAMPR..."

"WOI BERISIK!" Seseorang tiba-tiba keluar dari rumah yang ada dibelakang gue. Rumah bercat kuning. Bikin kaget.

Pria tinggi berambut gondrong acak-acakan dengan jenggot tipis keluar dari rumah itu dan menghampiri gue. Selintas dipikiran gue 'mirip banget sama gue tapi versi ganteng.

Gue menatap kaget pria itu.
"Setidaknya kalau ada yang mau buang manusia di depan rumah orang mampir dulu kek ke rumah," celotehnya sambil membuka gerbang besi bercat hitam.

Pria itu menguap sambil menggaruk kepala seperti baru bangun tidur.
Pria itu berjalan kearah gue dan memeluk erat gue terus menguap.
"Panggil gue abang."
Abang? Kenapa? Gue mengangguk tapi masih bingung.

"Lu bisa bahasa Indonesia kan?" Tanya pria itu tampak serius.

"Bi-bisa bang..."

"Bagus deh, soalnya gue ga ngerti kalau lu ngomongnya anjing, goblok, bangsat. Sumpah gak ngerti."

Gue berusahan nahan ketawa saat dia ngomong seperti itu. Tapi tetap ternyata gak bisa ditahan.

"Hahahaha kasar banget lu," jawab gue setelah ngakak.

Pria yang minta disebut abang itu menjitak kepala gue. "Yaelah dibilangin malah ketawa, udah bawa tas rongsok lu masuk, jangan bikin tetangga sebelah takut."

Akhirnya gue bisa sedikit lega setelah dibuang.

Entahlah, disaat seperti ini apakah gue pantas tertawa atau tersenyum seperti tanpa beban.

Tadinya gue merasa sedih tapi gue merasa bersyukur saat tau dia adalah abang gue. Tapi sekarang yang ada dipikiran gue pasti orang ini yang dimaksud kakak kandung gue. Syukur deh ganteng dan baik. Sepertinya.

Gue menenteng dua tas besar berwarna biru yang berisi pakaian masuk kedalam rumahnya. Terasnya lega. Ada sepasang bangku taman dan meja ditengahnya. Setelah melihat bagian luar rumahnya gue gak sabar untuk melihat bagian dalam rumahnya.

"Oi! Ini amplop isinya duit mau lu buang?" Teriak abang yg berjalan di belakang gue.

"Bawa aja, takutnya lu gak punya duit," jawab gue becanda.

"Dasar bocah" timpa abang ngedumel yabg disusul tawa kami berdua.

Kami akhirnya berjalan bersama. Abang merangkul pundak gue menuntun untuk masuk ke dalam rumahnya. Suara jangkrik yang samar-samar terdengar menambah perasaan hangat gue saat ini. Lama gue tak pernah merasakan perasaan seperti ini. Perasaan hangat kasih sayang dari keluarga.

***

"Jadi lu dikeluarin atau keluar sendiri dari sekolah?" Tanya abang sambil menaruh mie instan kuah yang dia masakan yang katanya spesial buat gue.

"Masa gue minta keluar sekolah?"
Abang mengangguk tanda setuju dengan apa yang barusan gue ucapkan.

"Betah amat lu tinggal sama orang kaya mamah tiri tercinta lu."

Juny & LalaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang