To Lose

2.2K 195 108
                                    

Kehilangan, membuat jiwanya kosong, berjalan tak setegap biasanya, dia tak sekokoh dulu, isi dalam raganya berhamburan, dengan susah payah, dia mulai memungutinya sendiri, air matanya yang berderai meringkus kasar jiwa-jiwanya yang hilang.

Tak ada kehilangan yang membahagiakan, sampai detik ini dia masih belum mengerti tentang lebih sakit mana, meninggalkan atau di tinggalkan.

Hari hari nya gelap, bak langit mendung, catatan-catatan kusam berdebu menjadi saksi, betapa dulu dia begitu hancur.

Ntah kenapa cerita lama itu akhir-akhir ini mengganggu pikirannya, secangkir kopi pahit yang biasanya, bisa membuat nya tenang saja tak bisa, bahkan sebuah pelukan yang sekarang dia dapatkan juga tak mampu membuat dia segera tersadar.

Kisah itu sudah lama dia kubur, sudah empat tahun berlalu, hanya karna sebuah bayangan atau mungkin benar adanya, membuat seluruh hatinya runtuh, pertahananya selama ini seolah sia-sia. Rasanya ingin kembali....

Yona...

Gadis itu selalu mampu membuatnya rindu, pelukan yang dia dapatkan semakin erat, bahkan dia merasakan hirupan mesra di tengkuk lehernya. Dia tidak menyukai ini, ketika dia melakukannya dan menikmatinya dengan bayangan masa lalu.

Penolakaan halus dia berikan pada, tatapan tegas namun memilukan di dapatkan pada sosok laki-laki yang berdiri menghadapnya. Kerah baju yang berantakan, berharap di rapihkan, malah terabaikan hanya karna kisah masa lalu yang ingin di sapa kembali.

Hai..

Mungkin begitu yang ada dalam isi kepalanya, sapaan manis, senyuman wajah si gadis mungil, dengan tatapan galaknya, selalu dia ingat. Tapi lagi-lagi, itu hanya sebuah bayangan yang menganggu. Dia menggeleng berkali-kali, mengeyahkan segala pikiran yang membuatnya semakin tak terkendali.

Sore ini, langit gelap, mungkin merasakan perasaanya yang bermuram durja, kenapa? Kata si laki-laki, walau tanpa suara, tatapanya mampu dia baca, dia tersenyum, menggeleng, menyesap lagi kopi pahitnya.

"Aku harus pulang, takut kesorean sampe Bandung."

"Loh? Kok pulang? Ga nginep disini?"

"Emm.. next time ya."

Selepas basa basinya, senyum yang selalu dia paksakan, kini dia mulai pergi, melepas segala kepura-pura nya, tidak mudah berpura-pura bahagi akan hidup yang tak dia nikmati.

"Apa kabar?" begitu celotehnya, ntah bertanya pada siapa, dia tersenyum begitu saja, menatap gambar di handphonenya, dia mengusap dengan tangan nya yang tak sehalus dulu.

Waktu membuatnya semakin menua, garis-garis wajah lelah sangat terlihat di wajahnya, urat-urat tangan yang semakin terlihat menandakan kalau dia sosok pekerja keras.

"Apa sekarang Kamu sudah bahagia?" katanya lagi, seuntai senyum terlihat, lantas wajahnya berubah menyedihkan lagi, ketika dia mengingat, saat terakhir pertemuannya.

"Apa Atha menjagamu? Apa Kamu sekarang mencintainya? Menerimanya? Melupakan Aku?"

Setelah pertanyaan yang bertubi-tubi, dia terguguk menangis, menaruh kepalanya di atas stir mobil, ini menyakitkan, masih sama rasanya, dia tak pernah rela untuk melepaskan.

Ntah sampai kapan..

Kinal, terus menangis, sekarang hujan baru saja menguyur bumi, bukan hanya saja jalanan yang basah, namun hatinya kini ikut basah, bahkan matanya benar-benar memerah, apa harus sesakit ini mengingat sebuah rasa kehilangan, ah ini bukan mengingat, namun rasa itu selalu ada dan tak pernah hilang.















































           -DiBalik Layar Season 3-
"The story between them is not over"

09/05/19
Masha

Dibalik Layar Season 3Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang