Part 9

1.2K 128 37
                                    

Ntah ini hari yang ditunggu atau hari yang sangat dia hindari, rasanya tak bisa digambarkan lewat lukisan seindah apapun, atau bahkan serumit apapun, keringat terasa trus menetes, saat jari jemari mulai lelah menggoreskan kuas lukisnya, dia menghela nafas, memandangi lukisannya yang baru setengah jadi.

Baru jam 3 sore katanya dalam hati, masih ada waktu 2 jam lagi untuk dia menyiapkan dirinya, lagi-lagi dia menghela nafas, seolah apa yang akan dia hadapi terasa begitu berat, langkahnya mulai meninggalkan ruangan lukis, dia bergegas, berjalan lambat, namun pasti menuju kamar yang ada ditempat kerjanya. Memandangi diri dicermin, apa saat ini masih terlihat cantik untuk bertemu dengannya? Kerutan pada kulit yang terlihat, bawah mata yang menghitam akibat dia yang selalu tidur dengan berantakan, rasanya enggan pergi untuk bertemu.

Rambutnya yang terkuncir mulai dia gerai, menyisir, merapihkan helai rambut yang nyatanya masih terlihat indah. Dia memandangi wajahnya sendiri, hatinya menghangat, dia tersenyum, pipinya pun memerah, ekpetasi-ekpetasi yang sekarang sudah dia bayangkan dalam pikirannya semua terasa indah saja.

Tidak ada yang salah dari kata mengulang bukan?
Apa itu masih berlaku untuk, kata mengulang kesalahan yang sama?

Dia diam, suara bising kendaran dari luar pun tak mengganggu segala kesedihannya.

Kenapa harus dengan Kinal lagi?

Ntah.

Dia juga tidak mengerti, apa ini yang disebut takdir Tuhan? Bukan kah semua yang terjadi memang sudah Tuhan rencanakan? Berpisah sekian lama nya, kini harus bertemu lagi, mungkin Tuhan merasa hati nya sudah cukup sanggup untuk menerima segala hal apapaun, bahkan untuk merasakan sakit dari orang yang sama dan kisah yang sama.

Apa benar dia sesiap itu? Tentu saja tidak.

Karna sedari tadi saja, dia begitu resah, memikirkan apa yang harus dia lakukan nanti. Dia takut, takut jatuh pada ekpetasinya sendiri.

Kini saat jarum jam berhenti tepat dipukul 5, tangannya pun berhenti, memoleskan blush on pada pipinya.

Yona, bukan gadis lemah yang akan hancur hanya karna cinta, tatapan mata yang tadi memancarkan garis ketidakberdayaan, kini mulai menatap mantap, tak ada yang perlu dikhawatirkan selagi kita tidak berharap apapun.

Dia percaya, Hidup ini cair, semesta ini bergerak, realitas berubah.

Ekspektasi berlebihan akan menyakitinya lebih dalam.



..
.
.




Semenjak sorot mata tidak lagi bertemu, sesaat kemudian terasa biasa, sangat biasa. Sekedar serupa kehilangan sesuatu yang kurang penting. Dia pikir, siklus kehidupan memang demikian, terjadi pertemuan, sedang sayang-sayangnya, kemudian belum sempat memberi sinyal, perpisahan datang tanpa kesiapan.

Sehari, sebulan dan waktu selanjutnya. Dia seperti berjalan tanpa tujuan. Kehilangan kendali, rasanya ada yang hilang namun dalam kondisi yang utuh.

Ah iya..
Hatinya tertinggal pada saat terakhir mereka berjumpa, hingga hari ini rasanya tidak menyangka kalau dia akan berjumpa lagi pada sang perusak hati.

Seiring bertambah dewasa, dia menyadari, menyimpan rindu pada seseorang yang tidak pernah tahu bagaimana hatinya. Untuk siapa perasaannya, sama tersiksanya dengan menimbun lemak dalam tubuh.

Sesak.

Hidup adalah serangkaian perubahan yang dialami secara spontan. Jangan tolak rasa apapun karna akan membuat penyesalan dan duka. Biarkan realita menjadi realita. Biarkan sesuatu mengalir dengan alami ke manapun mereka inginkan.

Dibalik Layar Season 3Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang