Kintjlong Laundry

50 6 4
                                    

Sudah hampir seminggu gue bantu-bantu di tempat laundry Bang Juna.

Abang gue ini selain ganteng dan urakan ternyata pintar ngatur uang. Dia cerita dulu pertama kali ke Jakarta hanya menjadi tukang cuci di laundry kecil punya orang cina. Orangnga pelit tapi pintar manajemen. Lama-lama abang gue belajar dari kebiasan si orang cina ini mengurus laundry. Akhirnya dia nabung dari gaji dia yang gak seberapa. Karena dirasa kurang akhirnya abang gue ini nyambi jadi tukang ojek setiap malam di stasion kereta api pakai motor teman satu kontrakannya. Sampai dia bisa ngumpulin uang buat beli satu mesin cuci yang ditaruh di dalam kontrakan kecil yang hanya cukup untuk dia dan temannya. Makin banyak orderan dan akhirnya bisa buka ruko kecil dan mempekerjakan 3 orang buat ngebantu dia. Salut gue sama kerja keras dia.

Gue belajar banyak hal sama dia dari pertemuan pertama. Walau lo susah, gak makan bangku sekolah asal ada niat dan tekad apa pun bisa dilakukan. Buktinya abang gue. SMP aja gak tamat tapi dia bisa punya ruko dan memberi pekerjaan kepada orang lain. Itu juga yang menginspirasi gue buat gak lanjutin sekolah he he he.

"Kintjlong Laundry" nama laundry milik abang gue ini berada persis di depan gapura komplek yang berdiri megah. Berada di depan jalan besar. Laundrynya cukup ramai. Gak heran abang bisa ngontrak di rumah sebagus itu.

Punya karyawan yang latar belakangnya gak jauh beda dari gue dan abang gue. Ada tiga orang pegawai disini yaitu Jaka, Wawan, dan Inok.

Jaka warna kulit hitam pahit, putus sekolah saat SD kelas 4 dan hijrah ke Jakarta untuk menyekolahkan adiknya di Cirebon yang ia titipkan di neneknya.

Wawan orang jawa yang dikira cinw karenw sipit ini lulusan SMP yang dipaksa kerja di Jakarta oleh bapaknya. Bapak Wawan akhirnya meninggal di Jakarta dan Wawan masih harus bayar hutang biaya kepulangan jenazah bapaknya ke Solo.

Inok yang gak pernah diakui ibunya sebagai anak karena bukan anak perempuan, karena sakit hati akhirnya dia kabur ke Jakarta, sedihnya lagi inok gak pernah merasakan bangku sekolah. Bisa baca aja diajarkan oleh abang dan anak-anak lainnya disini. Laundry ini adalah wadah tempat anak gak berpendidikan semua memang.

Dibalik kesuraman cerita semua orang yang ada di laundry ini terdapat semangat pantang menyerah dan kerja keras disini. Makannya gue suka banget ngobrol disini sambil udud dan ngopi-ngopi.

"Jadi lu kapan mau mulai masuk sekolah lagi?" Tanya Jaka yang sedang menyetrika pakaian.

"Ah males gue lanjut sekolah."

"Dasar bocah, kasian tuh abang lu pengen banget lu sekolah," lanjut Jaka menasehati gue.

"Mendingan si Inok tuh yang disuruh sekolah, kasian liat meja sekolah aja gak pernah tuh anak!" Lanjut gue tanpa merasa bersalah.

"Ko jadi gue?" Tanya Inok gak terima disangkut pautkan, "gue udah bisa baca ini ngapain sekolah."

"Kasian tuh abang lu Jun gak mau liat lu kayak kita-kita nasibnya." Lanjut Wawan.

Gue gak memperdulikan Wawan dan hanya fokus membungkus pakaian bersih menggunakan plastik.

Kios laundry ini terbagi jadi dua ruangan. Ruangan depan adalah tempat kasir dan rak baju-baju bersih. Bagian belakang adalah tempat mesin cuci, setrika, dan packing, ada kamar mandi juga. Memang ruangan belakang lebih besar dari ruangan depan.

"Abang lu tuh mau liat lu berpendidikan dan gak kayak kita." Celoteh Inok sok bijak.

"Ah berisik lu Nok, males gue dengernya."

Inok hanya geleng-geleng sambil mengeluarkan pakaian kering yang sudah bersih, "katanya mau membanggakan abang lu?"

JLEEEB

Juny & LalaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang