Part 2

1.2K 190 73
                                    

Pulpen itu terus mengetuk dagu nya, pikirannya sedang menyusun sebuah laporan pekerjaan, tumpukan kertas-kertas tebal, layar monitor yang menyala, meja kerjanya terlihat sangat penuh, akhirnya dia menyentuh lagi mouse, tangannya mulai bergerak diatas keyboard komputernya. Sedikit demi sedikit kerjaanya mulai selesai, langit orange di luar sana mulai menyapa, sore datang, dia jadi melihat jam, waktu sudah menunjukan pukul setengah enam sore.

Lelah tentu saja, tubuhnya terasa lengket dan kaku, hampir tujuh jam lama nya, dia bergelut akan laporan-laporan pekerjaan, sebagai karyawan baru, berprilaku rajin adalah kunci utama untuk mencuri perhatian atasan (bos). Memang benar, sekarang dia tak lagi bekerja untuk JKT48.

Baru dua tahun yang lalu dia memutuskan untuk keluar dari zona nyamannya, rela menganggur untuk beberap waktu, sampai pada akhirnya sekarang dia bekerja di salah satu perusahaan penerbangan.

Kemeja biru dongker yang terlihat kusut, dia mulai bangkit, jika tidak macet mungkin dia akan sampai tempat tinggalnya sekitar 1 jam.

Menjadi seorang Ground Handling, adalah pengalaman yang paling mendebarkan, dia tak tahu menau sebelumnya tentang profesi ini, tidak bekerja selama 1,5 tahun membuat dia menerima pekerjaan ini, benar, baru 5 bulan yang lalu dia menggelutinya, dia pikir semua akan mudah, tapi semua tak semudah yang dia fikirkan, dalam pekerjaan mudah dan tidak mudah adalah hal yang biasa, semua kembali pada diri kita, bagaimana menyikapi nya, beruntung dia mendapat bagian di balik layar.

Umur yang sudah menginjak kepala tiga, membuat dia banyak mengeluh akan tubuhnya yang mudah capek. Suara dari tulang-tulang yang baru saja dia gerakan terdengar sangat nyaring. "Euhh.." lenguh nya saat leher nya yang kaku mulai sedikit rileks.

Menikmati guratan langit sore yang akan pergi dengan jalanan padat, dia menikmatinya setiap hari, ditemani sanyup-sanyup lagu yang sengaja dia putar dari audio di mobilnya, terkadang dia ikut bernyanyi, menghilangkan rasa kesal karna jalanan yang macet.

Pada detik kesekian terputar sebuah lagu, yang membuatnya tersenyum, kelopak matanya sudah dipenuhi akan air-air yang menghalangi pandangannya. Tak ada yang salah dari lagu Kahitna.

Tak pernah ku kira, bahwa akhirnya, tiada dirimu, disisiku...

Hanya saja hatinya terlalu mengharu biru, akan perasaan yang kian dalam pada seseorang yang sudah pergi.

Semua tak kan mampu mengubahku hanyalah kau yang ada direlungku. .

"Kau tak akan terganti..." satu tetes air mata jatuh pada pipinya, pandangannya benar-benar memudar, mungkin sekarang dia pun mulai menghilang, dia tak pernah mengerti kenapa semua harus sesakit ini.

Memang benar. Cinta itu tak harus memiliki. Dia mencintainya dengan segenap hati. Meskipun tak mungkin rasanya hidup bersama.
Siksaan dari cinta adalah kerinduan. Menanggung rindu memang sangat menyiksa. Tetapi dia seolah tak pernah ingin melepaskan siksaan itu.



.
..
.



Langkah beratnya harus terhenti, saat mendapati, lampu-lampu di apartemantnya menyala, alisnya terangkat, bingung, bahkan kini pintu dengan mudah dia buka. Setelah membuka sepatu, dahinya masih mengerut, memikirkan siapa yang masuk kedalam apartemannya.

Tapi dia sudah bisa menebak saat terdengar suara teriakan yang sudah sangat dia hapal.

Benar saja disana Liu sedang asik bermain game, sehingga tak sadar kalau kini ada yang memperhatikannya.

"Liu..." kata Kinal, masih berdiri di ambang pintu.

Liu yang dipanggil seketika menoleh, wajah tampan nya langsung memberikan senyum, dia berjalan dan memeluk Kinal. Dengan kepala yang mendongak Liu menanyakan keadaan Kinal yang cukup berantakan menurutnya. "Hey Umi, hows your day?"

Wajah Kinal yang sudah sangat lelah, hanya membalas sekenanya. "Gimana Kamu bisa masuk?"

Belum, Liu menjawab ucapan Kinal, indra penciuman Kinal sudah mencium aroma-aroma masakan yang sangat menggugah selera makannya.

Liu mengangguk, membenarkan apa yang sekarang Kinal fikirkan, ya tentu saja Liu datang bersama Veranda. Tak mau membuang waktu, Liu segera menarik tangan Kinal, menuju dapur. "Yuk, pasti Mami udah selesai masaknya."

Kinal hanya mengekor, mengikuti langkah Liu, sepanjang jalan menuju dapur, Liu terus bercerita tentang bagaimana sekolahnya. Wajar saja, Liu baru saja masuk kesekolah dasar, seminggu yang lalu, banyak cerita menarik yang menurut Liu harus dia ceritakan pada Kinal.

"Umi tahu, Mami masak makanan spesial buat Umi."

"Umi tadi Aku disekolah di tunjuk jadi ketua kelas loh."

"Oh ya?" kata Kinal.

Wajah Liu sangat bahagia, rambutnya yang sedikit gondrong akan bergoyang ketika dia bercerita dengan antusias. "Heem, sepertinya memang benar jadi orang dewasa itu menyenangkan."

Kinal langsung menyentuh rambut Liu, menggeleng gemas akan sikap Liu yang polos.  "Kamu belum dewasa Liu."

"Ah sebentar lagi Umi, pasti 5 tahun lagi, tinggiku akan melebihi Umi." jawab Liu, dengan tangan yang dia bentangkan setinggi mungkin.

Kinal mengangguk setuju saja, senyumnya tak pernah hilang ketika mendengar Liu bercerita, Liu adalah obat lelah yang paling mujarab menurutnya. Rasa lelah karna bekerja seketika hilang.

Masih dengan tangan yang menarik tangan Kinal, Liu membawa Kinal lebih dekat dengan Veranda yang sekarang masig mengenakan appron masaknya.

"Mami, Umi udah pulang."

Veranda tahu kalau Kinal sudah pulang, cara Liu bercerita membuat dia jadi tahu kalau Kinal datang, mana mungkin kan, Liu berbicara sendiri dengan semangatnya.

Veranda pun melepaskan appronnya, membawa dua piring makanan untuk Liu dan Kinal. "Macet? Kok telat?"

"Iya"

Kinal sudah duduk dikursi, Liu juga begitu menyimak apa yang sedang terjadi pada Kinal dan Veranda, tatapannya berbinar, mata Liu seolah mengekori gerakan Veranda yang menaruh makanan di depan Kinal lalu berpindah memberikan makanan untuknya, senyumnya makin jelas terlihat.

"Kok bisa masuk?" kata Kinal masih bingung.

Setelah ikut duduk, Veranda mengangkat kedua bahu nya, dia tak menjawab bagaimana dia masuk, semua mudah saja untuk Veranda .

"Aunty Bella."

Kinal mengangguk saat suara Liu yang menjawab, dia segera menarik piring makanan yang sudah ada dihadapannya, dia menghirup aroma masakan Veranda dengan mata terpejam.

"Emmm .. Ini masakan spesial yang Mami masakin buat Umi ya?" kata Kinal bertanya pada Liu, Liu mengiyakan, mengangkat garpu dan sendoknya dengan senang. Lirikan mata Kinal pada Veranda membuat wajah Veranda memerah.

"Cuma nasi goreng, selain masak air dan mie instan, yang Aku tahu cuma ini."

"Ini juga udah spesial kalau Mami yang buat, iya kan Liu?"

"Ya. Tentu, Umi."

Kinal tersenyum saat melihat Veranda tersipu malu. Lantas dia mulai menyendok makanan nya, dengan wajah yang dibuat seakan sedang menikmati makanan yang begitu enak. Kinal berbicara dengan suara tak jelas karna mulutnya sedang menguyah. "Emm.. Masakan Mami emang selalu spesial."

"Enak." kata Kinal lagi.

"Apa Liu bilang Mami, Umi pasti suka."


































































Bersambung..



11/05/19
Masha

Dibalik Layar Season 3Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang